7. Masa Lalu (3)

Ditatapnya langit yang masih belum terang diatas. [Nama], gadis itu sengaja pergi kesekolah lebih pagi. Kalian pasti Akan bertanya-tanya, mengapa? Bahkan,guru-guru saja mungkin belum datang dijam sepagi ini.

Gadis berQuirk Penyegel juga pencuri itu sekarang terdiam. Langkahnya terhenti. Saat dirinya sudah sampai ketujuannya. Gerbang tinggi besar Sekolah elit terkenal UA. Didepannya, berdiri seorang pria yang mungkin sedang menunggu seseorang. Tepatnya adalah dirinya sendiri. Mungkin.

"Eh? Sen..Pai?"

"Lambat, sialan."

Benar, kan?

*
*
STAY!
*
*

"Bukankah Bakugou-senpai Bilang... Aku yang harus menunggu diatap?" Setelah beberapa percakapan tak penting sebelumnya. [Nama] akhirnya menanyakan satu pertanyaan yang tadinya terus tertahan dihati.

Sebagai Info, sudah satu bulan hubungan antara Senpai-Kouheinya ini menjadi sangat erat hingga sekarang. Bakugou mendekati [Nama] hanya berniat untuk melindunginya dari para gadis-gadis yang iri kepada [Nama] karena kejadia satu bulan yang lalu,Tapi jika dilihat dari sikapnya mungkin lebih dari itu. Perasaan [Nama]? Tetap sama, dia tetap menyukai senpai pemarahnya ini. Entah dengan Bakugou, tetapi sepertinya perasaan mereka memang sama.

"Diam, sudah kubilang. Kau kan yang lambat? Jadi Aku menunggumu disana. Dasar." Ucap Senpainya masih berjalan dibeberapa anak tangga disana. Bersamanya.

*[Nama]'s POV

"Oh, ya? Ngomong-Ngomong Senpai,untuk apa kita keatap? Sepagi ini lagi."

"...Diam." yang tak kuinginkan diucapkannya sebagai jawaban.

"Heh.."

Sampai diatas, Bakugou-Senpai mengeluarkan kunci untuk pintu atap yang entah didapat dari mana. Dibukanya pintu yang terkunci disana. Baru setengah pintu itu terbuka. Aku sudah dibuat terpukau pemandangan pagi dari hamparan bangunan dibawah sana.

Kakiku melangkah maju dengan mulut yang sedang terbuka lebar. Sungguh. "Aku tak pernah melihat pemandangan Ini, Senpai." Aku mengucapkan kata-kata yang tengah berteriak tak karuan didalam hatiku

"Dan sekarang Kuperlihatkan." Ucapnya ikut melangkah maju ketempatku berada. Senyum angkuh terlihat jelas diwajah tampan miliknya.

"Uwaaahhh" Tatapanku kembali mengarah ke pemandangan yang tak boleh dilewatkan oleh siapapun ini. "Ooh.. Jadi ini alasannya senpai membawaku Kesini?" Tanyaku saat memutuskan untuk menjadikan pemandangan ini alasannya.

"Tidak hanya itu!" Ucapnya. Sisi yang selalu meledak miliknya mulai muncul.Dia menatap sinis. Tangannya merogoh saku. Dapat benda yang diinginkan, dengan secepat kilat dia menyodorkannya kearahku.

"Eh? I-Ini??" Kuambil pisau lipat berhias pink yang ada digenggamannya.

"Untuk orang yang menyakitimu!" Ucapnya menatap kelain arah. Telinganya memerah diikuti dengan pipiku yang rasanya juga memanas , oh ya ampun Senpai manis sekali.

"Tapi, bukankah ini terlalu kejam senpai?"

"Itu yang kumaksud, orang yang menyakitimu, Temanku. Wajib diperlakukan dengan tidak manusiawi. Karena, Besok hingga tiga hari kedepan, Aku akan ikut darmawisata. Jadi, mungkin menjadi kesempatan untuk para gadis -gadis sialan itu agar dapat mengganggumu."

"Ehhhahah! Senpai... Arigato.." Ucapku memberikan senyum tulus padanya.

"Yasudah, sebentar lagi bel bunyi! Aku duluan!" Ketusnya. Sedari tadi, matanya tidak melihatku sama sekali. Sebal.

Kutatap punggungnya yang mulai menjauh dari pandangan. "TUNGGU!" pekikku. Aku berlari menyusul raganya. Sedikit berjinjit, bibir ku tepat mengenai permukaan pipi sang senpai. Setelahnya Aku berbisik didepan telinganya "Besok, Semangat!"Dengan semburat merah sempurna, Aku mendahului Senpaiku. Tak peduli lagi dengan reaksi yang diberikan olehnya.

******

Dikelas. Lagi-lagi, Aku menemukan tumpukan sampah diatas mejaku. Coretan-coretan makian dapat terbaca jelas olehku karena ditulis sangat besar. Mataku menatap ke seluruh penjuru kelas. Terdapat,3 gadis tengah menatap juga tertawa sinis padaku. Oh, mereka pelakunya. Salahku? Sudah pasti, karena Aku dekat dengan salah satu Senpai terkenal bermarga Bakugou.

Lauren yang duduk disebelahku hanya diam. Sudah sekitar tiga hari yang lalu Dia mulai menjauhiku. Mungkin Dia takut kena Bully juga. Tapi, karena memang dari Awal Aku adalah orang yang Anti-sosial. Yap! Aku biasa saja. Malahan, Aku bisa lebih fokus tanpa seorang teman yang munafik.

'Kawan t@i'

Jika kalian bertanya tentang teman-temanku yang lain. Sebelum Lauren menjauhiku, mereka telah menjauhiku lebih dulu. Dan Aku mendengar kabar, bahwa ternyata mereka yang sudah menyebar rumor tentang kedekatanku dengan Monoma.

Kuambil satu-persatu kertas yang ada diatas meja, lalu kulempar sembarang arah. Tak peduli akan mengenai orang lain. Toh, mereka tak berani menegur ku juga. AKU BEBAS.

*****

Jam Istirahat. Diperjalanan kekantin. 3 orang yang mengotori mejaku menghampiri. "Nee..[Nama]-Chan. Boleh minta waktumu sebentar??" Salah satu nya bicara. Sok Imut juga sok ramah. Sisi lain, hati mereka sedang memaki-maki keras diriku. Tentu.

"Boleh." Ucapku tanpa keraguan sedikitpun. Disambut oleh tatapan terkejut oleh mereka. "He? Ada apa?" Ucapku ikut sok Ramah. Heh! Kalian pikir Aku takut dan akan meminta ampun? Salah.

Mereka membawaku kesisi belakang gedung sekolah ini. Aku sangat tau, mereka pasti akan main fisik sekarang. "[Nama]...kulihat, tadi pagi mejamu kotor. Kau tau kenapa haaah?!" Intonasi suaranya meninggi. Kedua tangan meraih leherku dan mencekik erat. Dia Mendorong paksa tubuhku hingga punggung bertubrukan dengan dinding secara kasar. Kurasakan kepala bagian belakangku berdenyut.

Kedua tanganku hanya bisa memegang erat pergelangan tangannya sambil berusaha melepas. Tenaganya kuat. Tapi jangan remehkan gadis pendiam yang rajin olahraga sepertiku ini. Dan lagipula, tak usah menguras tenaga. Aku dapat melumpuhkan ketiga anak ini seketika dengan kekuatan besar All Might yang kucuri.

Sedikit kufokuskan. Aku menggenggam lebih kencang pergelangan tangan gadis ini. Kesakitan karena genggaman bak All Might milikku. Sedikit meringis.Dia segera melepas kedua tangannnya dari leherku. Nafasku terengah. Kutatap mereka bertiga dengan tatapan datar.

"Kalian..." ucapku melangkah maju.

Sret!

Sekejap mata, poni rambut mereka terpotong oleh pisau lipat pemberian Bakugou-Senpai yang kuambil disaku rokku.

'Tajam juga nih pisau.'

Kilat. Aku lupa mengambil quirk ini di mana dan dari siapa. Mungkin karena ini kuambil waktu aku masih berumur 6 tahun. Jadi, biasalah kalau aku tak terlalu ingat apa yang terjadi waktu itu.

"Kyaaak!" Pekik mereka bersamaan.

"Kau..." Gadis yang tadinya mencekikku menggeram. Aku menahan tawa, sumpah rambutnya sangat lucu sekarang. "Jangan tertawa siaaaal!!!!" Sinar laser memancar dari matanya yang memerah. Sial, Quirknya keren juga. Tapi Quirkku yang ini takkan kalah. Secepatnya,Aku segera menghindar bagai kilat petir. Tubuhku dengan mudah sekarang berada dibelakang mereka. Quirk yang tadinya diarahkan kepadaku kini telah melelehkan tembok gedung sekolah didepannya.Mereka seketika terdiam, celingak-celinguk mencari wujud ku yang tiba-tiba saja sudah tiada dihadapan mereka.

"Horaaa.... Disini tau." Diriku terkekeh.

"Hah?" Ketiganya berbalik, raut wajah kesal terpatri jelas diwajah mereka.
"Sialan Kaaauu!!" Ketiganya maju menyerbuku. Sebelum akhirnya langkah mereka terhenti karena sadar ada orang lain dibelakangku.

"Apa yang kalian lakukan?!"

Aku menoleh, kudapati seorang Senpai yang kukenal. Dia adalah gadis yang selalu berada disisi Monoma. Aku memanggilnya gadis penjaga mulut. Hanya mulut Monoma. Jika Monoma berlebihan mengatai orang lain. Dialah yang akan menghentikannya. Dengan pukulan super tepat ditengkuk. Dasar, Monoma Tit*n. Kalau tidak salah Nama Senpai ini.....ah! Kendou Itsuka.

*****

"Nah, [Name]. Siapa yang mengajarimu untuk berkelahi sebagai sesama calon pro hero?" Dikantin, Aku sudah terduduk bersama Senpai yang tadinya bisa dibilang sudah menyelamatkanku. Mengganggu. 3 gadis pembully tadi dibiarkan pergi oleh itsuka-Senpai. Padahal, sedikit lagi mereka bisa terbunuh dengan strategiku.

"Uumm... mereka yang mulai duluan. Senpai, kumohon, jangan beritahu ini pada Ibu dan Ayah." Ucapku dengan nada merendah. Aku takut, karena jika kedua orang tuaku tau anaknya yang disekolahkan di SMA ini dengan tujuan untuk berubah, malah masih saja melakukan kebiasaan buruknya. Mereka pasti akan sangat marah, bahkan mereka pasti akan memindahkanku kesekolah yang lebih menakutkan dari sekolah ini.

".....Kali ini mungkin tidak, [Name]. Tapi,jika kau mengulanginya kembali. Aku tak punya pilihan lain." Setelah terdiam sejenak, Itsuka-Senpai akhirnya setuju untuk menutupi peristiwa yang baru saja terjadi tadi.

"Eh?! Benarkah? Kau akan menutupinya kan?!!" Ekspresiku kembali cerah.

"Hum, kali ini saja." Ucapnya sembari tersenyum dengan kepala yang terangguk.

"Aahhh!! Aku mencintaimu!! Senpai!" Teriakku dan memeluknya sangat erat. Dia hanya tertawa hambar menanggapi sikapku yang masih kekanakan ini. Tapi Aku tak menyangka,bahwa masih ada lagi permainan fisik yang menungguku kedepannya.

*3 hari kemudian.
.
.

"Ibu! Kumohon! Beri Aku satu kesempatan lagi! Aku tidak akan berkelahi lagi Bu! Aku berjanji!" Ucapku memohon sembari berusaha melepas genggaman erat dari tangan Ibuku. Selama tak ada Bakugou-Senpai. Mereka--para pembully-- terus saja ingin menyiksaku secara fisik. Hal ini tentunya menjadi faktor pendorong utama dari perkelahian yang kuhasilkan. Sampai Akhirnya, semua ini sampai ke telinga Ibu dan Ayahku.

"Tidak! NAK, SUDAH IBU KATAKAN, KAU KESEKOLAH UNTUK MENCARI TEMAN DAN BELAJAR, BUKAN UNTUK MENCARI MUSUH!"

"Tapi Bu, mereka yang memak-"
.
.
Plak!
.
.
Tamparan tepat dipipi menghentikan kalimatku. Mulutku terbuka dengan posisi yang sama dari kata yang akan keluar.

"Sudah Cukup! [NAMA]!!, Ibu sudah lelah! Sudah berkali-kali Ibu berusaha memindahkanmu kesekolah-sekolah terbaik demi merubah dirimu! Tapi apa yang kau lakukan, Nak!? Tak seperti yang Ibu harapkan!" hening sejenak. "Sekarang Ibu serius, kau akan pindah ke Amerika! Dan tidak diizinkan pulang selama 3 tahun!"

Dengan air mata tertahan dan hati yang sesak, Aku terpaksa menerima kata-kata yang keluar dari mulut Ibuku itu, Dia benar dan Aku memang salah. Apa yang kulakukan? Bahkan, Aku membuatnya menangis, sialan kau, [Nama]. "Sekarang, Semuanya terserah Ibu!" Bentakku dan berlari mengarah ke kamarku.

*****
*
*
*
*
*2 hari kemudian.

Sudah 2 hari, Aku mengurung diri didalam kamarku, yang Aku pikirkan hanyalah seorang lelaki. Yang cukup lama tak kutemui. 5 hari. Bagaiman kabarnya? Apa dia akan merasa aneh saat Aku tidak ada? Ah!tak akan, mungkin saja, sekarang dia sudah merasa bebas karena Aku yang kupikir merupakan bebannya telah menghilang tanpa jejak.

"[Nama],"

Terdengar suara Ibu yang tengah memanggil lembut diluar kamarku. Aku hanya menjawab dengan sebuah deheman. Walau ku tak yakin akan terdengar hingga keluar sana.

"Monoma datang, Ibu buka ya." Tak lama berseling,pintu kamar bercat putih milikku terbuka. Menampilkan wujud Monoma yang kini sudah memakai pakaian khas jepang dengan sangat rapi.

"Apa?" Ketusku pada Monoma yang kini senyum-senyum tak jelas kearahku.

"[Nama], Monoma adalah tamumu, sapa Dia dengan baik!"

"Ukh... Hai Neito, ada perlu apa?" Dengan berat hati Aku berusaha tersenyum sangat terpaksa.

"Yasudah, Ibu keluar ya.." setelah melihat keadaan yang mungkin akan baik-baik saja inipun,Ibu meninggalkan kami berdua didalam kamar.

"[Nama]!! Hari ini ada festival! Mau pergi denganku??"

"Hah? Kau tidak pergi dengan Itsuka-senpai saja?"

"Huuh... dia sudah ada janji dengan teman wanitanya yang lain.. Walau sebenarnya Aku tak berniat mengajaknya siih.. hehe"

"...Dasar."

"Kau ikut?" Tanyanya.

"Terserah. Lagipula,ini mungkin akan jadi hari terakhir Aku berada diJepang." Jawabku singkat. Mataku mengarah kepada koper yang sudah dipersiapkan Ibuku untuk kepindahanku.

*****

"Ramai sekali ya." Kutatap jejeran toko-toko yang sudah dikerumuni oleh para pembeli. Takoyaki. Kesukaanku. Tanpa bicara apapun pada Momoma, Aku segera berjalan menuju toko takoyaki terdekat. Dalam diam, Monoma mengikutiku.

"Neito-kun, kau juga mau?" Ucapku sembari melihat kearah Monoma yang sedang berekspresi aneh. Hanya dijawab anggukan cepat dan senyum hambar olehnya.

"Paman, Aku pesan 2!" Teriakku disertai senyuman. Jari mengisyaratkan nomor dua dengan membentuk huruf V.

"Baik,Nona. Tunggu sebentar yaa" jawab paman penjual. Sangat ramah.

"[Nama]"

Aku berbalik, tak ingin menjawab dengan kata-kata atau apapun. Aku hanya melihat kearah Monoma yang kini memandang kearah lain dengan tatapan kosong.

"Hoi, ada apa?" Bingung dengan sifatnya itu,aku mulai bersuara.

"Itu... bukannya Lauren." Jari telunjuk diarahkannya kepada seorang wanita yang sskarang sedang mengantri untuk membeli es serut.

"Oh." Aku ikut mengosongkan tatapan. Tiba-tiba menjadi sebal saat mata kami bertemu.  Reaksi yang diberikan selanjutnya adalah kepanikan. Eh? Ada apa? Aku bertanya-tanya. Tidak biasa, setelah melihatku Dia malah begitu.

"Monoma, ambil dan bayar Takoyaki ini jika selesai. Aku ada urusan." Aku berlalu sambil memberikan beberapa uang pada Monoma. Kuiikuti kemana si Lauren tadi pergi. Kuil? Mau apa dia? Kucari semak-semak dan bersembunyi didalamnya. Dari sini Aku dapat melihat dengan jelas, Laureb tengah menghampiri seorang pria bersurai blonde ash acak. Tunggu? Pria ini? Bakugou-Senpai? Apa yang dia lakukan bersama Lauren di tempat sesepi ini? Ah?

Mereka tertawa bersama.

Ukh, Aku tak bisa berpikir jernih lagi.

Mereka terlihat sangat Bahagia.

Pikiranku kemana-mana. Negatif. Tidak ada pikiran positifnya sama sekali.

Segera. Aku keluar dari semak-semak tempatku bersembunyi dan berlari kencang menjauh.

"[Nama]?!"

Keberadaanku diketahui oleh mereka.  Saat Namaku dipanggil,Refleks Aku melihat kebelakang dengan Kaki yang masih berlari. Aku melihatnya. Bakugou-Senpai mengejarku. Aku ingin berhenti dan membiarkan Bakugou-Senpai mendapatkanku.

Tapi.

Hati dan kakiku ini sepertinya menolak keinginan dari dalam lubuk hatiku. Buktinya, dengan amarah, Aku mengabaikan kemauanku sendiri dan terus berlari menjauhi Bakugou-Senpai. Sungguh, sekarang Aku benar-benar tak berani bertatap mata dengannya.

Ditempat yang tak jauh dari Festival, disekitaran pantai. Namun,Orang-orang tetap ramai disana. Aku berhenti, Karena kurasa sudah cukup. Aku terkejut.

Air mataku jatuh.

"[Nama]?"

Seketika Aku menoleh. Haha. Tidak mungkin Dia kan?

"Oh Neito-kun." Panggilku sembari membersihkan wajah yang dibasahi air mata. Aku tak berniat menatap wajah monoma dan segera menunduk.

"Ada apa? Kenapa menangis? Dan Kenapa kau berlarian tadi?" Aku tak dapat melihat ekspresinya sekarang. Namun, jika didengar dari suaranya. Bergetar.

"Tidak. Tak apa-apa."

"Bakugou ya?"

"!!" Aku terkesiap. Langsung mendongak dan mendapati ekspresi sedih di wajah Monoma.Kenapa Dia tau? Aku tak pernah cerita padany tentang kedekatan kami berdua. Tapi bagaimana?? Ukh, bukan saatnya memikirkan ini kan. Jika Dia memang tau,yasudah lah,aku tak peduli.

"Kenapa tak cerita padaku,[Nama]?"

"...."

"2 hari Kau tidak sekolah, beredar kabar bahwa Bakugou dan Lauren semakin dekat."

Nah, ya kan? Dia tak memerlukanku.

"Dan entah apa yang terjadi, Bakugou menyatakan perasaannya didepan semua murid di kantin."

Yang Dia perlukan hanya wanita itu.

"Tentu, dengan cepat Aku menanyakan pada Bakugou, bagaimana dengan [Nama]? Dia mengabaikan, hanya menjawab bahwa Kau hanyalah orang yang butuh perlindungan darinya."

Aku sudah menduganya, jadi tak apa kan?

Memang seharusnya tidak apa-apa. Tapi kenapa? Air mata kembali mengalir deras membasahi pipiku? Aku benarkan, Aku seharusnya tak apa. Perlu kehangatan, segera Aku memeluk tubuh tegap Monoma.

"A-aku terlambat! Hiks-hiks!" Aku menggenggam erat baju pria yang lebih tinggi dihadapanku. Air mataku terus berlinang walau pria yang memelukku ini sudah berusaha menenangkan.

"[Nama]? Beritahu Aku, apa yang terjadi? Kenapa kau menangis begini?" Walau Dia sudah tau,dia bertanya seakan pura-pura tidak tau.

"Di-dia su-sudah bersamanya dan i-ini terjadi kare-na hiks ketidakberanianku!!" Jelasku dengan genggaman dibaju yang semakin erat. Seakan membisu. Monoma hanya terdiam.

*Author's POV.

Isakan tangisnya terasa menggema keseluruh Dunia. Mengalahkan suara keramaian orang-orang di festival, mengalahkan suara kembang api dimalam musim panas ini yang seharusnya lebih nyaring.
Bersamaan dengan kembang api yang mulai meluncur keangkasa. Berlomba-lomba meledakkan diri dan menampakkan keindahan setelahnya. Soal ledakan, [Nama] teringat seseorang.

Besoknya,[Nama] sudah pergi meninggalkan tempat lahirnya, Jepang. Meninggalkan semua kenangan-kenangan berharga yang menyakitkan.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Next?
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Alhamdulillah..bisa selesai sekarang.
Maafkan segala typo dan kesalahan yang Author perbuat dicerita kali ini. 😊
Selanjutnya, Authot bakal berusaha yang terbaek buat para pembaca sekalian.

Midoriya: *tiba-tiba nongol* "Thor, kenapa tiba-tiba Bakugou nya sama Lauren? Bukannya Dia dekat dengan [Nama]-San?"

Saya sendiri: *muka sok alim* "Tuhanku, maha membolak-balikkan hati." *ditabok sama Todoroki* "Auuh! Paan sih?!"

Todoroki: *muka datar kayak triplek* "pengen aja."

Saya sendiri: *mulai mesum* "eeehhh?? Mau cium apa mau nabok?"

Todoroki: *aura kegelapan* Dua-Duanya.

Saya sendiri: *kegeeran sendiri*

Midoriya: *Langsung diabaikan dan dilempar oleh Author*

Todoroki: *smirk* "Tapi dua-duanya dimimpi, dibunuhnya sekarang"

*kejar-kejaran satu abad*

#gaje,lupakan.:)

Daaan....
.


.
.
.
.
.
.
Selamat menunaikan ibadah puasa,bagi yang melaksanakan ya.😃
.
.
.
.

Maaf jelek ya,😂

Cool. Ajak tarawih gih. Biar gak dikira jomblo gituu😏. Btw, author nge-Ship mereka🤣
.
.
Bye, sayangku😘😂

Salam hangat:)

Scarlet~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top