Part 7

*********************************"****
Kini Abel sudah berada di rumah tercintanya, ia mendudukkan bokongnya di sofa sembari menaikkan kedua kakinya ke atas meja.

"Huh, capek banget," keluhnya sambil mengibas-ngibas tangannya karena merasa gerah.

"Heh, itu kaki ngapain dinaikin? Ga sopan banget! Turunin ga!" cwramh Ratih saat melihat putri semata wayangnya melakukan yang tidak sewajarnya dilakukan.

"Ah, bentar dong ma. Aku lagi kecapena nih, kaki aku pegel banget rasanya," adunya.

"Habis ngapain emang?" tanya Ratih dengan nada mulai merendah lalu ia duduk disamping kiri putrinya.

"Jalan."

"Loh, kenapa ga mesen gojek atau ga taxi kalau ga ada angkutan umum?"

"Udah setengah jam nyoba, tapi pada ga bisa, ga ada yang kosong."

"Ouh gitu, mangkanya kalau ditawarin buat di eliin kendaraan tuh terima bukannya ditolak," sindir Ratih.

"Aish, orang aku ga mau ngendarain kendaraan sendiri juga."

"Dih, dikasih saran juga malah gitu, serah deh mama mau bocan."

"Iyain," ketus Abel. "Ngerasa masih muda kalik ya tuh emak-emak, heran gua," gumam Abel sangat pelan karena takut kedengaran oleh Ratih, kalau sampai terdengar bisa habis dia nanti.

Abel mulai beranjak dari sofa menuju ke kamarnya. Ia meletakkan tasnya di meja belajar lalu melempar tubuhnya ke atas kasur.

"Kalau dipikir-pikir apa yang Mama bilang ada benernya juga sih," ucap Abel sembari menatap langit-langit kamarnya.

                                   ***

Hari berganti begitu cepat. Kini, Abel sudah siap dengan seragam kebanggan sekolahnya.

Dengan anggun ia duduk di meja makan, tak lupa ia menyapa kedua orangtuanya.

"Mau pakek selai apa?" tanya Ratih.

"Coklat aja Ma," jawab Abel.

Selagi Ratih mengolesi roti dengan selai coklat yang Abel pinta tadi, Abel menatap Papanya dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Ngapain kamu natap Papa kayak gitu?" tanya Hasan merasa ada yang janggal dengan putrinya ini.

"Eh....anu Pa."

"Anu apa?"

"Hallah, palingan juga lagi kepengen seseatu," cerocos Ratih lalu meletakkan roti yang sudah dilumuri coklat ke piring yang ada dihadapan Abel.

"Ish, Mama bisa diem dulu ga."

"Apa? Orang bener yang Mama bilang tadi."

"Fine."

"Kamu mau minta apa ke Papa?" tany Hasan berusaha menengahi pertengkaran yang tak ada habisnya.

"Anu Pa, aku pengen naik mobil pribadi ke sekolah," ucap Abel ragu.

"Kemaren aja sok-soan ga mau, sekarang malah kebalikannya."

"Ma, diem dulu deh," tegur Hasan.

"Kok langsung berubah pikiran gitu? Emang kenapa?"

"Ga ada apa-apa sih Pa, cuman kepengen aja."

"Yaudah, kamu mau mobil yang kek gimana?"

"Yang rodanya empat Pah."

"Emang ada mobil rodanya tiga?"

"Hehe...terserah Papa aja deh, tapi-"

"Tapi apa?"

"Tapi, aku ga mau nyetir sendiri, maunya disetirin sama sopir pribadi."

"Ok, nanti Papa cariin supir buat kamu."

"Yey!" sorak Abel.

"Cepet makan entar telat lagi," suruh Ratih.

"Iya Mah."

                                   ***
  Sesampainya di sekolah Abel langsung menuju ke kelasnya. Tapi, saat diperjalanan ia tak sengaja melihat Varo tengah membaca buku di taman.

"Kok rajin ya tuh anak Mami," ucap Abel sembari menatap penasaran pada Varo.

"Ngapain juga gua ngurusin dia?" lanjutnya lalu kembali ke tujuan awalnya.

Setelah berada di kelas ia langsung duduk dibangkunya. Karena keadaan masih sangat sepi, jadi ia memutuskan untuk mengecek po selnya yang sudah semalaman tak dibuka.

  10 pesan dari Putri

  30 pesan dari Mega

Dan ada juga nomer tak dikenal yang mengiriminya pesan.

Ia belum berniat untuk membalas pesan-pesan tersebut. Biar dikira sibuk gitu, jadi ia sengaja lama-lamain balesnya, wkwkwk.

Saat ia akan menyimpan kembali ponselnya ada motif yang masuk, karena penasaran ia mengecek siapa yang mengiriminya pesan.

"Kesambet apaan nih anak tiba-tiba chat gua?" tanya Abel saat melibat nama 'Bee' tertera di beranda WhatsApp-nya.

Bee
Online

Bel
Sibuk ga?
Gua butuh bantuan Lo

                                                       Nggak kok
                                                 Bantu apaan?

Gua mo minta saran dari Lo

                                              Saran kek gmn?

"Selamat pagi anak-anak." reflek Abel langsung meletakkan ponselmya dikolom meja.

"Kenapa harus masuk sekarang sih?" batin Abel.

"Pagi pak," jawab semua murid.

"Buka buku halaman 205-207 dan kerjakan soal-soal yang ada disana."

"Omaygat, Bapak ga salah nih, ini banyak bingits Pak," teriak salah satu sisi yang tak terima dengan soal yang diberikan oleh guru itu.

"No coment, bagi yang tidak mengerjakan jangan harap kalian bisa mengikuti ujian semester nanti," ancam Pak Budi membuat seisi kelas menelan ludahnya dengan kasar.

"Yah...!"

"Saya tunggu sampai bel istirahat berbunyi."

                                  ***

Kring...kring...kring...

Bel akhirnya berbunyi, banyak dari mereka yang mengeluh lantaran belum selesai mengerjakan soal-soal itu, tapi tidak dengan Abel, ia sudah selesai sedari tadi, ia penasaran dengan apa yang akan dikatakan oleh Bee.

"Baik, karena sudah bel jadi, saya minta kalian buat kumpulin sekarang juga," pinta Pak Budi.

"Belum selesai Pak," keluh beberapa siswa.

"Saya ga mau tau, kumpulkan sekarang!"

Abel langsung maju untuk mengumpulkan tugasnya disusul oleh teman-temannya yang lain.

"Siapa yang belum mengumpulkan?" tanya Pa Budi setelah menghitung jumlah buku yang disetorkan oleh para muridnya.

Semua siswa saling pandang lantaran merasa sudah dikumpulkan semua. Mata Abel tertuju pada bangku kosong dipojok kanan.

"Hm...Pak," ucap Abel ragu.

"Iya kenapa?"

"Itu... Bima ga masuk Pa, jadi wajar kalau bukunya ga lengkap."

"Ouh iya, makasih. Si Bima kemana? Kenapa ga masuk lagi?"

"Ga tau Pak."

"Ya sudah kalian bisa istirahat sekarang," titah Pak Budi. Semuanya langsung berhamburan keluar dari kelas termasuk Abel.

Abel melangkahkan kakinya menuju ke taman. Pandangannya tak lepas dari layar ponselnya Al. Ia duduk di bangku yang memang tersedia disana lalu ia membuka pesan dari Bee.

  Bee

G jd

"What!" pekik Abel kala membaca  pesan dari Bee. "Gila, gua udah pensaran ampek ubun-ubun dia malah bilang ga jadi! Ish, ngeselin," gerutu Abel.

                                  ***
Hari sudah mulai petang, warna jingga mulai terlihat di langit-langit. Jika biasanya sesudah sampai di rumah Abel akan langsung rebahan di kasurnya kali ini tidak, ia sekarang tengah berada di taman yang tak jauh dari rumahnya.

Ia duduk di bangku taman sembari menatap sekitarnya, senyuman terukir indah dibibirnya kala melihat banyak sekali bunga-bunga bermekaran.

"Kenapa dari dulu gua ga sering main kesini ya? Kenapa malah milih rabahn di rumah? Padahal kan disini pemandangannya indah bat," ucap Abel yang masih memusatkan penglihatannya pada bunga-bunga indah itu.

"Dor!" ucap seseorang sembari menepuk pundaknya membuat dirinya kaget liar biasa.

"Eh... kucing kayang," ucap Abel reflek lantaran tak sengaja melihat kucing lewat didepan matanya tadi.

"Hahaha, sejaka kapan kucing bisa kayang? Hahaha." tawa orang tadi tanpa merasa bersalah sedikitpun.

Abel menatapnya galak lalu membuang muka tak lupa ia bersedekah dada agar terlihat lebih pro dalam akting marahnya.

**************************************
         

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top