SAFM - BAGIAN TUJUH BELAS
"Mikaaa...."
Ziyan menyeruak masuk langsung memeluk Mika ketika kakak tirinya itu membuka pintu. Sengaja ketika pergi, Mika melarang Ziyan membawa kunci rumahnya. Alasannya, takut hilang atau dicuri orang. Nanti bisa-bisa rumahnya kemalingan. Konyol bukan.
"Aku merindukanmu." Ziyan masih saja memeluk Mika. Dan pemuda berkulit putih itu hanya bisa diam. Dia terlalu syok.
Ini masih pagi dan Mika baru bangun tidur ketika ada suara bel pintu. Tadi malam Mika begadang sampai jam satu untuk menunggu kedatangan Ziyan. Parahnya, Mika tertidur di atas sofa.
Mika mendorong sedikit tubuh Ziyan yang sedikit lebih besar darinya. Dia tidak bisa bernapas.
"Maaf-maaf, aku terlalu merindukanmu." Ziyan melonggarkan pelukannya kemudian dengan pelan melepaskan. Walaupun sebenarnya dia tidak rela. Ini kali pertama dia bisa memeluk Mika yang selama ini cuma dalam angannya saja. Ziyan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
Suasana canggung langsung terasa di antara mereka berdua.
"Kau baru pulang?" tanya Mika setelah melihat alrojinya. Ini baru pukul delapan pagi. Ziyan mengangguk.
"Maaf. Seharusnya aku pulang kemarin tapi ada kejadian yang tidak terduga. Aku dan beberapa model lainnya harus melakukan pesta perpisahan sampai tengah malam. Padahal aku sudah menolak dan meminta pulang lebih dulu tapi ada dayaku, tiket tidak diberikan. Alhasil aku baru bisa pulang pagi ini dengan mengambil penerbangan pertama." Ziyan berbicara tanpa jeda.
Mika mengamati wajah lelah Ziyan. Dia ingin marah tetapi diurungkannya. Semua kekesalan dan kemarahan yang akan dia berikan untuk Ziyan menguap sudah. Ada senyum tipis yang terukir di bibir Mika. Sangat tipis hingga mungkin Ziyan takkan menyadarinya.
"Apa kau merindukanku?" tanya Ziyan tiba-tiba.
"Apa?" Mika sedikit kaget dengan pertanyaan Ziyan yang terlalu mendadak. Bahkan dia belum sepenuhnya sadar setelah Ziyan dengan tanpa permisi memeluknya.
"Aku bertanya apa kau merindukanku?" Ulang Ziyan, tersenyum menggoda.
Mika kali ini sudah sadar sepenuhnya dan langsung memberikan Ziyan tatapan dingin. Dia berbalik dan meninggalkan Ziyan yang masih di ambang pintu.
Ziyan tersenyum kemudian menyeret kopernya, mengikuti langkah Mika untuk masuk ke dalam.
"Aku lapar."
"Apa?"
Katakan Mika aneh pagi ini. Otaknya jadi sedikit lambat menerima respon dari lawan bicaranya.
"Aku lapar. Apa kau sudah memasak sarapan?" tanya Ziyan yang langsung melangkah ke arah dapur.
Mika diam sejenak. Dia baru bangun ketika Ziyan menekan bel rumahnya. Jangankan sarapan. Bahkan dia belum mencuci wajahnya saat ini.
"Bukankah di pesawat sudah mendapat jatah makan," ucap Mika yang sudah berada di dapur juga.
Ziyan menatap sekeliling. Seolah mencari sesuatu.
"Aku tidur di pesawat tadi, jadi aku tidak memakan jatah makananku," jelas Ziyan yang masih mencari sesuatu yang bisa dimakan.
Mika menghela napas. "Aku belum masak sarapan."
"Hah?"
Ziyan langsung berhenti mencari makanan. Dia menatap Mika untuk beberapa saat. Menilai dari atas hingga bawah.
"Aku baru bangun tidur," ucap Mika sebelum pemuda d hadapannya ini mengejeknya.
"Hah?" Ziyan masih seperti orang cengo.
"Aku baru bangun tidur gara-gara begadang semalam," jelas Mika.
Ziyan menyipitkan matanya. "Jangan bilang kau begadang untuk menungguku pulang?" tanya Ziyan menyelidik.
Wajah Mika berubah menjadi sedikit merah. Tubuhnya tiba-tiba tegang. Dia menelan ludahnya susah payah. Mika berpikir, bagaimana pemuda di depannya ini bisa tahu. Namun, Mika buru-buru membuang wajahnya dan bersikap datar saja.
Ziyan masih menatapnya karena belum mendapatkan jawaban atas pertanyaannya barusan.
Ziyan tersenyum bahagia. "Woah... Kau benar-benar menungguku, Kak?"
Mika membuang muka. Dia tidak ingin pemuda di hadapannya ini tahu yang sebenarnya. Di mana dia akan menaruh muka jika Ziyan benar-benar tahu bahwa dirinya menunggunya untuk pulang.
"Ti-tidak... Aku ada tugas kuliah," ujar Mika sedikit gugup.
Ziyan tersenyum jahil. "Benarkah?"
Ziyan mencondongkan tubuhnya, sedikit menggoda kakaknya.
"Mandilah dulu, nanti aku buatkan sarapan setelah cuci muka."
Setelah mengatakan hal tersebut Mika buru-buru naik ke lantai atas. Dia tidak ingin rahasianya terbongkar. Wajahnya terasa lebih hangat. Mungkin kini dia sudah seperti kepiting rebus.
Ziyan tersenyum hingga memperlihatkan kedua lesung pipinya. Dia senang melihat Mika yang gugup dan malu seperti tadi.
Pemuda berkulit cokelat itu akhirnya menyusul langkah Mika untuk naik menuju kamarnya sendiri.
Satu jam kemudian Ziyan sudah turun. Sedikit agak lama karena dia harus membongkar kopernya terlebih dahulu. Dia melihat Mika yang sedang memasak sarapan. Dari harumnya Ziyan dapat tahu kalau Mika sedang memasak nasi goreng.
"Sebentar lagi matang. Duduklah terlebih dahulu."
Ziyan menurut kemudian duduk. Tak berapa lama Mika datang dengan dua piring nasi goreng yang terlihat begitu lezat di mata Ziyan. Mungkin karena dia sedang kelaparan.
"Aku merindukan masakanmu," ucapnya jujur.
Mika tersenyum setelah meletakkan kedua piring nasi goreng tersebut.
"Oh, ya, ini untukmu."
Ziyan menyodorkan sebuah kotak persegi ukuran sedang dibungkus kertas kado berwarna biru dan tali pita berwarna merah.
"Untukku?" Mika menunjuk dirinya sendiri.
Ziyan mengangguk.
"Bukalah. Tapi aku tidak tahu kau akan menyukainya atau tidak."
Ziyan menyuapkan nasi gorengnya ke dalam mulut. Dia sudah sangat kelaparan saat ini.
Mika mengambil kado tersebut. Tangannya mulai membukanya. Setelah itu matanya sedikit menyipit. Dia menatap Ziyan sejenak.
Tangannya mengambil sesuatu dari dalam kotak tersebut.
Sebuah celemek?
"Kau benar-benar memberikan ini untukku?" Mika menjereng celemek tersebut di depan Ziyan. Wajahnya menunjukkan bahwa ini konyol.
Ziyan mengangguk senang.
Celemek tersebut berwarna biru. Ada dua buah saku di depan. Saku itu berbentuk kepala kucing berwarna hitam. Sangat lucu.
"Kau serius?" Mika masih tidak percaya kalau Ziyan memberikannya celemek imut tersebut.
"Kau tidak suka?"
"Bukan begitu." Mika menghela napas sejenak. "Kau tidak berpikir ini terlalu imut untuk dipakai seorang laki-laki."
"Ini bagus."
Ziyan berdiri kemudian mengambil celemek tersebut. Lalu memakaikannya pada Mika. Sedangkan Mika, tiba-tiba saja jantungnya berdetak dengan cepat ketika tangan Ziyan mengikat tali celemek tersebut.
"Nah, bagus kan?" Ziyan bertepuk senang. Dia melihat Mika dari atas sampai bawah. Lalu tersenyum bahagia.
"Ternyata sangat cocok denganmu."
Ziyan duduk kembali dan memakan nasi gorengnya dengan tenang seolah tidak terjadi apa-apa.
Mika harus mengumpulkan kesadarannya untuk beberapa saat. Kenapa dari sejak bangun tidur dia mendapat kejutan yang bertubi-tubi.
"Terima kasih."
Akhirnya kata itu pun keluar dari bibirnya. Mika tersenyum tipis kemudian melepaskan celemek tersebut dari tubuhnya.
"Aku bingung harus membelikanmu apa. Tapi, saat aku ingat kau sangat suka memasak. Akhirnya aku membeli itu." Ziyan tersenyum lagi.
Mika merasa wajahnya kini memerah. Dia duduk dan mulai memakan sarapannya. Tapi baru dua suap, ada suara bel pintu yang dipencet.
"Biar aku saja yang buka," ucap Ziyan buru-buru berdiri dan melangkah ke depan.
Ziyan membuka pintu dan dia langsung terkejut dengan apa yang dilihatnya saat ini.
"Kak Ziyaaan!"
Seorang gadis melompat ke arahnya dengan cepat dan memeluknya erat. Tubuh Ziyan sedikit terhuyung ke belakang. Untung saja mereka tidak sampai terjatuh di atas lantai.
Ziyan melonggarkan pelukannya kemudian menatap tak percaya pada gadis cantik di depannya.
"Prinsa?"
*****
Ps; Semakin hari semakin gak jelas saja wakakakak 😂 😂 Entahlah saya juga bingung sendiri.
Happy reading
Vea Aprilia 😍
Ta, Jumat 19 May 2017
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top