9. Eh, Ketahuan!
Waktu berlalu lama sekali, keduanya sudah bosan setengah mati di kereta kuda, hampir seharian mereka terjebak di dalam kereta. Kepala mereka saling sender sedang kaki mereka selonjoran ke kursi depan. Yah, Jeslyn masih ada di sana, itung-itung sebagai bantal kaki.
"Pak? Kapan sampainya?"
"Sekitar lima belas menit lagi."
"Ahh...."
Evelia maupun Luna mendesah panjang, sudah terlampau lelah. Tubuh mereka pegal-pegal, setelah sampai di perbatasan ibu kota mereka mengganti kereta kuda dan penampilan untuk aksi selanjutnya. Benar. Membuangnya ke rumah sakit jiwa. Lihat saja kini keduanya sudah siap menggunakan wig palsu berwarna coklat. Sekiranya nanti mereka akan berpura-pura menjadi saudari Jeslyn.
"Heh, bocah. Kamu mau dibuang ke RSJ, lho. Gak mau ngucap salam atau pamitan gitu ke author-author ini?"
"Lia udah deh, jangan mulai."
"Tapi, beneran Lun. Nih anak harusnya bilang terima kasih kita bawa dia ke RSJ. Soalnya dia kan salah satu penyebab kiamat juga, akhir-akhirnya nanti kalau ketemu pemeran utama pria atau antagonis malah bisa-bisa nanti dia ikut mati."
"Ck, kamu malah membenarkan yang salah lagi."
"Kaya yang nggak aja."
Luna terkekeh lembut mendengar penuturan Evelia, kepalanya menggeleng pelan, jelas sekali benar bahwa Jeslyn hanya akan merepotkan dan mempercepat kiamat. Jadi ini adalah pilihan yang tepat, menjauhkan pemeran utama wanita yang memiliki pelet kuat menarik cowok-cowok di sekitarnya yang bisa menyebabkan kiamat. Kurang baik apalagi coba mereka?
Mereka tuh sebenernya pahlawan ( '◡‿ゝ◡')
Di novel 'Endless Blashpemy' itu penyebab utama kiamat ada tiga faktor. Kesialan pemeran utama pria, kisah percintaan segitiga pemeran utama pria, antagonis dan pemeran utama wanita, dan terakhir musuh keluarga kerajaan yang berupa penyihir agung. Jika tiga ini benar bisa dihentikan, kemungkinan kiamat akan semakin kecil.
Setelah waktu kembali berlalu, kereta kuda akhirnya berhenti tepat di ujung kota. Kini di hadapan mereka terdapat rumah sakit besar dengan batu-batuan hitam yang menjadi dinding, pagar setinggi sepuluh meter dengan runcing tajam di atasnya menandakan tidak ada yang bisa kabur dari sana dengan mudah.
Evelia dan Luna segera bersiap turun dari kereta sembari memapah Jeslyn yang masih tertidur setelah setengah hari berlalu, sekarang Jeslyn tidak ada ubahnya seperti kerbau tertidur lelap, obat Luna manjur sekali memang. Setelah mendapatkan izin masuk dari petugas keamanan dengan alasan membawa pasien, mereka memasuki rumah sakit jiwa tersebut, pandangan mereka menyebar melirik sekeliling yang kian suram."Sumpah. Suram banget," ujar Luna bergidik ngeri.
Evelia terkekeh mengangguk masih memapah Jeslyn. "Yang penting ini tempat teraman buat ngurung dia untuk memperkecil konflik. Gak ada yang tahu ke depannya gimana. Setidaknya satu konflik cinta terselesaikan."
Keduanya yang saling pandang menghela napas, sedikit tertawa geli-- mereka benar-benar akam membuang Jeslyn di sini mau bagaimanapun. Kasihan. Luna mengerti apa maksud sahabatnya tersebut, karena menurutnya pun ini adalah pilihan yang tepat. Setelah sampai di ruang pemeriksaan, segera mereka membaringkan tubuh Jeslyn menunggu dokter datang. Lagipula balik lagi ke awal, tokoh-tokoh di sini hanya fiksi sedangkan mereka nyata. Nyawa mereka lebih penting, egois memang.
"Selamat malam. Maaf membuat Anda sekalian menunggu. Sudah lama kami tidak mendapatkan pasien baru. Atas nama Nona Jeslyn Nordin? Ada yang bisa saya bantu?"
One, two, three, go!
Mari mulai sandiwara selanjutnya untuk menghentikan kiamat!
Evelia tersenyum sedih sembari mengangguk, aktingnya kembali dimulai dengan memberikan sinyal dua jari terlipat pada Luna. "Tentu saja dokter. Kami adalah saudari Nona Jeslyn Nordin. Saya sulit untuk menjelaskan bagaimana kondisi saudari kami. Sebagai keluarga, kami sangat khawatir pada saudari kami ini. Ini adalah ujian yang sangat berat," keluhnya dengan mata berkaca-kaca, satu tangan berada di dada dengan satu tangan yang lain menghapus air mata.
Berhasil! Dokter terpancing kini mulai mengangguk prihatin, pria dengan usia kisaran tiga puluh itu memeriksa kondisi tubuh gadis di hadapannya sembari menulis hasil pemeriksaan pada catatan. Pandangannya kembali teralih pada kedua gadis yang memiliki surai yang sama seperti pasien.
Menurut pemeriksaan fisik jelas pasien tidak mengalami keluhan, sepertinya sakit ini ada di tempat lain. Dengan hati-hati dokter menepuk pundak Evelia. "Ini pasti sungguh berat untuk keluarga Anda. Saya amat paham. Anda tinggal menyampaikan kondisi pasien saat ini. Secara fisik dia baik-baik saja, sehat wal afiat. Tapi saya tidak tahu bagaimana tentang kejiwaannya. Mungkin Anda bisa menjelaskannya?"
Luna mengangguk, ekspresinya tertekan sesaat mulai menggigit bibirnya menatap dokter dengan emosional, berusaha memberikan reaksi terbaik penuh kesedihan. Rangkaian kata dia kembangkan sedemikian rupa, menceritakan skenario terbaik yang menyentuh.
Evelia tersenyum miring melihat Luna yang mendalami perannya.
"Dokter, saudari saya ini selalu berhalusinasi bahwa dia adalah seorang putri. Dia selalu berkata Putra Mahkota akan memanggilnya untuk dipersunting. Tapi nyatanya halusinasi itu semakin parah, sampai dia menyakiti salah satu pegawai Putra Mahkota memintanya untuk membawanya ke istana."
"Apakah saat itu pasien dapat ditenangkan?" Dokter mengetukkan penanya kembali menulis di catatan, wajah dokter terlihat serius. Evelia dengan raut wajah sedih mengangguk, mulai menimpali dengan alasan masuk akal yang akan menyelamatkan mereka. "Iya, tapi itu setelah penjaga keamanan membuatnya tidak sadarkan diri. Setelah itu halusinasinya semakin parah."
Air mata mengalir dari kedua mata Evelia dengan wajah memerah menahan isak, menegak saliva bibirnya mulai bergetar. "Jeslyn.., Jeslyn selalu menganggap kami adalah pegawai Putra Mahkota yang akan menjemputnya. Pegawai yang saat itu dia temui. Karena hal itu, dia mulai menjadi kasar dan menyakiti kami karena kami tidak membawanya ke istana." Tangisan sudah membasahi pipi Evelia yang menangis hebat. Percayalah saja dokter, ini demi kebaikan kita bersama.
"Lalu?" Dokter mendengarkan dengan seksama, pria itu memandang Luna untuk melanjutkan dikarenakan Evelia yang menangis deras. Luna dengan sorot sedih mengangguk menatap dokter. "Puncaknya, hari ini salah satu pegawai istana lain yang datang ke tempat kami bekerja diserang. Dia diserang dengan cekikan, pegawai itu hampir mati jika saja Jeslyn tidak dihentikan. Kami dipecat dari tempat kerja. Hingga akhirnya membawa Jeslyn ke mari."
Wah, luar biasa. Sebagai author imajinasi dan daya khayal mereka tidak terbuang sia-sia. Kebohongan ini akan terasa nyata sekarang. Menahan tangis Luna menengadah menatap langit-langit ruangan melanjutkan, "Dia pantas mendapatkan perawatan yang layak agar kembali normal."
"Kami mohon Dokter..., sembuhkan saudari kami...."
Luna dan Evelia sudah mengerahkan seluruh kemampuan mereka dalam berakting, khayal juga imajinasi. Terlebih Evelia yang kini wajahnya sudah memerah karena terus menerus menangis, terisak hebat sementara Luna memeluk sahabatnya pura-pura menguatkan. Lagipula karangannya soal kondisi Jeslyn tidak sepenuhnya salah; soal hampir membunuh. Karena jika dibiarkan, nyawa Luna sebagai Ayudia tunangan Calix ada di ujung tanduk setelah pria itu bertemu Jeslyn dan mulai jatuh cinta.
Dokter yang mendapatkan dua saudari yang kini tengah bersedih mulai prihatin. Mulutnya terbuka sebelum terinterupsi dengan Jeslyn yang akhirnya kembali mendapatkan kesadaran. Untuk sesaat Luna dan Evelia terpaku. Ish! Pengaruh obat tidurnya kenapa harus berakhir sekarang sih? Padahal mereka hampir saja berhasil.
Gadis di atas ranjang terbangun, rintihan terdengar sementara Jeslyn memijat kepala yang nyeri. Perlahan menatap sekeliling ekspresi wajah Jeslyn berubah murka, netra perak itu melotot sementara tangannya menunjuk kedua author. Duh, gawat. Mereka berdua menegak ludah. "Kalian menipuku! Kalian tidak membawaku ke istana!"
Jeslyn panik menatap sekitar, melihat salah satu tanda tulisan rumah sakit jiwa dia semakin melotot, terbelalak kembali berseru murka. Hey! Dia tidak tahu apa salahnya, ditipu, diculik dan sekarang dimasukkan ke rumah sakit jiwa. Siapa dua orang sinting ini?! Amarahnya meluap-luap, sementara dokter yang percaya pada kedua author segera menekan bel memanggil perawat. Dokter bisa melihat ketidakstabilan emosi dari pasien.
Evelia menutup mulutnya berusaha tidak menahan tawa ketika dokter mulai panik sedangkan Jeslyn berteriak murka, dengan slay-nya dia kembali berakting. "Kami tidak menipumu Jeslyn..., kamu perlu diobati..., aku- sebagai saudari, aku tidak bisa membiarkanmu terus berkhayal menjadi pendamping Putra Mahkota." Aduh, aduh, aduh muka Jeslyn sekarang terlihat makin emosi mendengarnya, ngakak, bodo sih tuh anak. Jiwa roasting Evelia berkobar-kobar.
Sedangkan dokter dan suster sudah menarik Jeslyn agar tenang dan tidak bergerak. Walau begitu, tidak terima dengan tipuan ini Jeslyn kembali berteriak. "Berhenti bersandiwara! Aku tidak pernah meminta menjadi seorang putri! Percayalah padaku!"
Luna sedikit merasa bersalah, tapi di satu sisi dia juga tidak mau mati. Kini dengan ekspresi penuh penyesalan Luna memalingkan wajah, ini harus segera berakhir. "Dokter. Seperti yang dokter lihat, dia sedang tidak stabil. Untuk biaya kami akan membayar secara langsung. Saya harap saudari saya cepat sembuh." Dokter yang mendapatkan raut wajah tidak baik dari dua keluarga pasien mengangguk, masih salah paham menganggap Jeslyn benar-benar gila.
Sebelum keduanya benar-benar beranjak pergi, Jeslyn sepenuh kekuatan memberontak dan menarik kerah Luna yang kini tercekik, segera saja Evelia menepis tangan tokoh naif itu dari menyentuh sang sahabat, tapi gagal karena kini Jeslyn mencekik Luna kuat. "Apa yang kalian lakukan?! Aku tidak gila! Berhentilah berbohong!"
"Dokter!"
Sebelum keadaan semakin kacau, suntikan sudah menancap di leher Jeslyn yang langsung terjatuh ambruk. Wajah Luna pucat karena cekikan tadi, memar merah samar terlihat jelas di leher sementara Evelia menangkap tubuh sahabatnya, menatap tajam Jeslyn yang tidak sadarkan diri. Awas saja kau Jeslyn, beneran gila nanti kau di sini!
"Saya sekarang percaya pada perkataan Anda sekalian. Walau tadi dia mengatakan hal lain. Tapi dia memiliki mental tidak stabil. Karena itu saya harap kalian bisa menunggu perkembangan saudari Anda."
Evelia mengganti ekspresinya kembali bersedih mulai menggeleng pelan, menggenggam tangan sang dokter kuat. "Tidak masalah. Terima kasih. Terima kasih, Dokter." Dokter mengangguk, memberikan salam sebelum pergi. Setelah selesai dengan misi pembuangan pemeran utama wanita ini akhirnya mereka menuju tempat administrasi pembayaran. Keduanya segera kembali menuju kereta kuda lain yang sudah mereka pesan dalam perjalanan menuju rumah sakit.
"Luna. Kamu baik-baik aja?" Evelia melepaskan wig bertanya, kepalanya melirik Luna yang kini menyentuh pelan leher yang merah akibat cekikan. Evelia menghela napas, tahu jika Luna merasa bersalah kepada tokoh wanita. Dengan sedikit penghiburan Evelia menarik tangan sahabatnya. "Luna. Dia pemeran utama wanita di dunia ini. Pemeran utama. Dunia bakal selalu berpihak sama dia asalkan kiamat gak datang. Jangan khawatir."
Evelia meyakinkan Luna, kalau dia merasa bersenang-senang karena akhlaknya yang patut dipertanyakan. Luna setidaknya memiliki hati yang lebih lembut-- kadang terlalu baik walau akhlaknya rada jeblok juga di sisi lain-- yang pasti lebih baik darinya. Luna tersenyum kecil, rumah sakit sudah hilang dari pandangan. Jarak mereka sudah cukup jauh dari tempat Jeslyn hingga akhirnya dia bisa bernapas lega. Evelia benar, pemeran utama punya peruntungan sendiri, setidaknya anggap saja dia aman dikurung sebagai salah satu penyebab kiamat.
Seakan semesta tidak membiarkan keduanya tenang, roda kereta kuda yang mereka naiki tersangkut di tengah jalan. Segera saja mereka keluar dari kereta menunggu kusir memperbaiki kereta tersebut, Evelia tersenyum kecil menepuk bahu Luna yang terduduk di salah satu batu lantas mengambil dua kantong air minum mulai bersulam. "Ayo, Luna. Cheers! Misi pertama pembuangan pemeran utama wanita berhasil!" Luna tertawa kecil mulai mengangguk, benar, yang penting misi berhasil. "Cheers!'
Keduanya tertawa lepas. Dua author ini memang tidak terkalahkan. Masih bersenang-senang dengan kemenangan misi Evelia tersedak air minumnya menemukan pria tidak asing yang mendekati mereka.
Yakni, pemeran utama pria. Si sial.
Woy! Napa ni anak bisa sampai ke sini?!
"Sebenarnya apa yang kalian lakukan pada gadis itu?" Tubuh pria itu kotor, kondisinya buruk sekali hampir mirip seperti gelandangan. Dalam hati mereka mengumpat bahwasanya penyebab kereta ini rusak karena kesialan tokoh ini. Dan terlebih lagi Cavin tahu perbuatan mereka.
Mereka ketahuan!
Bersambung...
06/03/2023
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top