SAFM - BAGIAN DUA PULUH DUA

Hari ini adalah hari kebebasan bagi Ziyan. Dia baru saja pulang dari mengantarkan Prinsa ke Bandung. Setelah satu minggu hidupnya seperti di penjara, pemuda itu bisa merasakan ketenangan saat ini. Senyum di bibirnya terus merekah seperti bunga mawar yang baru saja mekar.

Banyak rencana yang telah disusun dalam otak kecilnya. Rencana untuk lebih dekat dengan Mika. Tentang bagaimana lebih mengenal saudara tirinya tersebut.

Dua bulan bukan waktu yang singkat tapi Ziyan masih belum tahu apa-apa tentang Mika. Pemuda berponi itu memang sedikit tertutup tentang masalah kehidupan pribadinya.

Ziyan ingin sekali mengorek tentang masalah pribadi Mika. Misalnya, tentang pacar mungkin atau seseorang yang tengah dekat dengan kakaknya itu.

"Kau mau makan bersamaku nanti malam?"  tanya Ziyan setelah selesai mencuci piringnya.

Ya, Ziyan sudah sedikit terbiasa untuk mencuci piringnya sendiri setelah selesai makan. Dia tidak ingin mendapatkan semburan pedas dari bibir Mika atau mendiamkannya selama beberapa hari. Itu sangat menyiksa.

"Kenapa tiba-tiba?" tanya Mika setelah mereka duduk berdua di sofa ruang tengah.

Hari ini Minggu. Mereka baru saja makan siang bersama. Tentu saja Mika yang memasak. Sudah cukup Ziyan yang memasak sarapan selama seminggu dan membuat cacing-cacing di perutnya bergejolak setelah menyantap masakan Ziyan.

"Karena aku ingin."

Jawaban Ziyan sungguh tidak masuk akal.

"Kenapa malam ini?" Mika masih bertanya. Dia tidak puas dengan jawaban Ziyan.

Ziyan mendesah. "Besok siang, aku akan berangkat ke Bali selama tiga hari."

"Lagi?" Mika tampak terkejut.

"Pekerjaanku memang seperti itu." Ziyan terkekeh.

"Aku tahu, kalau kau akan merindukanku selama aku pergi," ujar Ziyan penuh percaya diri.

Mika mendengkus. "Jangan mimpi."

Ziyan semakin tertawa lebar. "Sudahlah, jangan malu."

Mika menghela napas dan membuangnya. Dia kemudian tersenyum mengejek.

"Kau terlihat cantik jika tersenyum."

Lagi. Ziyan mengejeknya. Wajah Mika langsung berubah gelap. Dia benci pemuda di sampingnya ini, karena selalu melecehkannya dengan mengatakan kata 'cantik'.

"Jangan melecehkanku!" Raut wajahnya sudah sangat merah karena kesal.

"Lihatlah wajahmu."  Ziyan tertawa terbahak. Mika menatapnya tajam.

"Baiklah-baiklah. Aku minta maaf." Ziyan mengatur napasnya setelah selesai tertawa.

"Bagaimana?" 

"Apanya?" balas Mika ketus.

"Makan malam?"

"Aku menolak,"  jawab Mika tanpa menunggu lama.

"Apa kau marah?"  tanya Ziyan menyeringai.

"Pikirkan saja sendiri." Mika beranjak dari sofa. Dia tidak ingin berlama-lama dengan pemuda itu.

"Kau menggemaskan jika sedang merajuk." Ziyan berteriak kemudian terkekeh sendiri.

Sebuah kebahagiaan sendiri ketika berhasil menjahili kakak tirinya tersebut.

*****

"Kau baru saja mendapatkan uang banyak, ya?" tanya Mika heran.

Mereka baru saja sampai di sebuah restoran yang lumayan mewah. Lampu restoran tersebut didisain temaram. Ada lilin di setiap meja. Mungkin kalau sepasang kekasih akan cocok bila makan malam di restoran tersebut karena suasananya yang begitu romantis. Ditambah lagi dengan alunan musik klasik.

"Tidak juga," jawab Ziyan santai setelah meminum air putih yang telah disediakan di atas meja.

"Lalu? Apa kau sedang berulang tahun?" selidik Mika. Jujur saja pemuda berponi itu tidak tahu kapan adik tirinya tersebut berulang tahun.

"Tidak juga," balas Ziyan santai.

"Lalu? Kenapa kau mengajakku ke restoran semewah ini?"

Mika masih belum menyerah dengan pertanyaannya. Karena bukannya dia tidak suka, hanya saja ini terlalu aneh untuk dua orang lelaki. Bayangkan saja, dua orang laki-laki sedang makan malam di sebuah restoran mewah dengan dihiasi lilin juga alunan musik klasik. Mungkin sebagian orang akan mengira kalau mereka itu adalah pasangan kekasih.

"Ya, karena aku ingin," balas Ziyan tersenyum hingga memperlihatkan deretan gigi putihnya.

Mika mendengkus. Pemuda di hadapannya ini memang menyebalkan.

"Apa kau tidak suka?"

"Aku suka, tapi akan lebih baik jika kita makan di warteg saja."

"Kenapa?" tanya Ziyan heran.

"Pikirkan saja sendiri. Bagaimana bisa dua orang laki-laki sedang makan malam dengan suasana yang romantis seperti ini?"

Kening Ziyan mengernyit. "Apanya yang tidak mungkin?"

"Ya, karena...," Mika bingung bagaimana menjelaskan pikirannya kepada Ziyan.

"Karena apa?" tanya Ziyan bingung.

"Ya, karena restoran ini lebih cocok untuk pasangan kekasih." Akhirnya Mika berhasil menyuarakan pikirannya.

Ziyan terpaku dengan perkataan Mika. Namun, kemudian dia tersenyum. Lama-lama terdengar suara tawa, walaupun tidak keras. Pemuda berlesung pipi tersebut menggeleng. Dia tidak menyangka kalau kakaknya akan berpikiran sejauh itu.

"Jadi kau pikir kita ini pasangan kekasih?" goda Ziyan sambil mengedipkan sebelah matanya.

Mika langsung melotot horor. Sedangkan, Ziyan semakin tertawa lebar.

"Ah, kau benar-benar lucu sekali." Ziyan masih tertawa sambil geleng-geleng.

"Terserah!"

Ziyan masih menyimpan tawanya ketika pelayan datang, membawa pesanan mereka. Dia berdehem untuk menormalkan suasana.

"Kelihatannya lezat." Ziyan berkata pada Mika.

Sedangkan kakak tirinya tersebut masih tertegun dengan hidangan di hadapannya. Bukan karena Mika tidak pernah makan di restoran seperti ini. Menurutnya ini terlalu berlebihan.

"Bagaimana menurutmu?" tanya Ziyan yang melihat kakaknya masih saja tertegun.

Mika melirik Ziyan sengit. "Apa sebenarnya maksudnya semua ini?"

"Tidak ada. Hanya makan malam biasa." Ziyan mendesah. Memundurkan punggungnya; bersandar. Tangannya dilipat di depan dada.

"Pertemuan pertama kita mungkin bisa dikatakan tidak berjalan baik. Aku hanya ingin menebus kesalahan sejak awal kita bertemu hingga dua bulan terakhir ini,"  jelas Ziyan.

Mika hanya manggut-manggut mengerti. "Jadi kau tidak punya maksud tersembunyi?" Mika mendelik.

Ziyan mendesah kembali. Mencondongkan tubuhnya ke depan.

"Buang saja pikiran burukmu itu, dan nikmati saja makan malamnya. Aku tidak ingin kita bertengkar di sini."

"Maaf." Mika sedikit menyesal merusak suasana.

"Sudahlah makan saja." Ziyan tersenyum manis.

"Ngomong-ngomong kau sudah punya pacar?" tanya Ziyan tiba-tiba membuat Mika tersedak potongan steak.

"Maaf-maaf aku tidak bermaksud membuatmu tersedak," ucap Ziyan sedikit panik.

"Tidak apa-apa."  Mika menepuk dadanya sebentar setelah meminum air putih.

"Kau tanya apa tadi?" tanya Mika mencoba untuk fokus kembali.

"Lupakan saja." Ziyan tersenyum canggung.

Kalau aku bertanya lagi, mungkin kamu akan tersedak untuk kedua kalinya.

"Kamu tanya soal pacar?" tanya Mika melirik penuh arti. Pisau dan garpu untuk memotong daging telah disimpannya kembali di atas meja.

Ziyan menatap ragu-ragu tapi akhirnya mengangguk juga.

Mika mendesah. "Kamu bukan orang pertama yang menanyakan soal pacar padaku."

"Memang kenapa?" tanya Ziyan heran. Apakah ada yang salah dengan pertanyaannya.

"Tidak ada. Tapi menurutku untuk saat ini, tidak penting hadirnya seorang pacar," jelas Mika membuat binar bahagia pada wajah Ziyan.

"Benarkah?" tanya Ziyan senang.

Mika menyipitkan matanya kemudian bertanya, "Kenapa kau begitu senang?"

"Bagaimana kalau kita pacaran?"

"APA?" Suara Mika keras hingga sebagian pengunjung melihat ke arah mereka berdua.

Tatapan Mika berubah menjadi horor. Tubuhnya kini terasa kaku. Matanya membelalak tidak percaya. Otaknya mencoba mencerna kalimat yang baru saja meluncur dari bibir pemuda di hadapannya.

"Apa kau sudah gila?"  Mika berteriak, tidak peduli tatapan beberapa pengunjung dari meja lain.

"Ya, aku memang sudah gila."

"Kau benar-benar tidak waras. Apa kau lupa kalau kita ini bersaudara?"
Mika geram dengan suara sedikit pelan.

"Tapi aku tidak sungguh-sungguh menganggapmu sebagai saudaraku," balas Ziyan santai.

"Kau benar-benar sudah gila!" Matanya menatap tajam objek di hadapannya.

"Kamu yang sudah membuatku gila."

"Tapi ini salah!" teriak Mika sekali lagi.

"Tidak ada yang salah dengan cinta, Brother."

"Salah! Karena kita berdua laki-laki!"

Ziyan terbangun dengan keringat  di sekujur tubuhnya. Napasnya terlihat memburu. Dahinya mengerut. Dia berusaha menelan ludahnya walaupun susah payah. Menggigit bibir bawahnya, mencoba mengingat kembali mimpinya.

Makan malam tersebut memang nyata tapi setelah makan mereka langsung pulang. Tidak ada restoran romantis ataupun pernyataan cinta pada Mika.

Ziyan mengatur napasnya. Dia berpikir sekali lagi kenapa bisa bermimpi seperti itu. Apa otaknya sedikit bergeser? Ziyan mengusap wajahnya. Mungkin karena akhir-akhir ini dia sering memikirkan Mika sehingga bermimpi aneh seperti itu.

*****

Yang mau bakar saya monggo 😂😂 sengaja 😛😛😛

Selamat menjalankan ibadah puasa bagi yang menjalankan.

Happy reading

Vea Aprilia

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top