Part 15
Sepulangnya dari sekolah Abel langsung bergegas untuk mandi. Ia sudah janji akan menemui Al di taman.
Ia sendiri bingung kenapa untuk apa Al menyuruhnya ke taman, tapi ya sudahlah itu tidak penting.
Lima belas menit ia kembali ke kamarnya dengan outfit sederhana. Ia hanya memakai kaos lengan panjang yang dipadukan dengan celana jeans dengan warna yang senada.
Ting... Ting... Ting...
Dentingan notif di ponselnya mengganggu pendengarannya. Ia mengambil ponselnya diatas nakas lalu duduk ditepi kasur.
Mega
Oi
Annabel
Lu kmn aja?
Knp? Kgn ya?
Gua emang ngangenin sih
🤣🤣🤣
Dih
Iyain aja
Kasian
Hahaha
Kalau ga kgn lu knp nyariin gua?
Ga nyariin
Nanya doang
Ga mo ngaku lagi
Dasar, Megarong
Budu
Wlek
Abel terbelalak kala melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 16:15. Al pasti sudah menunggu dirinya.
Ia langsung memasukkan ponselnya pada saku celana lalu bergegas menuju ke taman.
***
Al sudah berada di taman sekita lima belas menit lalu , ia pikir ia sudah telat karena tadi ia sempat terjebak macet. Tapi, ternyata ia harus menunggu selama lima belas menit.
"Abel kemana ya?" tanya Al sembari menatap jam tangan yang melingkar di tangannya.
"Al huh sorry huh gua telat huh," Abel berbicara dengan nafas yang tak beraturan.
"Santai aja gapapa kok," balas Al. "Duduk dulu gih," lanjutnya sambil mengisyaratkan Abel untuk duduk disampingnya.
"Thanks," ucap Abel lalu duduk disebelah Al.
"Harusnya gua yang bilang makasih ke elu," ujar Al sembari mengelap keringat Abel yang bercucuran.
"Eh," Abel kaget saat tangan Al menghapus keringatnya. Keadaan ini tak nyaman baginya.
"Ouh, iya Al lu kenapa nyuruh gua kesini?" tanya Abel berusaha mengalihkan pembicaraan.
"Ekhm, iya Sampek lupa gua. Gua ngajak lu kesini karena gua mau ngomong sesuatu yang penting sama lu."
"Apa?" tanya Abel sembari menatap Al yang juga sedang menatap dirinya, namun ia segera melepas kontak mata itu.
"Gua, gua suka sama lu." Abel mengerutkan alisnya kala kata itu yang Al ucapkan kata yang selalu ia hindari. Inilah Asan kenapa ia malas berteman dengan laki-laki. Tidak ada teman diantara pria dan wanita tanpa melibatkan perasaan.
"Becanda ya ga lucu." Abel berusaha mencari kebohongan di manik mata Al, namun tak terlihat sedikitpun kebohongan disana.
"Gua ga becanda Bel, gua serius," tekan Al, ia menatap Abel dengan seksama.
"Kita baru kenal Al, ga mungkin lu langsung suka sama gua." Abel tak percaya kalau rasa suka itu bisa tumbuh secepat itu, apalagi mereka berdua jarang bertemu mungkin hanya saling bertegur sapa saat tak sengaja bertemu, mereka juga jarang berkomunikasi lalu bagaimana rasa suka itu timbul?
"Gua tau itu, tapi gua ga bisa bohongin perasaan gua, gua suka sama lu." Al terus berusaha meyakinkan Abel kalau perasaannya itu bukan rekayasa.
Abel menghela nafasnya pelan, ia mencoba menenangkan pikiran dan juga hatinya.
Pernyataan Al benar-benar membuatnya risih. Ia tak mau mempunyai hubungan dengan lelaki manapun saat ia masih berusaha mengejar mimpinya. Lagipula orangtuanya juga melarang dirinya untuk berpacaran.
"Gua-"
"Kita bisa jadi teman kalau lu belum siap buat jadi pacar gua." Al memberikan solusi seakan ia bisa membaca raut wajah Abel.
"Lo terlalu percaya diri Al," sindir Abel, namun ia merasa setuju dengan usulan Al.
"Nggak papa biar gua ngerasa masih punya harapan buat milikin lu, hahaha." Al berusaha mencairkan suasana yang semakin memanas saja.
"Ok, gua terima saran lo. Gua balik dulu ya Al soalnya gua ga sempet izin tadi," pamit Abel terburu-buru.
"Iya, makasih ya udah mau luangin waktu lu buat gua dan maaf kalau kata-kata gua bikin lu ga nyaman."
Al tak mau jika nantinya Abel akan menghindarinya karena merasa tak nyaman dengan ucapannya.
"Nggak papa dan maaf gua ga bisa lama-lama," ujar Abel lalu berdiri dari duduknya disusul oleh Al.
Al menganggukkan kepalanya sebagai jawaban dan Abel membalas itu dengan senyuman lalu ia bergegas pergi dari sana.
***
Al merebahkan tubuhnya diatas kasur miliknya. Matanya menatap langit-langit kamar, namun pikirannya masih tertuju pada Abel.
"Baru kali ini gua ditolak," ujar Al lalu mengganti posisinya menjadi duduk ditepi ranjang.
Al menatap foto Abel yang diam-diam diambil saat mereka pertama kali bertemu di taman.
"Ada yang beda sama lo Bel."
***
Pagi harinya Abel berangkat ke sekolah seperti biasanya, namun wajahnya terlihat tidak seperti biasanya.
Perkataan Al kemarin benar-benar membuatnya kepikiran. Ia tak mau terlibat cinta saat masih duduk di bangku SMA.
Tit... Tit... Tit....
Suara klakson motor membuyarkan lamunan Abel reflek ia terkejut lalu memandangi si pelaku.
"Pagi Bel," sapanya lembut.
"Bisa ga ga ngagetin," ketus Abel. Moodnya sedang tak baik sekarang.
"Gua anter yuk!" ajaknya.
"Nggak," tolak Abel lalu menghentikan taxi yang kebetulan lewat.
"Eh, kok gua ditinggal sih," ucapnya kesal saat melihat taxi yang ditumpangi sudah pergi.
"Bye Al," ucap Abel sembari melambaikan tangannya.
"Bye," balas Al sembari membalas lambaian tangan Al.
Abel sengaja menaiki taxi untuk menghindari Al. Ia masih belum bisa berpikir dengan jernih. Ia takut terjebak dalam rasa yang Al ciptakan.
Kebersamaan Al dengannya yang cukup singkat, membuatnya ragu untuk membalas cinta Al, lagipula tujuannya adalah mengejar mimpi untuk sekarang ini.
"Maaf Al untuk itu," gumam Abel, ia menatap Al lewat kaca belakang. Al masih disana, ia belum pergi.
"Lo ngehindar dari gua Bel," ujar Al lalu menyalakan motornya.
Abel membalikkan badannya, ia menghembuskan nafasnya kasar. Ia tak yakin keputusannya untuk menjauhi Al akan berhasil atau tidak.
Ia takut Al kecewa dengan keputusannya, namun ia benar-benar tidak bisa bermain cinta sekarang.
Pendidikannya jauh lebih penting dari apapun termasuk pernyataan cinta Al kemarin.
Tapi, bagaimana jika nantinya dia merindukan Al dan Al sudah tak ada lagi disisinya?
Bagaimanapun Al sudah menemani hari-harinya meskipun lewat virtual dan hanya lewat kata-kata, tapi itu jauh lebih dari cukup.
***
Enjoy the reading...
See you to the next part guys......
Stay be with my story...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top