SAFM - BAGIAN DUA PULUH SATU
Hari ini adalah hari terakhir Prinsa menginap di rumah Mika. Orang tuanya sudah kembali dari Kalimantan. Mereka sudah beberapa kali menelepon Prinsa agar segera pulang. Namun, gadis itu masih ngotot ingin tinggal di rumah Mika dan kuliah di Jakarta.
Prinsa adalah anak tunggal, tentu saja mereka tidak menginzinkan. Lagipula di Bandung juga banyak universitas yang bagus seperti di Jakarta.
Mereka juga sudah meminta Ziyan agar membujuk serta mengantar Prinsa untuk pulang ke Bandung. Tentu saja pemuda itu langsung bersemangat. Satu minggu tinggal bersama Prinsa membuat hidupnya sedikit kacau. Apalagi Mika sangat perhatian terhadap Prinsa membuat Ziyan cemburu.
Eh, tunggu. Cemburu? Tapi mungkin Ziyan belum menyadarinya kalau perasaan aneh yang tiba-tiba muncul saat melihat Mika lebih perhatian pada sepupunya itu adalah perasaan cemburu.
"Ayolah Kak," rengek Prinsa.
Gadis itu sedang membujuk Mika untuk bernyanyi sambil bermain gitar seperti yang dilakukannya di kafe. Ziyan hanya duduk sambil bersedekap, mengamati usaha adik sepupunya untuk merayu Mika. Selama mereka tinggal bersama, Ziyan belum pernah mendengar Mika bermain gitar dan bernyanyi di rumah, kecuali di kafe tentu saja.
Ziyan tidak tahu saja kalau Mika sering bernyanyi jika sendirian.
"Tidak!" tegas Mika.
Dia benci dirong-rong seperti itu.
"Kak Mika, jahat." Prinsa memberengut.
"Kok jahat?" Mika mengerutkan keningnya.
"Besok aku sudah pulang ke
Bandung, tapi Kak Mika tidak mau bernyanyi untukku."
Mika mendesah. Dia mulai lelah menghadapi sifat Prinsa.
Sedangkan Ziyan hanya memperhatikan keduanya dalam diam. Dia tidak ingin ikut campur atau berusaha untuk membujuk Mika seperti yang dilakukan oleh Prinsa. Dalam hati Ziyan tersenyum bahagia karena Mika menolak permintaan Prinsa.
"Kak Ziyan...." Prinsa merengek mencoba mencari bantuan tapi pemuda itu hanya mengendikkan bahu; tidak peduli.
"Kalian berdua jahat." Prinsa semakin cemberut.
Mika tersenyum sambil geleng-geleng. Dia tidak menyangka akan menghadapi seorang gadis yang sangat manja dan sedikit labil.
"Jangan cemberut seperti itu. Aku menolak, karena nanti malam harus bekerja."
Prinsa masih saja nengerucutkan bibirnya. Tangannya dilipat di depan dada.
"Dasar anak manja," ejek Ziyan.
"Kakak tidak usah ikut campur," semprot Prinsa.
Ziyan terkikik. Dia bahagia sekaligus kasihan.
"Tidak perlu cemberut seperti itu. Nanti malam kamu bisa pergi ke kafe untuk melihat aku bernyanyi."
"Baiklah." Prinsa menyerah walaupun masih cemberut.
"Kau bisa mengajaknya ke kafe." Kali ini Mika berbicara pada Ziyan.
"Aku?" Ziyan menunjuk dirinya sendiri. Mika mengangguk.
"Kenapa harus aku?" Ziyan mendesah, sedikit menolak karena dia tidak mau melihat Mika yang dipegang-pegang oleh si manajer kafe itu.
"Ya, karena kau adalah Kakak sepupunya."
Sial.
*****
Mereka bertiga tiba di kafe pukul tujuh malam. Kenapa bertiga, karena Ziyan memaksa untuk mereka berangkat bersama menggunakan satu mobil saja. Ziyan beralasan dia malas untuk menyetir. Akhirnya Mika setuju. Padahal itu hanyalah akal-akalan Ziyan untuk bisa dekat dengan Mika. Tentu saja Prinsa juga ikut tapi dia duduk di kursi penumpang bagian tengah.
Sebelum menuju ke kafe mereka sempat untuk makan malam bersama. Ziyan sedikit kecewa karena lagi-lagi harus ada Prinsa diantara mereka berdua.
"Baiklah. Kalian bisa duduk di sini sambil memesan minuman. Aku mau siap-siap dulu."
Mika bergegas meninggalkan mereka karena sudah terlambat. Seharusnya dia mulai bekerja pada pukul enam tadi. Namun, dia baru sampai pukul tujuh, gara-gara makan malam bersama Ziyan dan Prinsa.
Mika bergegas masuk ke dalam meninggalkan mereka berdua. Wajah Prinsa nampak berbinar senang.
"Ingat, besok kau harus pulang ke Bandung."
"Ish... Kak Ziyan, aku juga belum pikun." Prinsa memberengut.
"Awas saja kamu buat alasan yang tidak masuk akal lagi. Mau tidak mau aku akan tetap mengantarkanmu pulang," tegas Ziyan.
Sudah cukup gadis itu mengganggu hidupnya. Ziyan lelah karena harus berbagi.
"Bilang saja Kakak ingin berduaan dengan Kak Mika."
"Kau...." Hampir saja Ziyan akan memukul Prinsa tapi tidak jadi. Sungguh menjengkelkan menghadapi gadis yang satu ini.
"Selamat malam pengunjung kafe D'Zone. Malam ini adalah malam yang spesial karena dua penyanyi terbaik di kafe kami akan melakukan kolaborasi."
Ziyan dan Prinsa langsung fokus pada lelaki yang baru saja memberikan pengumuman tersebut di atas panggung. Siapa lagi kalau bukan Rio.
"Mari kita sambut, Mika dan Zaira."
Suara riuh tepuk tangan langsung bergumuruh di ruangan kafe tersebut. Tak terkecuali Prinsa dan Ziyan yang ikut bertepuk tangan. Mereka melihat Mika menggandeng seorang gadis cantik dan masih muda.
"Wah... Ternyata Kak Mika sudah punya pacar."
Ziyan langsung melihat ke arah Prinsa. Kemudian fokus kembali ke arah Mika dan gadis yang bernama Zaira tersebut.
"Mereka serasi ya," ucap salah seorang pengunjung perempuan yang duduk tidak jauh dari meja Ziyan dan Prinsa. Mau tak mau pemuda jangkung itu pun menoleh.
Dadanya berdesir aneh. Matanya kembali fokus pada dua orang anak manusia yang sedang duduk di atas panggung. Zaira di depan pianonya. Sedangkan Mika duduk memegang gitarnya. Ternyata dua bulan tinggal bersama Mika, tidak lantas membuatnya tahu semua tentang pemuda itu. Bahkan dia merasa kecolongan saat tahu ternyata Mika dekat dengan gadis lain, yang mungkin bisa jadi adalah pacarnya. Tiba-tiba dia merasa kesal.
Eh... Kenapa juga dia harus memikirkan hal itu? Mika dekat dengan siapa pun juga bukan urusannya. Ziyan mendesah. Akhir-akhir ini dia merasa ada yang aneh dengan dirinya sendiri.
Alunan suara merdu piano membuyarkan lamunan Ziyan. Dia melirik Prinsa yang terlihat begitu semangat menonton pasangan di atas panggung tersebut.
"Mereka serasi sekali, yang satu jago nyanyi dan main gitar, yang satunya lagi pintar bermain piano."
Ziyan memutar bola matanya. Dia jelas-jelas baru saja mendengar Prinsa memuji mereka berdua. Pemuda itu kembali tak acuh. Dia meminum jus alpukatnya dengan cepat. Jelas sekali kalau Ziyan tidak suka mereka berdua berpasangan.
Memang diakui, mereka berdua memang cocok untuk menjadi pasangan duet di atas panggung tapi kalau benar mereka berdua berpasangan di luar panggung, Ziyan adalah orang pertama yang akan menolak.
Sesekali telinganya terasa panas karena harus mendengar beberapa pengunjung yang memuji mereka tak terkecuali Prinsa yang tidak berhenti untuk tidak kagum.
Lagu yang mereka nyanyikan telah selesai. Suara riuh tepuk tangan dari penonton kembali bergemuruh. Prinsa juga terlihat begitu bersemangat bertepuk tangan. Ziyan mendengkus. Dia membuang wajahnya.
"Mereka kemari." Prinsa begitu bersemangat menarik lengan jaket Ziyan agar melihat Mika dan gadis yang bermain piano itu berjalan ke arah mereka.
Ziyan benar-benar menunjukkan wajah tidak suka. Ketika mereka tiba di hadapannya, Ziyan sempat menggerutu tidak jelas.
"Kenalkan ini Zaira." Mika menunjuk gadis yang berdiri di sampingnya.
" Aku Prinsa." Mereka berdua saling bersalaman.
"Wah, Kakak benar-benar jago main pianonya." Prinsa jelas-jelas menunjukkan rasa kagumnya.
"Biasa saja, dan jangan panggil Kakak, aku masih SMA." Zaira tersenyum manis. Matanya melirik sekilas pada laki-laki yang nampak cuek di sebelah Prinsa.
"Dia Ziyan." Mika menunjuk pemuda yang entah kenapa terlihat aneh. Wajahnya terlihat acuh.
"Hai, Kak Ziyan."
Pemuda itu tidak menjawab, malah mendengkus.
"Ini pasti Adik tiri Kak Mika."
Ziyan membulatkan matanya. Dia melirik ke arah Mika yang terlihat biasa-biasa saja. Pemuda itu melihat pada gadis bernama Zaira yang sedang terkikik.
"Apanya yang lucu?" Ziyan melemparkan tatapan dingin.
"Tidak apa-apa." Tapi Zaira masih terkikik geli.
"Kenapa kau begitu senang?" tanya Prinsa pada Zaira.
Zaira berdehem sebelum membuka mulut untuk bicara.
"Aku pikir saudara Kak Mika itu adalah orang yang hangat. Tapi ternyata dia tidak jauh berbeda dengan sifat Kak Mika."
"Darimana kau mendapatkan kesimpulan seperti itu?" tanya Mika terkejut.
"Dengan melihatnya saja, saat ini aku bisa menilai bagaimana perangainya."
Zaira itu masih muda tapi kadang pikirannya bisa lebih dewasa dari usianya.
"Sok tahu." Ziyan menyela.
"Aku tidak perlu bicara apa-apa lagi. Tapi melihat kalian berdua. Aku rasa kalian cocok."
Zaira terkikik kemudian melambaikan tangan, meninggalkan mereka bertiga.
Mika dan Ziyan saling melempar pandangan. Mika berpikir sejenak; bagaimana bisa mereka bisa dikatakan cocok?
****
Ps; ada yang kangen Ziyan 😂😂
Maaf 🙏 saya sibuk dengan persiapan untuk menyambut bulan puasa jadi belum sempat update.
Happy reading
Vea Aprilia
Ta, Kamis 25 May 2017
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top