SAFM - BAGIAN DUA PULUH TUJUH ( END)

Mika berjalan gontai memasuki rumahnya. Rumah yang menyimpan begitu banyak kenangan. Rumah yang menjadi saksi bisu atas kesendiriannya. Kesedihan kehilangan, tawa, canda, pertemuan, dan juga perpisahan.

Perpisahan.

Ah, ternyata sudah tiga tahun lebih sejak perpisahan itu. Perpisahan dengan orang yang awalnya menyebalkan menurutnya, tapi ternyata meninggalkan kerinduan dalam hatinya.

Ziyan.

Nama yang selalu Mika ingat ketika memasuki rumahnya. Nama pemuda yang telah meninggalkan kenangan dalam rumahnya. Sudah tiga tahun ternyata, dan selama itu Mika tidak pernah tahu kabar maupun keberadaan Ziyan. Pemuda itu seolah hilang ditelan bumi. Bahkan Herman dan Shakina juga tidak tahu. Namun, mereka selalu berharap dan berdoa semoga Ziyan baik-baik saja di mana pun dia berada saat ini.

Ziyan sendiri juga sangat keterlaluan. Selama tiga tahun terakhir tidak pernah memberi kabar sekali saja. Pertemuan terakhir mereka ketika Mika mengantar Ziyan ke bandara dan itu juga terakhir kali pemuda berkulit putih tersebut menatap wajah adik tirinya hingga menghilang di pintu keberangkatan.

Mika sendiri sudah mengetahui kenapa Ziyan tiba-tiba memutuskan untuk pergi. Walaupun dia mengetahui hal tersebut setelah satu tahun kepergian Ziyan. Itu pun tanpa sengaja Shakina membicarakan tentang Ziyan dan ibu kandung pemuda itu, ketika ibunya menjenguk Mika di Jakarta. Ah, ternyata benar hanya dirinya yang tidak tahu apa-apa. Masalah sebesar itu, mereka sembunyikan dengan apik. Sungguh keterlaluan. Andaikan saja dia tahu dari awal, tentu Mika akan memberikan kekuatan untuk Ziyan. Mendekap erat pemuda tersebut.

Mika menghempaskan bokongnya di sofa empuk ruang santai. Menyampirkan jas hitam di sandaran sofa kemudian melonggarkan dasi yang dipakainya. Dia baru saja pulang dari kantor. Pemuda berumur dua puluh empat tahun tersebut kini bekerja di sebuah kantor Kejaksaan di wilayah Jakarta Selatan.

Sepi. Selalu saja seperti ini setelah kepergian Ziyan. Ternyata kehadiran pemuda itu mampu memberikan dampak begitu besar dalam hidupnya.

Mika menarik napas kemudian membuangnya. Enam bulan memang waktu yang sangat singkat tapi ternyata menumbuhkan kenangan serta kerinduan dalam hatinya. Seandainya dia tahu akan seperti ini, tentu Mika akan memperlakukan Ziyan dengan baik.

Mika mengembuskan napasnya kembali. Ketika dia ingin beranjak dari sofa yang dia duduki, terdengar suara bel pintu.

Pemuda itu mengernyit, tidak  biasanya ada tamu malam-malam begini. Apalagi ini sudah hampir pukul sebelas malam. Kalaupun itu temannya pasti mereka akan  menghubunginya terlebih dahulu.

Mika mengenyahkan semua pikirannya karena suara bel semakin nyaring berbunyi.

"Iya." Mika menyahut sambil berjalan dengan malas menuju pintu depan.

"Siapa sih malam-mal...."

Mika tidak meneruskan kalimatnya setelah membuka pintu dan melihat siapa yang datang. Dia mematung. Seperti tidak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini.

"Hai, apa kabar?"

Mika masih terdiam. Dia seperti mimpi, ataukah ini hanya halusinasinya saja.

"Kenapa kau hanya diam?"

Mika mengerjap. Dia mencoba memperjelas penglihatannya.

"Ziyan?" ucap Mika dengan suara lirih dan sedikit tidak percaya.

"Iya, ini aku. Kau seperti melihat hantu saja." Ziyan terkekeh geli melihat tingkah laku Mika.

"Kau benar-benar Ziyan?" tanya Mika masih dengan mimik wajah tidak percaya.

"Apa kau pikir aku ini hantu." Ziyan pura-pura cemberut.

"Kau benar-benar Ziyan?" tanya Mika sekali lagi.

Ziyan tidak menjawab, tapi pemuda itu malah menarik Mika ke dalam pelukannya.

"Aku merindukanmu," ucap Ziyan kemudian.

Jantung Mika berdetak dengan cepat. Dia seperti tidak percaya. Baru saja dia memikirkan Ziyan tapi pemuda itu tiba-tiba ada di hadapannya. Tersenyum seperti biasa.

"Aku sangat merindukanmu," ucap Ziyan sekali lagi dan semakin mengeratkan pelukannya.

Mika masih bingung harus menjawab apa. Namun, hatinya terus berteriak bahwa dia juga merindukan pemuda yang sudah tiga tahun menghilang dari kehidupannya.

Ziyan melepaskan pelukannya. Memandang lekat-lekat wajah Kakak tirinya. Wajah yang selalu dia rindukan.

"Kau tidak merindukanku?" tanya Ziyan dengan alis terangkat satu.

Bibir Mika kelu. Dia tidak bisa menjawab.

"Baiklah kalau kau tidak merindukanku. Aku akan pergi saja..."

"Tunggu," cegah Mika langsung.

Ziyan yang sudah membalikkan badan, berbalik kembali menghadap Mika.

"Bukankah kau tidak merindukanku?" goda Ziyan.

"A-aku merindukanmu,"ucap Mika lirih.

"Apa? Aku tidak dengar," goda Ziyan lagi.

"Aku merindukanmu manusia bar-bar," ucap Mika sedikit sewot.

Ziyan tersenyum kemudian menarik tubuh Mika kembali ke dalam pelukannya.

"Aku tahu kau juga merindukanku."

Wajah Mika kini sudah seperti kepiting rebus. Ada buncah kebahagiaan di dalam hatinya.

"Kenapa kau tidak ada kabar sama sekali?"

"Apa kau menunggu kabar dariku?" tanya Ziyan setelah merenggangkan pelukannya.

Mika mendengkus. "Lupakan saja."

Ziyan menarik lengan Mika ketika Kakaknya tersebut ingin berbalik.

"Kau masih seperti tiga tahun yang lalu. Masih suka ngambek dan marah-marah tidak jelas."

"Kau mengejekku," ucap Mika tidak terima dan berusaha lepas dari dekapan Ziyan, tapi tidak mudah lepas dari pelukan adiknya. Malah pemuda berlesung pipi tersebut semakin memperkuat pelukannya. Sehingga bisa saja tulang-tulang Mika remuk.

"Jangan marah. Aku hanya menggodamu."

Mika menghela napas panjang.

"Soal kenapa aku tidak memberikan kabar sama sekali, itu semua ada alasannya."

"Apa alasannya?" tanya Mika.

"Karena, kalau aku mengirimkan surat, pesan atau menelepon langsung. Aku takut kalau aku akan segera pulang jika mendengar suaramu. Lebih baik aku tidak tahu apapun tentang kabarmu dan itu bisa membuatku tenang, walaupun harus menahan rindu."

Mika melepaskan pelukan Ziyan dan kali ini berhasil walaupun tangan adiknya tersebut masih melingkar di pinggangnya.

"Lalu kenapa kau pulang sekarang? Kenapa tidak menunggu aku mati saja."

"Hust...." Ziyan langsung menutup mulut Mika dengan jari telunjuknya.

"Kau benar-benar marah karena aku tidak memberikan kabar."

"Pikirkan saja sendiri, dan sekarang tolong lepaskan aku," pinta Mika sedikit jutek.

"Kenapa kau masih jutek saja. Tapi tak apa-apa, itu yang membuatku semakin merindukanmu dan ingin cepat pulang." Ziyan mencubit hidung Mika.

Setelah itu dia menarik kembali tubuh Mika. Dan Mika tidak protes atau menolak. Dia membiarkan dirinya merasa nyaman dalam pelukan Ziyan. Rasanya kerinduannya selama ini terobati sudah.

"Aku merindukanmu," ucap Mika lirih sambil melingkarkan kedua tangannya pada tubuh Ziyan.

"Aku tahu."

"Berjanjilah kau tidak akan meninggalkanku sendiri lagi."

"Tidak akan. Aku berjanji."

"Aku sangat marah dan membencimu."

"Lalu kenapa kau memelukku dengan sangat erat?" tanya Ziyan heran.

"Karena kau sangat menyebalkan."

Ziyan terkekeh. "Aku tahu, hanya aku yang bisa membuatmu marah dan tersenyum kembali."

"Kau sangat menyebalkan."

Mereka berdua pun tertawa sambil terus berpelukan. Seekor burung yang terbang sangat jauh pasti akan kembali lagi ke sarangnya. Seperti halnya Ziyan. Dia kembali karena tahu bahwa ada seseorang yang sedang menunggunya. Seseorang yang ternyata begitu berharga dalam hidupnya ketika dia jauh.

"Tetaplah di sisiku."

"Aku berjanji."

End

*****

Alhamdulillah, saya bisa merampungkan challenge 100 Day. Maaf jika kurang greget ceritanya.

Sampai ketemu lagi di cerita saya selanjutnya.

Selamat hari raya Idul Fitri 1438 H. Mohon maaf lahir dan batin.

Happy reading
Vea Aprilia

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top