Part 8
"tawa aja terus," ketus Abel lantaran orang yang mengagetkannya tadi belum berhenti tertawa.
"Hahaha, tuh kucing ikut karate ya?" ledeknya.
"Ish, nyebelin."
"Entar juga ngangenin," balasnya lalu duduk disamping Abel.
"Najis."
"Iyain aja deh."
Hening...
Tak ada percakapan lagi setelah itu, keduanya sama-sama sibuk dengan aktifitas masing-masing.
Abel sibuk dengan gadget-nya sedangkan pria disampingnya tengah sibuk melamun.
"Ekhm..." Abel menoleh kearah lelaki itu lalu kembali fokus pada layar ponselnya.
"Eh, lu masih kenal gua kan?" tanyanya berusaha mencairkan suasana.
"Heem, lu Al kan?" tanya Abel memastikan.
"Al? Orang-orang disekitar gua biasanya manggil gua Vano, baru lu doang yang manggil gua Al."
"Lah, lu bilang waktu itu nama lu Alvan."
"Emang, nama gua Alvano Setya Wijaya."
"Ouh, pantes."
"Btw, rumah lu dimana?"
"Di sekitar sini kok."
"Ouh iya-iya."
"Kalau gitu gua balik dulu ya, udah mau malem soalnya," pamit Abel lalu berdiri dari duduknya.
"Mau gua anter ga?" tawar Vano sembari berdiri.
"Ga usah makasih atas tawarannya, gua ga amnesia sama alamat rumah gua kok," balas Abel.
"Hahaha, iya deh hati-hati."
"Lebay lu pakek hati-hati segala orang deket juga," sindir Abel.
"Ya maksud gua bilang hati-hati ke lu takutnya ada yang ngambil hati lu lebih dulu dari pada gua, hahaha," jawab Vano.
"Receh tau ga."
"Tapi, ketawa juga yeee..."
"Iya deh iya, bye." Abel melangkah menjauh dari taman sedangkan Vano masih setia berdiri disana sembari menatap kepergian Abel.
"Not bad," gumam Vano.
***
Rumah bernuansa putih denga pagar besar didepannya menjadi tempat persinggahan Abel. Ia masuk kedalam rumahnya tersebut tak lupa ia mengucapkan salam terlebih dahulu.
"Waalaikumsalam, dari mana? Tumben keluar rumah? Biasanya diajak makan diluar aja ga mau," pertanyaan itu berasal dari Hasan yang tengah duduk di sofa ruang tamu dengan koran ditangannya.
"Entah, aku juga bingung kenapa aku keluar rumah," balas Abel lalu duduk disamping Papa-nya.
"Kenapa? Capek?" tanya Hasan
"Heem," balas Abel sambil menyenderkan kepalanya di bahu Hasan.
Hasan menghela nafasnya, putrinya selalu saja begitu. Saat pulang bermain pasti ia mengeluh kecapean padahal ia hanya keluar sebentar.
Tapi, itu tidak berlaku kalau ia pergi ke sekolah. Entahlah yang penting ia tak suka keluar rumah kalau tidak ada kepentingan yang mendesak.
"Belum juga sejam di luar udah kecapean aja," sindir Hasan, namun tak mendapat respon dari putrinya tersebut.
Hasan mengecek keadaan putrinya lantaran tak merespon apa yang diucapkannya tadi.
"Hm... tidur ternyata, dasar," gumam Hasan lalu mengelus kepala putrinya dengan penuh kasih sayang.
"Pa, Abel udah pulang blum?" tanya Ratih yang baru saja kembali dari dapur.
"Udah ma, ini lagi tidur," jawab Hasan
"Kebiasaan kalau habis main pasti langsung tidur bukannya mandi dulu kek," sungut Ratih.
"Udahlah mah, palingan juga lagi kecapean."
"Hm... iya deh," balas Ratih.
☘️☘️☘️
Seorang gadis menunduk ketakutan kala tiga wanita berseragam serupa dengannya mulai mendekat kearahnya.
Perlahan ia mundur berusaha memperjauh jarak antara mereka, namun sayang posisi dia sekarang tengah berada di kamar mandi, alhasil ia terpojok dan tak dapat menghindar lagi.
"Mau kemana lo?" tanya Nasya gadis cantik bermata teduh, namun bisa saja menghabisi mangsanya dalam sekejap mata.
"Ma-mau keluar, kak," jawab Abel terbata-bata.
"Buru-buru amet, disini aja dulu santai-santai bareng kita," timpal Refa sembari merapikan rambutnya didepan cermin.
"A... aku harus masuk kelas kak," jawab Abel seadanya.
"Yah, harus banget sekarang ya?" tanya Cintya sembari mengerucutkan bibirnya.
"I... iya kak."
"Karena gua lagi baik, hush pergi sana," usir Nasya.
"Ma-makasih kak," ucap Abel dan langsung keluar dari kamar mandi dengan terburu-buru.
"Hahaha," tawa mereka bertiga.
"Sampai kapanpun ga akan ada yang bisa gantiin posisi kita sebagai 'Queen of Bullying' di sekolah ini," ujar Refa.
"Tentu aja," sahut Nasya dan Cintya berbarengan lalu mereka kembali tertawa.
Tanpa mereka sadari Abel mendengar semua apa yang mereka katakan dari luar.
"Sampai kapan gua kayak gini? Takut sama mereka karena mereka Kaka kelas? Gua ga boleh kayak gini terus, gua harus bisa lawan mereka, gua ga mau kejadian seperti tahun lalu terulang lagi," batin Abel.
*Flashback*
Abel seorang siswa baru di SMA Bagaskara dehan senangnya melangkahkan kaki menuju ke kelasnya.
Matanya menatap kagum pada setiap inci bangunan dan juga taman yang mengelili sekolah. Belum lagi para penghuni sekolah yang rupanya bak malaikat.
Karena saking senangnya ia dengan seisi sekolah tanpa sadar ia menabrak seseorang yang berdiri tepat didepannya.
Bruk...
Bukan Abel yang terjatuh bukan pula orang yang ditabraknya melainkan alat kosmetik mahal yang dipegang oleh si korban.
"OMG! Alat make up gua!" teriaknya histeris kala melihat alat-alat make up-nya yang sudah hancur.
Abel menganga tak percaya atas apa yang telah ia perbuat, iamasih baru di sekolah ini dan ia sudah mengibarkan bendera peperangan.
"Lo, punya mata ga sih? Lihat! Alat make up gua hancur gara-gara Lo!" bentak-nya sambil menunjuk-nunjuk wajah Abel. Abel hanya bisa menunduk karena merasa bersalah belum lagi ia harus menanggung malu karena semua pasang mata tertuju padanya.
Dari ekor matanya Abel bisa melihat mereka saling berbisik satu sama lain. Entah apa yang mereka bicarakan, tapi Abel yakin itu adalah tentangnya.
"Ma-maf kak, aku ga sengaja," ucap Abel masih menundukkan kepalanya.
"Shit, gampang banget Lo bilang maaf."
"Udah Saya, lagian dia ga sengaja dan kayaknya dia anak baru deh disini, jadi ga usah semarah itu sama dia," nasihat gadis berambut sebahu sembari mengusap bahu Nasya berusaha menenangkan-nya.
"Loh, ga bisa gitu dong. Keenakan di dia-nya, entar dia malah ngelunjak lagi," ucap Nasya tak terima.
"Dia baru buat kesalahan satu kali, jadi kita kasih peringatan aja dulu kalau dia udah ngulangin lagi baru kita bertindak."
Abel menelan ludahnya kasar, ia tak bisa berkata apa-apa selain memohon pada yang maha kuasa agar gadis yang dipanggil Nasya itu meyetujui perkataan temannya.
"Ok, kali ini gua bakalan maafin Lo," jawab Nasya lalu pergi begitu saja diikuti oleh kedua temannya. Abel hanya menatap kepergian mereka bertiga dengan perasaan lega.
"Maafin sikap Nasya ya, dia emang gitu orangnya. Tapi, sebenarnya dia baik kok," ucap gadis berambut sebahu tersebut.
"Iya gapapa kok kak, lagian ini kan salah aku," balas Abel sambil tersenyum.
"Ok deh, lain kali hati-hati ya, gua pergi dulu bye." Gadis itu langsung pergi meninggalkan Abel sendiri.
"Yah, padahal aku pengen tau siapa namanya," gumam Abel.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top