SAFM - BAGIAN SEMBILAN BELAS
Mika sedang berada di dapur untuk membuat sarapan. Hari ini ada yang berbeda dengannya. Dia memakai celemek, hadiah dari Ziyan kemarin. Bukan karena dia suka hadiah itu, sehingga langsung dipakai. Tetapi, celemek biru yang biasa dipakainya, tiba-tiba hilang begitu saja. Dia sudah mencari ke semua tempat, tapi tetap tidak ketemu. Akhirnya dengan terpaksa dia memakai celemek pemberian Ziyan. Celemek berwarna biru dengan dua saku berbentuk kepala kucing.
Lalu ada satu lagi. Dia harus memasak sarapan untuk tiga orang. Satu untuk dirinya sendiri, Ziyan, dan tentu saja Prinsa. Gadis itu akhirnya tinggal bersama mereka untuk sementara waktu.
Semalam setelah Mika pulang dari kafe dia menemukan Ziyan yang masih menonton televisi. Tapi, Mika tahu pemuda itu sedang menunggunya pulang.
"Baru pulang?" sapa Ziyan langsung berdiri ketika melihat Mika pulang.
"Ada apa?" Mika tidak suka berbasa-basi. Dia tahu kalau Ziyan menginginkan sesuatu darinya.
"Mungkin untuk beberapa hari, Prinsa akan tinggal di rumah ini," ucap Ziyan hati-hati. Dia benar-benar tidak ingin membuat pemuda di hadapannya ini marah sehingga mengakibatkan hubungan mereka berdua menjadi buruk kembali.
Mika diam untuk beberapa saat. Ziyan menunggu dengan harap. Dia menelan ludahnya susah payah.
"Baiklah."
"Terima kasih." Ziyan tersenyum.
" Tapi." Mika menatap Ziyan. " Jika gadis itu berbuat onar di rumah ini, maka bukan hanya dia yang harus keluar tapi juga dirimu. " Tunjuk Mika tegas.
Suara Ziyan tercekak. Dia tidak mengira akan mendapatkan ancaman seperti itu. Semua ini gara-gara Prinsa. Gadis itu harus mendapatkan balasan nanti. Jika dia berani berbuat ulah di rumah ini, maka awas saja, Ziyan tidak akan tinggal diam.
"Kau cantik sekali memakai celemek itu," goda Ziyan melihat Mika yang sedang memasak sarapan.
Mika memutar bola matanya. Meliriknya tajam. Dia tahu kalau semua ini ulah Ziyan. Namun, Mika tidak ingin membuang energi untuk berdebat dengan pemuda itu. Setidaknya untuk saat ini.
"Kau masih ingat janjimu bukan?" tanya Mika setelah selesai melepaskan celemeknya.
"Tentu saja." Ziyan menggaruk kepalanya.
"Mulai besok kau yang akan memasak sarapan," tegas Mika.
"Baiklah-baiklah. Aku mengerti."
"Wah... Ini semua yang memasak Kak Mika." Tiba-tiba Prinsa datang dengan hebohnya.
"Dari mana kau tahu kalau itu masakan Mika?" tanya Ziyan heran.
"Tentu saja. Karena aku tahu Kak Ziyan tidak bisa memasak," ejek Prinsa sambil menjulurkan lidah.
Hampir saja Ziyan berhasil menjitak kepala gadis itu, tapi sayang Prinsa langsung menghindar dan malah bersembunyi di belakang punggung Mika.
"Berhenti." Mika geram. Pagi-pagi sudah ada pertengkaran.
"Ayo sarapan," ajak Mika.
Prinsa masih saja menjulurkan lidah ke arah Ziyan sebelum dia duduk di samping Mika. Dia tidak ingin duduk di dekat Ziyan. Bisa-bisa Kakak sepupunya menganiaya dirinya.
"Wah... Ini enak sekali." Prinsa baru saja menyantap nasi goreng buatan Mika.
"Benarkah?" tanya Mika senang.
Prinsa mengangguk semangat. "Ini nasi goreng terenak yang pernah kumakan, sangat jauh dengan masakan Bi Ijem."
"Tentu saja, kau tidak bisa membandingkan masakan Mika dengan masakan Bi Ijem." Ziyan melotot tajam.
Prinsa malah mencebik.
"Terima kasih, aku senang kalau kamu menyukainya." Mika tersenyum manis.
Ziyan iri, tentu saja. Jarang sekali Mika itu tersenyum manis padanya. Tapi lihatlah saat ini, pemuda itu malah terus-menerus tersenyum pada Prinsa. Apa Mika menyukai adik sepupunya itu? Tidak. Itu tidak boleh terjadi. Ziyan menggeleng-geleng.
"Kenapa? Apa tidak enak?" Mika bertanya karena Ziyan yang belum menyentuh sarapannya sama sekali tapi malah asik melamun.
"Bukan." Ziyan tersenyum canggung kemudian mulai menyendok nasinya.
"Nanti malam tidak perlu memasak," ucap Ziyan setelah menelan nasinya.
"Kenapa?" tanya Mika heran.
"Aku kan sudah berjanji untuk mengajakmu makan malam, sebelum aku pergi ke Singapura."
"Wah, Kak Ziyan baru saja pergi ke Singapura? Mana oleh-olehnya?" tanya Prinsa bersemangat. Tapi malah dihadiahi plototan tajam dari Ziyan, membuat gadis itu langsung diam dan memakan sarapannya kembali.
"Bagaimana?" tanya Ziyan pada Mika.
"Aku mau." Prinsa bersorak bahagia.
Ziyan jengah. Dia tidak bertanya pada gadis di depannya tapi pada pemuda di sampingnya.
"Diam dan habiskan saja sarapanmu."
Prinsa cemberut, tapi dia menurut untuk memakan nasi gorengnya walaupun kesal.
"Maaf. Tapi aku harus bekerja malam ini," ucap Mika.
"Ini kan hari kamis?" Ziyan hafal di luar kepala jadwal Mika bekerja.
"Benar, tapi temanku sakit dan aku harus menggantikannya malam ini," jelas Mika.
"Baiklah." Ziyan menyerah karena tidak mungkin memaksanya. Sama saja itu malah akan membuatnya marah.
Prinsa menatap Ziyan senang karena ajakannya ditolak oleh Mika. Pemuda itu langsung menatapnya horor. Bukan takut tapi Prinsa malah menjulurkan lidah, mengejek.
*****
"Woah... Ini kafe tempat Kak Mika bekerja?" tanya Prinsa setelah sampai di kafe tempat Mika bekerja.
"Benar," jawab Ziyan malas.
Bayangkan saja, seharian tadi Prinsa merongrong padanya untuk datang ke kafe tempat Mika bekerja. Tentu saja Ziyan menolaknya, karena merepotkan sekali. Akan tetapi, bukan Prinsa namanya jika tidak bisa membuat Ziyan mengabulkan permintaannya.
Gadis berumur delapan belas tahun itu menangis sepanjang hari hingga membuat Ziyan jengah. Hal konyol lainnya adalah dia akan membanting barang jika Ziyan tidak mau menurutinya. Tentu saja Ziyan tidak ingin mendapatkan masalah dengan Mika. Kalau sampai Prinsa membuat onar maka dirinya juga akan ditendang dari rumah itu.
Plok... Plok... Plok....
Prinsa sangat bersemangat bertepuk tangan setelah Mika selesai bernyanyi. Kemudian pemuda itu turun dari panggung dan menghampiri Ziyan dan Prinsa. Berencana menyapa mereka sebentar sebelum bernyanyi kembali.
"Kakak keren," ucap Prinsa sambil memberikan dua jempol untuk Mika.
"Terima kasih." Mika tersenyum lebar.
"Kau mau minum?" tawar Ziyan.
"Tidak. Aku hanya sebentar dan akan kembali bernyanyi."
"Wah, siapa ini? Kau tidak mau memperkenalkan mereka padaku?" Rio tiba-tiba muncul di antara mereka bertiga.
Mika mendesah pelan. Dia tahu kalau Rio akan selalu ingin tahu tentang dirinya.
"Ini Ziyan dan gadis itu Prinsa." Mika tetap memperkenalkan mereka walaupun enggan.
Mereka bertiga saling bersalaman satu sama lain.
"Aku Rio, manajer sekaligus pemilik kafe."
"Wah... Kakak tampan sekali," ucap Prinsa pada Rio. Gadis penyuka k-pop itu tidak akan pernah melewatkan lelaki tampan.
"Terima kasih." Lelaki itu selalu percaya diri jika dibilang tampan.
"Kamu juga cantik sekali." Rio mengedipkan sebelah matanya.
Ziyan memutar bola mata, rasanya ia ingin mutah melihat interaksi antara Rio dan Prinsa.
"Tapi, kau tahu tidak ada yang bisa menyaingi ketampanan Mika." Rio merangkul pundak Mika. Mereka terlihat sangat akrab membuat sesuatu yang aneh menjalar dalam dada Ziyan.
"Tentu saja. Aku setuju jika Kak Mika itu sangat tampan."
Mika yang dipuji oleh mereka berdua hanya memberikan senyum tipis.
"Ayo... kau harus bernyanyi kembali. Silakan dinikmati hidangannya."
Mereka berdua akhirnya meninggalkan Ziyan dan Prinsa. Rio masih merangkul Mika hingga naik ke panggung.
Ziyan yang melihat keduanya merasa kesal. Bisa-bisanya mereka berdua terlihat akrab seperti itu. Pemuda jangkung itu masih menatap Rio yang tersenyum bahagia dan bertepuk tangan memberikan semangat kepada Mika. Ziyan tidak suka mereka berdua dekat. Sepanjang Mika memainkan gitar, Ziyan hanya bisa diam dengan rasa kesal dalam dadanya.
Dalam hatinya tidak rela jika orang lain lebih dekat dengan Mika.
*****
Happy reading
Vea Aprilia
Ta, Senin 22 May 2017
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top