Part 18
Di hari Minggu yang cerah ini dimanfaatkan oleh Abel untuk lari pagi. Ia sudah siap dengan setelan baju santai khas nya.
Sebelum pergi ia menghampiri kedua orangtuanya yang berada di depan televisi.
"Ma, Pa, aku izin keluar dulu ya," pamitnya.
"Yasudah, hati-hati di jalan," ucap Hasan.
"Iya Pah," balas Abel sembari menyalami kedua orangtuanya.
"Pulangnya jangan terlalu siang ya," peringat Ratih.
"Siap Mah, assalamualaikum." Abel meninggalkan kedua orangtuanya setelah mereka menjawab salam.
Setelah didepan pintu, ia mengeluarkan ponsel kemudian disambungkan headset miliknya lalu mencari lagu untuk diputar setelah selesai ia menyelipkan headset itu di kedua telinganya lalu memasukkan kembali ponselnya.
Ia memulai olahraga paginya dengan pemanasan setelah dirasa cukup ia langsung berlari kecil keluar dari komplek perumahannya.
Ia sangat menikmati lari paginya saat ini. Semua beban yang memenuhi pikirannya hilang seketika. Rasa letih, penat tergantikan oleh rasa seneng.
30 menit ia berlari mengelilingi taman akhirnya tenaganya terkuras habis. Ia duduk di bangku taman dengan nafas tersengal-sengal.
"Hi, kita ketemu lagi," ucap seseorang. Abel mendongakkan kepalanya. Matanya langsung membulat kala melihat pemilik suara itu.
"Biasa aja kalik natapnya," imbuh temannya dengan wajah datar.
"Jangan bilang lo terpesona sama wajah queen kita," ledek salah satu temannya.
"Gua masih doyan cowok kalik," gerutu Abel dalam hatinya.
"Udah lama ya kita ga ketemu." Abel mengambil nafas dalam-dalam lalu membuangnya secara perlahan.
"Iya," jawab Abel singkat.
Tak mau berlama-lama berurusan dengan mereka bertiga Abel berniat untuk pergi.
Baru saja ia berdiri dan akan melangkah pergi tangannya sudah dicekal oleh seseorang.
Abel menghempas tangan yang mencekal lengannya lalu menatapnya datar.
"Udah berani lo ya sekarang," ucapnya sembari menyilangkan kedua tangannya di dada.
"Gua lagi banyak urusan," jawab Abel dingin.
Setelah mengatakan itu Abel mulai melangkahkan kakinya, namun sayang dua orang menghadang jalannya.
"Minggir." Mereka berdua tak bergeming sama sekali. Abel mencoba mencari jalan lain, namun mereka terus mengikuti langkah kakinya.
"Mau kalian apa sih?" kesabarannya sudah habis. Ia mulai kesal dengan tingkah mereka.
"Santai dong jangan marah-marah gitu. Hm, gimana kalau kita makan dulu?" tawarnya.
"Sorry, gua masih ada urusan," tolak Abel.
"Sok jual mahal amet lo," cibir salah satu dari mereka.
"Kalau kalian ga suka sama gua ngapain kalian ganggu gua? Buang-buang waktu tahu nggak!"
"Heh! Kita udah baik ya sama lo terus balesan lo ini ke kita? Hah!"
Suasana semakin memanas. Abel masih diam tak bergeming, ia bingung harus melakukan apa. Jika dengan diam masalah bisa selesai itu mustahil, jadi ia harus memutar otaknya untuk mencari jalan supaya terbebas dari mereka.
"Gua nggak punya waktu buat ladenin kalian." Abel melangkahkan kakinya menjauh dari mereka. Salah satu dari mereka meyodorkan kakinya dengan sengaja sehingga membuat Abel hampir terjatuh karena tersandung oleh kaki itu.
"Bisa nggak sih nggak ganggu gua!" kesal Abel karena sudah muak dengan kelakuan mereka bertiga.
"Kalau nggak lo mau apa?" ucap Nasya menantang Abel.
"Sya, dia harus dikasih pelajaran biar nggak semena-mena lagi sama kita," saran temannya.
"Setuju," dukung temannya yang lain.
"Ok, tapi kira-kira hukuman yang pas apa ya?"
Abel mulai jengah dengan tingkah mereka bertiga. Jika dulu ia sangat takut bahkan sampai seluruh tubuhnya bergemetar sekarang tidak lagi. Tak ada rasa takut melainkan amarah yang memuncak hingga ubun-ubun.
"Udah selesai belum basa-basinya? Kalau udah gua cabut dulu," pamit Abel lalu membalikkan tubuhnya.
Nasya memegang pundak Abel lalu membalikkan tubuhnya. Dengan cepat tangannya mengarah lada pipi Abel. Abel yang belum siap pun langsung menutup matanya.
Lima detik, sepuluh detik... tak terjadi apa-apa. Abel memberanikan dirinya untuk membuka mata. Didepannya sudah ada laki-laki bertubuh tinggi memegang tangan Nasya yang hendak menamparnya.
"Al," gumamnya.
"Nggak usah cari masalah sama cewek gua," ujar Al dingin.
"Lepasin tangan gua," ucap Nasya karena Al mencengkram tangannya kuat.
Al melepaskan cengkeramannya, tetapi matanya masih menatap mereka tajam.
Nasya mengelus tangannya yang terasa nyeri akibat cengkraman tangan Al.
"Beraninya kok sama cewek," sindir Refa.
"Kalau kalian nggak ganggu cewek gua, gua juga nggak bakalan kayak gini ke kalian," jawab Al.
"Bacot." Refa langsung melayangkan tendangan pada perut Al. Al yang belum siap meringis kesakitan.
"Sialan," umpat Al sembari memegang perutnya.
Refa menatap Al tak bersahabat begitu juga dengan Al. Al tak mau dianggap pengecut hanya karena melawan wanita, jadi ia lebih memilih untuk mengalah.
"Gua bukan pengecut yang nyerang cewek, jadi mendingan kalian pergi dari sini."
"Bilang aja lu takut kalah dari gua," sanggah Refa. Al tak terima itu bagaimanapun juga ia tak suka bila ada yang meremehkannya.
"Ok, jika itu mau lo."
Refa tersenyum miring. Ia mulai menyerang Al dengan segala kemampuan yang ia miliki.
Tak mau kalah Al terus membalas serangan yang Refa berikan padanya.
Persetan dengan orang-orang yang akan mengatakan kalau dirinya itu pengecut, ia tak peduli sekarang.
Abel mulai merasa cemas dengan kondisi Al yang terus dipukuli tanpa henti oleh Refa, jika seperti itu terus maka Al akan terluka lebih parah lagi.
Bruk ...
Al terjatuh karena tak dapat menahan serangan dari Refa. Ia memegangi perutnya yang terasa nyeri.
Sementara itu Refa sudah bersiap untuk melakukan serangan terakhirnya.
Tangannya mengepal keras lalu mengarahkannya pada wajah Al. Al yang tak mampu melawannya lagi hanya bisa pasrah.
Sebelum tangan Refa menyentuh wajah Al ada seseorang yang menahannya.
***
See you again guys.....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top