SAFM - BAGIAN DUA PULUH TIGA
Ziyan memakan rotinya dengan malas. Menggigit sedikit demi sedikit sambil terus memikirkan mimpinya semalam. Menggaruk kepalanya kemudian mendesah. Pikirannya masih belum bisa memproses dengan benar tentang kejadian dalam mimpinya.
Ziyan benar-benar tidak mengerti kenapa sampai bermimpi seperti itu. Dia masih laki-laki normal yang menyukai perempuan. Apalagi model-model perempuan yang dipasangkan dengannya. Dia masih sering meneguk air liurnya sendiri, ketika melihat paha mulus atau pantat semok seorang wanita. Lalu kenapa tiba-tiba dia bermimpi menyatakan cinta pada Mika?
Wth....
Ziyan mengumpat sendiri. Untung saja, Mika sudah tidak berada di rumah ketika ia bangun. Dia tahu kalau kakaknya itu sedang berada di kampus sekarang. Sedangkan dia sendiri sudah izin untuk tiga hari, tidak akan masuk kuliah. Dia akan pergi ke Bali untuk urusan fashion show.
Satu keberuntungan lagi, karena Ziyan tidak perlu repot-repot menatap lama wajah Mika untuk mencari jawaban atas mimpinya.
Memang, sejak tinggal bersama Mika, kelakuan Ziyan agak aneh. Dia sering tersenyum jika menatap wajah Mika. Kemudian ada perasaan aneh jika kakak tirinya tersebut dekat dengan seorang laki-laki atau perempuan. Dia kadang berpikir, apakah dirinya sedang cemburu?
Dia memang menyukai Mika karena sikapnya yang jutek tapi kadang juga perhatian. Mika yang sering marah-marah membuatnya gemas sendiri ketika melihatnya.
Ziyan menepis pikiran tersebut, kembali mengunyah rotinya dan meneguk susu dalam gelas. Dia mendesah, teringat perkataan Prinsa dan Zaira tempo hari.
Dua gadis yang beranjak dewasa, mengoloknya tentang hubungan dirinya dengan Mika. Mereka saja berpikir kalau Ziyan itu cocok dengan Mika.
Ziyan mendesah panjang. Memukul-mukul kepalanya sendiri. Sepertinya dia membutuhkan piknik agar pikirannya sedikit lebih segar.
Ketika dia sedang sibuk dengan pikirannya sendiri, ada suara bel pintu berbunyi.
Ziyan kembali mendesah. Dia berpikir, apakah mobil jemputan sudah datang? Tapi ini masih terlalu pagi.
Dengan langkah malas Ziyan berjalan menuju pintu. Membukanya dan saat itu juga dia terpaku.
Matanya membelalak, seperti melihat hantu. Bukan binar ketakutan tapi kebencian yang terpancar di dalam manik hitam tersebut. Wajahnya berubah menjadi dingin dan datar. Rahangnya mengeras.
Dadanya seperti ditusuk belati dan kembali berdarah, saat melihat wanita yang kini berdiri di hadapannya. Wanita yang sudah lebih dari tujuh tahun meninggalkannya.
Walaupun sudah lebih dari tujuh tahun, tapi Ziyan tidak langsung melupakannya. Dia memendam perasaannya sendiri. Perasaan benci dan kecewa yang hingga saat ini masih terus dipupuknya.
Wanita itu tetap sama seperti tujuh tahun yang lalu. Selalu berpenampilan cantik dan anggun, tapi orang tidak akan menyangka jika wanita itu adalah ular berbisa atau bisa disebut bidadari berhati busuk.
Telapak tangan Ziyan mengepal hingga buku-bukunya memutih. Darahnya telah mendidih. Lukanya kini terkoyak kembali.
"Aku dengar, kamu sekarang tinggal di Jakarta. Bagaimana kabarmu?" Wanita itu mulai bicara sambil memberikan senyuman manis.
Iblis.
"Untuk apa kau datang ke sini?" Ziyan benar-benar memperlihatkan sikap tidak sukanya. Dia tidak ingin bersikap sopan apalagi berbasa-basi.
"Tentu saja untuk melihat anakku."
Wth...
Anak katanya?
Ziyan menyeringai. "Siapa yang kau sebut anak di sini?"
Ziyan ingin muntah ketika wanita itu menyebut kata anak.
Wajah wanita itu berubah pucat tapi dia buru-buru menyembunyikannya dengan apik.
Ya, dia adalah ibu kandung Ziyan. Sandra, wanita yang sudah lebih dari tujuh tahun meninggalkannya. Menceraikan ayahnya hanya karena laki-laki lain. Dan sekarang wanita itu sedang berdiri angkuh di hadapannya.
"Tentu saja kamu, Sayang."
Ziyan tersenyum hambar. Wajahnya berubah menjadi lebih dingin.
Wanita ular.
"Anak?"Ziyan tertawa hambar.
"Anakmu sudah mati sejak tujuh tahun yang lalu. "
"Kau..." Wanita itu kehabisan kata-kata. Sorot matanya berubah menjadi merah. Telunjuknya diarahkan pada wajah Ziyan.
"Kenapa? Apa kau keberatan jika aku bilang kalau anakmu sudah mati?"
Ziyan menatapnya dingin. Aura kebenciannya begitu kental.
"Aku yang telah melahirkanmu!" Suara wanita itu berubah tegas. Terlihat sekali kalau wanita itu tidak ingin direndahkan oleh anak kandungnya sendiri.
"Tapi juga meninggalkanku, jika kau lupa," ucap Ziyan dingin.
"Apakah ini yang diajarkan Herman padamu?"
"Jangan pernah membawa nama ayahku di sini. Kau tidak tahu apa-apa wanita jalang!" Ziyan benar-benar marah saat ini. Dia benci jika ada yang menyalahkan ayahnya. Apalagi itu adalah ibu kandungnya sendiri.
"Kau...! Berani-beraninya..."
Wanita itu melayangkan tangannya ingin menampar tetapi Ziyan berhasil menghalaunya. Memegang erat tangan Sandra kemudian mengempaskan dengan kasar.
"Jangan pernah menginjakkan kaki kotormu di rumah ini dan jangan sebut aku anakmu lagi!"
Ziyan meludah kemudian membanting pintu dengan kasar. Napasnya memburu. Jika dia terus menerus meladeni wanita itu, mungkin akan jadi bencana. Bukan hanya makian, mungkin saja dia akan menampar wajah cantik ibu kandungnya itu. Ziyan benar-benar membenci wanita itu.
Tubuhnya luruh ke atas lantai. Tangannya masih mengepal. Tinjunya di arahkan ke lantai. Dia berteriak; marah.
Tujuh tahun yang lalu di depan mata kepalanya sendiri, Ziyan melihat wanita yang dipanggilnya ibu tersebut selingkuh. Dia masih tiga belas tahun, tapi bukan berarti dia bodoh ketika melihat dua orang dewasa berada dalam satu ranjang di kamar ayahnya.
Mulai saat itu dia sudah memutuskan bahwa ibunya telah mati. Dia malu mempunyai ibu tukang selingkuh.
Ziyan memegang kepalanya. Menyembunyikan wajahnya di kedua lutut. Badannya bergetar. Air matanya luruh.
*****
Pikiran Ziyan sedang tidak fokus pada apa pun. Jalanan Jakarta yang cukup padat seolah tidak mengganggu pikirannya. Dia hanya diam sepanjang perjalanan menuju kampus. Tadi setelah mobil jemputan datang, Ziyan meminta sang sopir untuk mengantarkannya ke kampus lebih dahulu, sebelum ke bandara. Walaupun jaraknya cukup jauh.
Akhirnya mobil pun memasuki parkiran kampus. Ziyan tersentak kemudian turun. Kaki lebarnya melangkah dengan mantap mencari seseorang.
Tidak berapa lama dia telah menemukan orang itu. Orang itu tidak lain adalah Mika. Tanpa basa-basi Ziyan langsung memeluknya membuat Mika terkejut.
"Apa yang—,"
"Sebentar saja." Sebelum Mika selesai berucap, Ziyan telah memotongnya.
"Kau kenapa?" tanya Mika heran.
Mereka kini menjadi bahan tontonan karena aksi Ziyan yang memeluk Mika di depan ruang perpustakaan, ketika pemuda berponi itu hendak keluar.
Ziyan tidak menjawab, malah semakin mengeratkan pelukannya.
"Lepaskan!" bisik Mika lirih.
Ziyan tidak mengindahkan perkataan Mika. Dia larut dalam pikirannya sendiri. Menenggelamkan kepalanya di ceruk leher Mika. Semakin mengeratkan pegangan tangannya di pinggang kakaknya.
"Ziyan, banyak orang melihat kita," bisik Mika lagi dengan sedikit kesal dipeluk tiba-tiba.
"Biarkan saja."
Walaupun pelan Mika dapat merasakan tubuh Ziyan bergetar. Suaranya sedikit serak. Mika diam untuk sesaat, membiarkan tubuhnya dipeluk pemuda jangkung itu.
"Berjanjilah. Jangan pernah meninggalkanku."
"Maksudnya?" tanya Mika bingung.
Ziyan melepaskan pelukannya. Mencoba tersenyum.
"Bukan apa-apa. Maafkan aku." Ziyan menggenggam tangan Mika.
Mika melihat ada yang aneh dengan sikap Ziyan. Mata pemuda itu terlihat merah. Apakah Ziyan baru saja menangis?
"Aku akan merindukanmu."
Setelah mengucapkan kalimat tersebut Ziyan berbalik dan meninggalkan Mika yang masih kebingungan.
****
Ps ; aku mager ini gimana dong, padahal deadline sebentar lagi 😭😭😭
Semoga cerita ini dapat tamat tepat waktu.
Happy reading
Vea Aprilia
Ta, 29 May 2017
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top