SAFM - BAGIAN ENAM
Pagi itu Mika sedang mengoleskan selai kacang di atas roti tawar, ketika Ziyan datang dan duduk di kursi sampingnya. Sudah lima hari pemuda jangkung itu tinggal di rumahnya. Mika tidak mengindahkannya semenjak insiden mobil beberapa hari yang lalu. Dia tidak mau berurusan lagi dengan pemuda itu. Bahkan mereka tidak saling bicara, walaupun tinggal satu atap.
Itulah kejelekan Mika, jika sedang marah dia akan mendiamkan orang lain. Tidak mengindahkannya. Poor Ziyan.
"Kau masih marah?" Ziyan membuka suara terlebih dahulu. Mengingat mereka sudah beberapa hari tidak saling bicara.
Mika tidak menjawab malah makin asik mengunyah rotinya.
"Aku bicara padamu." Ziyan jengah karena Mika dengan sengaja mengabaikannya.
"Kalau sedang makan, jangan banyak bicara," ucap Mika tanpa ekspresi.
Mika segera menghabiskan susunya dan beranjak ke dapur untuk membilas piring dan gelas bekas sarapannya. Dia benar-benar mengabaikan Ziyan.
"Aku minta maaf," ucap Ziyan pada Mika yang telah berjalan kembali ke ruang makan.
Mika tidak menjawab. Dia terus saja berjalan seolah Ziyan itu hanyalah angin lalu.
"Mika Azkhana Sakhi."
Ziyan memanggil nama lengkap Mika. Mau tak mau Mika yang akan naik tangga berhenti sejenak.
"Sudahlah. Jangan membuat masalah menjadi rumit. Urus saja urusanmu sendiri dan aku akan mengurus urusanku sendiri," ucap Mika malas.
"Kau begitu marah hanya gara-gara aku meminjam mobilmu?" tanya Ziyan yang kini sudah berdiri di hadapannya.
"Kapan kau meminta izin untuk meminjam mobilku? Kau mencurinya!" ucap Mika telak.
Ziyan membelalak. Menatap Mika dengan pandangan tidak suka. Dia tidak suka dengan sebutan pencuri, tapi Ziyan juga tidak memprotes ucapan Mika. Memang dia bersalah karena mengambil kunci mobil tersebut secara diam-diam.
"Kalaupun aku meminta izin, kau pasti tidak akan memberikan izin."
"Itu kau tahu." Mika tersenyum miring.
Mereka berdua saling melemparkan tatapan jengah.
Mika menghela napas. "Kau boleh tinggal di rumah ini tapi jangan pernah lagi menyentuh barang-barangku ataupun mencampuri urusanku. Cukup dengan sikapmu beberapa hari ini yang sudah membuatku muak!"
Mika menangkupkan kedua telapak tangan di depan wajah sambil memejamkan mata seperti memohon. Kemudian berjalan kembali untuk naik menuju kamarnya.
"Tunggu?" Ziyan menarik lengan Mika dan mencengkeramnya kuat.
"Apa seperti ini perlakuan seorang saudara?" tanya Ziyan masih tidak mau menyerah.
"Apa yang kau inginkan dari seorang saudara tiri, yang baru lima hari bertemu dan tinggal bersama? Haruskah aku menganggapmu seperti adik kecil yang manis, menemani bermain atau aku harus membantumu mengganti popok?" ucap Mika malas sambil tersenyum mengejek. Dia menatap Ziyan dingin.
Ziyan terkejut dengan jawaban Mika. Dia tidak menyangka kalau Mika akan berkata seperti itu. Wajah Ziyan berubah kecut.
Ziyan melepaskan cengkramannya. "Baiklah, kita urus, urusan kita masing-masing, Kakak." Dia menekankan kata terakhir sebagai perwujudan rasa kesal dan kecewa. Dia tidak menyangka kalau Mika akan semarah itu padanya. Bahkan dia telah mengalah untuk meminta maaf tapi tetap saja kakak tirinya tersebut mengabaikannya.
***
Sehari, dua hari, sampai satu minggu mereka tidak saling bicara. Tidak di rumah saja, tapi di kampus juga sama. Jika saling berpapasan, mereka layaknya orang asing yang tidak pernah kenal.
Ziyan jengah. Dia sudah minta maaf tapi Mika masih saja marah padanya. Apa kesalahannya begitu besar hingga Mika tidak mau memaafkannya?
Satu hal yang harus Ziyan catat dalam ingatannya. Jangan pernah membuat seorang Mika Azkhana Sakhi marah. Jika itu sampai terjadi, maka akan jadi sebuah bencana untuknya.
Mika sedang asik mengerjakan tugas di meja ruang tengah tapi tidak dengan televisi yang menyala. Dia sedang sibuk mengetikkan tugas ketika Ziyan tiba-tiba duduk di sampingnya dan menyalakan televisi.
Mika masih tidak acuh dengan Ziyan dan televisinya. Tapi lama-lama dia kesal karena bukan hanya suara televisi yang terdengar dalam ruangan tersebut. Suara tawa Ziyan juga terdengar bahkan lebih keras dari pada suara televisi di depannya.
Mika melepaskan kacamatanya. Memijat pangkal hidungnya sebentar. Dia melihat televisi yang menyala di hadapannya. Di sana sedang berlangsung tontonan kartun Tom And Jerry.
Apa-apaan ini, batinnya. Seorang laki-laki dewasa sedang menonton film anak-anak. Mika menolehkan wajahnya ke arah Ziyan yang terlihat sangat menikmati tayangan tersebut sambil tertawa lepas.
"Matikan!" perintah Mika.
Ziyan masih tak acuh. Dia masih sibuk tertawa melihat Jerry yang dikejar oleh Tom. Malah tawanya semakin keras seakan memang disengaja. Entah dia sengaja atau tidak, tapi menyalakan televisi ketika Mika sedang sibuk dengan tugasnya adalah suatu kesalahan.
Mika menghela napas kemudian merebut remote yang berada di tangan Ziyan, lalu klik televisi tersebut mati.
Ziyan menatap televisi tersebut kemudian beralih menatap Mika yang kini juga sedang menatapnya.
"Apa-apaan ini? Apa yang kamu lakukan? " tanya Ziyan tidak terima.
"Kau yang apa-apaan! Kau tidak lihat aku sedang sibuk mengerjakan tugas."
"Itu bukan urusanku. Berikan remotenya," pinta Ziyan mencoba merebut remote dari tangan Mika.
"Kau senang sekali mencari gara-gara di rumah ini." Ucapan Mika sedingin es.
"Kau yang berpikir seperti itu." Ziyan tersenyum miring.
"Sudah kubilang, kau boleh tinggal di rumah ini tapi jangan pernah menyentuh barang-barangku lagi," tegas Mika mengingatkan Ziyan.
"Televisi itu punyamu?" sindir Ziyan menunjuk benda persegi panjang yang ada di hadapan mereka.
"Benar."
"Cih... Bilang saja kau masih marah padaku sehingga tidak memperbolehkanku untuk menonton televisi."
"Kau tahu... Kau sudah mirip parasit. Kau tahu kan apa artinya parasit?" Mika berkata dengan wajah dingin.
"Siapa yang kau bilang parasit, hah?Suara Ziyan naik dua oktaf.
"Kalau kau lupa. Ibumu telah menikah dengan Ayahku dan tinggal di rumahku. Sekarang kau memprotes aku yang tinggal di rumah ini?" Ziyan tidak terima dengan perlakuan dan perkataan Mika padanya. Dia hanya butuh dihargai. Tidak lebih.
Ini adalah kali pertama mereka berbicara kembali setelah seminggu saling mendiamkan. Bukan hanya pembicaraan biasa tapi bisa dibilang mereka sedang bertengkar.
"Kalau begitu usir saja ibuku dari rumahmu."
"Kau!"
Kadang-kadang perkataan Mika bisa lebih pedas dari bon cabe level lima.
Mika membereskan laptop dan bukunya. Beranjak pergi meninggalkan Ziyan yang masih tidak terima dengan perkataan Mika.
Ziyan memejamkan mata. Kenapa dia harus mempunyai saudara tiri seperti Mika?
Dulu pemuda jangkung tersebut sempat menginginkan seorang saudara, agar dia mempunyai teman saat bermain. Dan sekarang ketika keinginannya terwujud, dia malah mendapatkan saudara seperti Mika. Walaupun bukan saudara kandung setidaknya dia bisa bersikap manis terhadap dirinya. Bukan malah menjadikan dirinya sebagai musuh.
Bayangan Ziyan dulu, ketika Shakina bilang kalau ibu tirinya itu mempunyai seorang anak lelaki yang seumuran dengan dirinya, dia akan bersikap manis padanya dan memperlakukannya seperti saudara kandung sendiri. Akan tetapi, yang Ziyan dapatkan malah kebalikannya.
Ingin rasanya Ziyan pergi saja dari rumah ini. Tapi dia berpikir kembali, jika dirinya yang keluar berarti kekalahan ada padanya. Dan itu akan membuat Mika bersorak bahagia.
Tidak. Dia tidak akan menyerah begitu saja untuk menghadapi Mika. Lagipula Ziyan diam-diam mulai menyukai kakak tirinya walaupun sifatnya yang sulit untuk dijinakkan.
****
Ps; Aku gatel pengen update wkwkkwk 😂
Silakan kritik, saran, Vote dan komentarnya, tapi jangan ngejudge.
Happy reading
Vea Aprilia 😍
Ta, 03 May 2017
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top