SAFM - BAGIAN DUA BELAS

"Aku tidak melihatmu waktu pesta pernikahan Mama," ucap Mika ketika mereka sarapan bersama keesokan paginya.

"Oh, aku sedang ada pemotretan di Bali," balas Ziyan singkat.

Mika hanya manggut-manggut mendengar perkataan Ziyan.

"Kenapa?" Ziyan merasa penasaran kenapa Mika tiba-tiba bertanya akan hal itu.

"Tidak."

Ziyan tersenyum kecut.

"Kau seorang model?" tanya Mika lagi.

Ziyan sedikit heran, sejak kapan kakak tirinya itu peduli dengan kehidupannya.

"Iya," jawab Ziyan singkat.

"Sejak kapan?" tanya Mika lagi.

Ziyan mengerutkan keningnya. Hari ini matahari tidak terbit dari barat 'kan? Atau bumi berhenti berputar pada porosnya? Atau kepala Mika terbentur tembok? Atau kah kakak tirinya mengalami geger otak ringan? Atau mungkin otak Mika bergeser gara-gara mereka naik komidi putar kemarin?

"Zi?" panggil Mika pelan.

Ziyan mengerjap. Sekali. Dua kali. Tiga kali.

Dia tidak salah dengar bukan? Kakaknya memanggil namanya. Ziyan rasanya ingin salto ke
Ujung Kulon.

"Kalau tidak mau jawab ya sudah." Mika sewot karena bukannya menjawab pertanyaannya, Ziyan malah melamun.

"Kakak tanya apa tadi?" Ziyan tersenyum hingga memperlihatkan deretan gigi putihnya. Mirip seperti iklan pasta gigi di televisi tak lupa dengan lesung pipinya.

"Kamu sudah lama jadi model?" tanya Mika lagi.

"Sejak SMA, Kak. Memang kenapa?" tanya Ziyan balik. Dia penasaran kenapa Mika jadi peduli dengan dirinya.

"Cuma tanya aja. Oh ya, panggil Mika aja. Gak enak banget kamu panggil kakak, berasa tua banget." Mika tersenyum manis.

Demi Tuhan. Ziyan baru sekarang lihat Mika semanis itu. Boleh tidak kalau Ziyan lebay. Mukanya sudah mirip kepiting rebus. Ziyan bahagia karena Mika tersenyum padanya.

"Aku duluan ya."

Mika menepuk bahu Ziyan.

Ziyan terkesiap. "Tunggu?"

Mika menghentikan langkahnya. "Ada apa?"

"Bagaimana kalau aku antar ke kampus?" tawar Ziyan.

Mika tersenyum. "Aku punya mobil sendiri kalau kau lupa."


****

Ziyan melamun sejak kelas mulai sepuluh menit yang lalu. Dia memikirkan perubahan sikap Mika tadi pagi. Pemuda berlesung pipi itu sedikit heran. Bagaimana bisa dalam satu malam, sikap kakak tirinya langsung berubah menjadi baik padanya?

Dia bukan Power Ranger atau Satria Baja Hitam, yang bisa berubah sangat cepat kan?

Ziyan menggaruk kepalanya bingung. Namun, kemudian pemuda itu tersenyum hingga lesung pipinya tercetak jelas di wajahnya. Ziyan bahagia karna sikap kakaknya berubah menjadi lebih baik.

"Ziyan Ariezka Malik, bisakah Anda fokus pada kelas saya?"

Ziyan terkesiap kemudian mengangguk. Dia tersenyum canggung. Pemuda itu melihat beberapa mahasiswa yang menatapnya. Menunduk kemudian mencoba fokus dalam kelas. Baru saja dosen botak berkacamata dengan perut buncit menegurnya yang ketahuan sedang melamun.

Koridor kampus mulai ramai. Beberapa kelas telah selesai. Ziyan berjalan sepanjang koridor sambil bersiul bahagia. Tak diindahkannya tatapan memuja dari beberapa mahasiswi yang dilewatinya. Dia sudah kebal dengan hal serupa.

Ketika dia baru saja masuk kuliah di hari pertama. Ziyan sudah menjadi pusat perhatian. Banyak mahasiswi yang tidak segan meminta tanda tangan atau sekadar ingin berkenalan. Dia tidak menduga bahwa dirinya sepopuler itu di Jakarta.

Jadwalnya memang padat. Bahkan sebelum bertemu Mika, dia akan melibas semua agensi majalah yang ingin melakukan kontrak kerja dengannya. Rencananya, setelah tinggal di Jakarta, Ziyan akan mulai menjadwal ulang semuanya.

Langkahnya berhenti di depan seorang pemuda berkulit putih yang tidak mengindahkan kedatangannya. Siapa lagi kalau bukan Mika. Ziyan duduk di depan Mika. Memperhatikan kakak tirinya itu dengan seksama. Hidung mancung, kulit putih, bola mata hitam. Bibir tipis yang menyunggingkan senyuman pagi tadi. Tak terasa Ziyan tersenyum sendiri. Dagunya diletakkan di atas meja sambil terus mengagumi mahkuk cantik di hadapannya.

Lima belas menit sudah Ziyan duduk di depan Mika. Namun, laki-laki berkacamata tersebut benar-benar tidak mengindahkan keberadaannya. Ziyan mendengkus. Tangannya terulur ingin mengambil salah satu buku yang berada di atas meja. Namun, dengan sigap tangan Mika menahannya.

Mika membentulkan letak kacamatanya, melirik sekilas pada wajah Ziyan yang kini sedang memberengut. Kemudian fokus kembali pada bukunya.

Ziyan mendengkus. Dia benar-benar tidak bisa mengerti kenapa kakaknya itu sangat suka membaca. Buku-buku tebal di hadapan Ziyan, membuat pemuda jangkung itu sakit kepala.

"Eh-,"

Mika langsung menaruh telunjuknya di depan bibir. Memberi tanda pada Ziyan untuk tidak bicara.

Ziyan mendengkus kembali. Kemudian dia mengambil kertas dari tasnya. Menuliskan sesuatu kemudian menaruhnya di atas buku yang sedang dibaca Mika.

Mika mengerutkan kening. Mengambil kertas tersebut kemudian membacanya.

Nanti malam tidak perlu masak

Mika kemudian membalik kertas tersebut. Menulis sesuatu kemudian meletakkan di atas meja.

Ziyan mengambilnya, kemudian membacanya.

Kenapa?

Pemuda jangkung itu menuliskan lagi sesuatu di sana. Kemudian meletakkan kembali di atas buku Mika.

Aku akan mengajakmu makan malam di restoran.

Mika mengernyit, dia menatap Ziyan. Sedangkan Ziyan hanya manggut-manggut sambil tersenyum. Sebelum Mika membalas menulis sesuatu tiba-tiba ada seorang mahasiswi yang menghampirinya meja mereka. Tepatnya menghampiri Ziyan. Gadis itu meletakkan sebuah amplop berwarna merah muda kemudian pergi.

Ziyan menatap kepergian gadis tersebut kemudian beralih pada Mika, sedang Mika hanya mengangkat bahunya. Pemuda berlesung pipi tersebut lalu mengambil amplop itu kemudian membukanya. Terlihat kening Ziyan mengernyit.

Mika tidak acuh, lalu fokus kembali pada bukunya. Tiba-tiba dia merasa ada pergerakan di hadapannya. Mika mendongak, dia melihat Ziyan sudah berdiri dari kursinya.

Mika membuka mulut tapi sebelum suaranya keluar, Ziyan sudah bicara padanya.

"Aku akan segera kembali."

Mulut Mika masih terbuka ketika tubuh Ziyan menjauh darinya. Lalu dia menggeleng pelan. Menghela napas kemudian kembali hanyut dalam bukunya. Matanya melirik pada kertas kecil di atas meja. Ada tulisan Ziyan di sana kemudian ia tersenyum.

*****

Jam sudah menunjukkan pukul setengah delapan malam. Mika sedang duduk di sofa ruang tamu. Hari ini kamis malam jumat. Dia tidak ada jadwal pergi ke kafe. Pemuda berkulit putih tersebut hanya pergi ke kafe pada hari rabu, sabtu dan minggu saja. Selebihnya dia akan menyibukkan diri dengan tugas kuliahnya.

Tangan Mika membalik buku. Matanya sesekali melirik ke arah pintu masuk. Sebenarnya dia sedang menunggu Ziyan. Laki-laki itu akan mengajaknya pergi makan di restoran seperti yang dituliskan di kertas siang tadi. Mika benar-benar menunggunya. Dia sengaja tidak memasak malam ini.

Dia melihat jam lagi. Perutnya sudah terasa lapar. Mungkin sebentar lagi Ziyan akan datang, hiburnya dalam hati.

Dia menghela napas kemudian mulai membaca bukunya kembali. Namun, hatinya tidak tenang. Apa mungkin adik tirinya itu lupa?

Dia lalu merogoh sakunya. Mengambil ponsel kemudian mencari nomor kontak Ziyan. Mika ingin meneleponnya tapi diurungkan. Lalu jarinya mulai mengetik sesuatu tapi dihapusnya kemudian. Dia mengerang frustrasi.

Mika mengacak rambutnya kasar hingga poninya berantakan. Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam. Dan makan malamnya sudah terlambat satu jam lalu. Dia sangat kelaparan.

"Sialan! Kenapa aku harus menunggu manusia bar-bar itu." Mika berteriak frustrasi.

"Lihat saja apa kau masih berani tinggal di rumah ini."

Mika menghela napas kemudian melangkah ke dapur. Dia ingin masak mie instan saja. Cacing-cacing dalam perutnya sudah berteriak meminta makan. Dia akan memikirkan cara untuk membalas Ziyan setelah perutnya kenyang.

****

Ps; maaf 🙏 lelet update dan tidak sempat edit. Jika ada kesalahan mohon koreksinya.

Terima kasih.

Happy reading

Vea Aprilia

Ta, Rabu 14 May 2017

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top