4. Aing maung~
Luna meringkuk dengan ekspresi kosong di balik semak-semak. Mustahil dia akan pergi ke istana dengan kondisi seperti ini. Apa dia kabur saja?
Benar, ide yang bagus. Dibanding tinggal di keluarga gila lebih baik dia pergi kabur. Tapi, bagaimana? Dia kan miskin. Masa mau jadi gelandangan?
"Tidak tahu. Tidak tahu. Tidak tahu."
Bibir Luna meracau tidak tentu arah. Jika begini, bukankah dia bisa menjadi gila juga? Di tengah kebingungan dan kepasrahan yang dimiliki. Dari arah jalan tempat kereta melaju terdengar suara derap kaki, berjalan melewati semak-semak yang Luna tempati. Diikuti setelahnya, suara bising juga derap kaki kuda yang berurutan. Seru-seruan terdengar mengatakan beberapa prajurit menjadi korban bom yang meledak.
Tepat saat di mana Luna hendak beranjak. Dia ditemukan oleh salah seorang pria tampan yang bisa membuat siapa saja jatuh hati dengan mudah. Apalagi aura kejahatan yang membuat pria itu mempesona. Rambut pirang pucat dengan iris emas menyala. Serta tubuh tinggi dengan dada bidang sempurna. Aura dingin yang mempesona juga mematikan, Calix Beauregard. Antagonis penjahat yang menjadi putra mahkota saat ini atau lebih tepatnya tunangan Ayudia.
Sebenarnya dia tidak jahat-jahat amat. Karena yang dilakukan Calix adalah sebagai perlindungan diri karena banyak orang yang berusaha membunuhnya. Namun, kejahatan aslinya mulai timbul saat pemeran utama hadir di istana. Itulah awal mula kejahatan Calix berkembang.
"Ternyata kau selamat."
Luna tersenyum palsu yang lagi-lagi sebagai keahliannya. Kenapa di dunia ini banyak sekali yang ingin dia mati? Lihatlah tampang pemuda di hadapannya yang terlihat memutar bola mata malas bahkan menghela napas lelah. Dasar tokoh durhaka, Luna ini penciptamu wahai Calix.
"Iya, saya selamat. Sepertinya Tuhan benar-benar berpihak pada saya sekarang."
Calix mendengarkan sembari mengerutkan dahi, tangannya terjulur tetap membantu Luna berdiri. Walau tidak suka pada Ayudia, antagonis ini masih waras dibanding penjahat yang lain. Setidaknya untuk sekarang. Setelah Luna bangkit dengan cekatan Calix langsung memangku gadis tersebut dan menaikkannya ke atas kuda.
"Kita akan pergi ke istana untuk mengobatimu."
"Eh? Kenapa tidak langsung ke rumahku?"
"Karena jarak istana lebih dekat."
Luna menghela nafas panjang karena rasanya dia sekarang sedang senam jantung. Coba pikirkan, bagaimana seorang cogan dengan aura super keren menggendongmu tiba-tiba lantas sekarang menaiki satu kuda bersama? Wah, sekali. Walau tokoh fiksi, tetap saja untuk sekarang semua ini nyata.
Kan meletoy tuh jiwa pencinta cogan.
Jika saja Luna bersama Evelia sekarang, sudah tentu teman tidak waras yang sering menyamar sebagai buaya betina akan menyerang antagonis tampan ini tanpa basa-basi. Untung saja itu Luna. Eh, tidak juga deng, kan dia juga akhirnya akan mati ketika antagonis bertemu pemeran utama wanita!
Dahlah, nasib sial. Hiks.
"Kau bersikap berbeda. Apa kematian bisa merubah seseorang ya?"
Luna menegak ludah. Padahal dia tidak pandai berakting. Lantas dia harus bagaimana menjawabnya?! "I- itu, saya berpikir untuk bertobat sebelum kematian kembali menjemput saya." Apa sih yang dia bicarakan?! Bahkan hidayah saja tidak pernah dia dapatkan! Makanya dia menjadi salah satu author tidak punya akhlak.
"Oh, ternyata kau sadar."
"Sa- sadar?"
"Iya, sadar kalau kau hidup dipenuhi dosa."
Luna hanya bisa memasang ekspresi tembok. Ya! Dia memang penuh dosa. Tapi lu lebih banyak Hartono!
Setelah menahan kekesalan dan rasa emosi tidak tertahankan. Luna membuat otak pendeknya terasa terbakar, hingga lelah atas segala hal dia tidak sengaja tertidur dalam pelukan antagonis.
.
.
.
Luna berharap ketika dia membuka mata dia sudah kembali ke kamar sempit dan berantakan miliknya. Alih-alih mendapatkan kenyataan, lagi-lagi kini mendapati diri di kamar mewah berlapis emas. Kalau begini dia akan tobat dari halu jadi anak sultan.
"Ah, Anda sudah sadar. Beristirahatlah, saya akan panggilkan Putra mahkota."
Setelah mengatakan hal tersebut, pria dengan jas putih pergi meninggalkan Luna sendirian. Ya, kini dia sedang berada di salah satu kamar istana kerajaan. Luna merasa lelah. Luna lebih dari tahu jika dia suka halu ditabrak truck-kun lantas masuk isekai jadi bangsawan dan holkay dicintai banyak cogan.
Tapi, bagaimanapun dia merubah alur kisah cerita ini. Itu semua percuma. Karena akhir dari dunia ini saja kiamat. Mungkin saja dia bisa menghindari kematian, tapi bagaimana dengan kiamat yang dibawa oleh pemeran utama?
Bukankah dia juga akan mati pada akhirnya? Karena itu dibandingkan menghadapi kiamat yang temannya buat untuk menistakan tokoh-tokoh fiksi ini. Dia lebih memilih kembali ke kehidupan nyata yang setidaknya kiamat tidak akan datang secara pasti. Tidak seperti di sini.
Benar. Yang Luna inginkan sekarang hanya pulang.
"Kau sudah bangun? Padahal kukira kau mati lagi karena tiba-tiba memejamkan mata seperti itu."
"Hahaha, Anda mengatakan itu dengan kecewa seperti mengharapkan saya agar segera mati."
"Memang iya."
Jleb! Sudahlah, hatinya benar-benar nyeri mendapatkan kenyataan dia tidak diharapkan siapapun. Apalagi tokoh yang dia susah-susah ciptakan sendiri.
"Kalau begitu kenapa bisa ada bom di keretamu? Apa salah seorang saudaramu berusaha membunuhmu? Dan kenapa kamu bisa selamat?"
Sebenarnya mendapatkan banyak pertanyaan seperti itu ingin membuat dia mengeluarkan kata-kata mutiara. Tapi, karena dia sedang stress dan merasa lelah sekali. Luna hanya bisa terdiam dengan pandangan kosong pura-pura tidak mendengar pertanyaan antagonis.
"Hey, aku bertanya."
Lah, terus apa pedulimu mas? Emang lu siapa sok peduli kek gini. Padahal kan nyatanya kamu benci setengah hidup pada Ayudia. Luna benar-benar sudah stress dengan semua ini. "Teuing, lieur aing mikiran belegug na, ieu novel. Balik ka imah, aing hapus ieu carita gelo."
*Gak tahu, pusing aku mikirin bodohnya ini novel. Pulang ke rumah, aku hapus cerita gila ini.
Kebiasaan Luna. Ketika dia marah dan frustasi tingkat tinggi maka bahasa lokalnya keluar dengan lancar. Menghujat dunia dan segala isinya. "Aku tidak mengerti kau bicara apa," ucap Calix.
"Terus aing kudu kumaha? Emangna maneh ngertos penderitaan singkuring? Henteu kan? Sok makanna maneh jempe."
*Terus aku harus gimana? Memangnya kamu ngerti penderitaan aku? Nggak kan? Makanya kamu diem aja.
"Ayudia?"
Entah apa yang merasuki Luna. Gadis itu berpikir bahwa bahasa yang dia gunakan tidak dimengerti di sini. Sebab kini dirinya menggunakan bahasa lokal, dan ide jahat muncul dipikiran gadis itu. Kalau dipikir-pikir juga tubuh Ayudia itu lentur karena sering menari balet. Jadi, bukankah setidaknya dia bisa kayang?
Dengan menumpuk segala kenistaan takdir dan memendam kekesalannya terhadap semua orang di dunia. Tiba-tiba tubuhnya mengejan, rambut panjang terulur menutupi wajah serta lehernya bergerak agresif ke kanan dan kiri.
"Kau sebenarnya kenapa?" tanya Calix bingung dengan gadis di hadapannya yang tiba-tiba bersikap aneh.
"Hehehe..."
Bruk!
Tubuh Luna terjatuh ke lantai dengan keras. Membuat Calix terperanjat dan langsung mundur tanpa sadar. Mendapati tubuh tunangannya yang tiba-tiba merangkak sembari memelintir lehernya ke samping dengan seram membuatnya berteriak waspada. "Siapa kamu?!"
"Aing maung~"
Tersadar kalau tunangannya kerasukan setan. Calix berteriak minta tolong pada pengawal untuk memegangi tubuh Ayudia yang tiba-tiba menggeliat agresif tertawa kencang. Tanpa disangka-sangka gadis itu kayang dan membuat prajurit penakut berteriak kabur meninggalkan Calix yang terdiam segera mundur beberapa langkah.
"Hehehe..."
Ternyata, kesurupan adalah salah satu alternatif untuk menghilangkan stress.
Bersambung...
03/04/2023
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top