SAFM - BAGIAN DUA

Mika baru saja selesai menyiapkan sarapan ketika bel rumahnya berbunyi. Dia beranjak dari dapur untuk menuju ke depan. Maklum dia hanya tinggal sendiri setelah ditinggal Bi Mimin, asisten rumah tangganya yang telah sepuluh tahun bekerja pada keluarganya. Bi Mimin memutuskan untuk pulang kampung dua bulan yang lalu, karena ingin mengurus cucunya sendiri. Ditambah lagi Shakina juga telah memutuskan untuk tinggal di Bandung, maka praktis dia benar-benar sendirian sekarang.

Langkah lebar Mika telah sampai di depan pintu dan segera membukanya. Dia sedikit terkejut dengan pemandangan di hadapannya.

Seorang laki-laki muda yang kira-kira seumuran dengan dia tengah berdiri di hadapannya. Wajahnya tampan dengan rahang yang tegas. Rambutnya dipotong pendek dan rapi. Kulitnya sedikit gelap dari kulit Mika. Hidungnya mancung. Dan lebih tinggi dari Mika yang mempunyai tinggi 180 cm. Pemuda tersebut memakai kaus lengan panjang berwarna putih, celana jeans panjang berwarna hitam dan juga sepatu sneaker warna putih. Dia membawa tas punggung. Di sampingnya ada sebuah koper besar.

"Anda siapa?" Sedikit mendongak Mika menatapnya dari atas ke bawah lalu ke atas lagi.

"Kamu pasti Mika?" tebaknya.

Mika membalas dengan anggukan.

"Aku Ziyan dan mulai sekarang, aku akan tinggal di rumah ini."

Belum sempat Mika membalas perkataannya. Laki-laki bernama Ziyan tersebut sudah menerobos masuk dengan menyeret koper besarnya.

Mika membuka mulutnya merasa tidak percaya. Kenapa ada laki-laki yang tidak sopan seperti itu? Masuk ke rumah orang sebelum yang punya rumah mempersilakan. Dia harus menambahkan deskripsi tentang laki-laki itu. Lelaki yang tidak punya sopan santun.

"Siapa yang menyuruhmu untuk masuk?" tanya Mika kesal dengan kelakuan laki-laki itu.

"Ini rumah Mama, kan?" tanyanya pada Mika.

Apa tadi? Mama? Mika tidak salah dengar bukan? Siapa yang dipanggilnya Mama?

"Siapa yang kau panggil Mama?"  Mika semakin kesal. Tapi masih bisa menahan amarahnya.

"Shakina Suherman, Ibu kamu," jawabnya santai.

Mika memejamkan mata  sejenak untuk meredam rasa kesal dalam dadanya.

"Tapi wanita yang kamu panggil Mama, sudah tidak tinggal di rumah ini lagi." Mika memberikan tatapan jengah.

"Aku tahu. Karena aku yang akan tinggal di rumah ini menggantikannya," ucapnya yang kini telah duduk di sofa ruang tamu.

"Kau...." Mika semakin merasa kesal.

"Apa kamu benar-benar Mika?" Dia bertanya lagi sambil memajukan tubuhnya dan menunjuk Mika dengan jari tangannya.

Dia kemudian menatap tubuh Mika dari atas ke bawah lalu ke atas lagi persis seperti yang dilakukan Mika beberapa menit yang lalu. Manik mata hitamnya seolah menilai Mika.

"Mama tidak pernah bercerita kalau anak laki-lakinya sangat cantik."

Apa katanya tadi? Cantik? Hei, aku masih laki-laki. Apa pemuda di hadapannya itu buta tidak bisa membedakan laki-laki dan perempuan. Mika menggerutu sendiri dalam hati.

"Oh ya, di mana kamarku?"

Sebelum Mika sempat protes karena disebut cantik. Lelaki itu sudah berdiri dan menyeret kopernya kembali.

"Baiklah, aku akan mencari kamarku sendiri. Kata Mama kamarku di sebelah kamarmu di lantai dua," katanya lagi ketika tidak mendapatkan jawaban atas pertanyaannya.

Mika belum sempat membalas kembali ucapannya, ketika lelaki bernama Ziyan tersebut telah naik ke lantai dua dan meninggalkan dia yang masih diam menahan rasa kesal di ruang tamu.

Mika berdecak sebal dan meletakkan kedua tangannya di pinggang. Menghela napas. Laki-laki bersurai hitam dengan poni yang sebagian menutupi dahinya itu harus meredam amarahnya karena kelakuan pemuda yang bernama Ziyan tersebut.

"Apa-apaan ini? Siapa yang tuan rumah di sini? Kenapa dia seenaknya sendiri?"

Dengan langkah cepat Mika menyusul Ziyan untuk naik ke lantai dua. Dia melihat koper besar berada di depan pintu kamarnya dan apa lagi ini kenapa pintu kamarnya terbuka lebar.

Mika segera berjalan dan dia berhasil membulatkan mata, ketika melihat Ziyan sedang tiduran di atas kasur miliknya.

"Apa yang sedang kau lakukan di atas kasurku?" Mika tampak protes. Wajahnya menyiratkan ketidaksukaan.

"Biarkan aku tidur sejenak. Kau tahu, aku bangun sangat pagi hari ini dan harus menyetir sendirian sampai kemari. Aku capek." Ziyan masih tiduran di atas kasur Mika ketika selesai mengucapkan kalimatnya tersebut.

"Itu bukan urusanku! Kau bisa tidur di kamarmu sendiri." Mika terpaksa menarik tangan Ziyan untuk bangun dari atas kasur miliknya. Namun, tenaga Mika seolah tidak ada apa-apanya, laki-laki itu tetap tidak bangun.

"Biarkan aku tidur sebentar saja. Sprainya wangi." Ziyan semakin memejamkan mata bahkan kini dia menggunakan satu lengannya untuk menutupi wajahnya.

Sialan. Maki Mika dalam hati.

Akhirnya Mika menyerah untuk menarik tangan Ziyan agar bangun dari tempat tidur. Laki-laki berkulit putih itu tidak kehabisan ide. Dia kemudian melangkah masuk ke dalam kamar mandi. Mengambil gelas yang biasa dia gunakan untuk berkumur lalu mengisinya dengan air. Setelah itu dia masuk kembali ke dalam kamar. Dengan tidak cantik, Mika mencipratkan air pada wajah Ziyan yang terlelap, entah sudah tidur atau belum. Mika tidak peduli.

"Apa-apaan ini?" Ziyan terkejut ketika mendapati wajahnya kini telah basah. Dia bangun dan langsung memberikan tatapan tajam pada Mika.

"Kau tidak bisa sedikit manusiawi?" tanya Ziyan tidak terima dengan perlakuan Mika.

"Manusiawi katamu? Kau yang menerobos masuk ke dalam rumahku sebelum aku mempersilakan, kemudian dengan tidak sopan masuk ke dalam kamarku lalu tidur di sini. Siapa yang tidak manusiawi di sini?" Mika menjawab dengan perasaan kesal campur marah. Tak lupa dia juga membalas tatapan tajam Ziyan. Wajah putihnya kini sudah memerah karena rasa marahnya.

Ziyan menghela napas kemudian mengusap wajahnya yang terkena air. Dia bangun lalu dengan santai melewati Mika yang berdiri di hadapannya. Dia sebenarnya lelah untuk berdebat dengan Mika. Laki-laki jangkung tersebut memilih mengalah dan keluar dari kamar Mika.

Mika menatap Ziyan yang keluar dari kamarnya kemudian menyeret kopernya sendiri dengan perasaan sangat kesal. Hari ini minggu, dan ini masih pagi, kenapa dia harus menghadapi makhluk seperti Ziyan yang tidak tahu sopan santun dan tata krama.

Dia bergegas turun mengambil ponselnya untuk menghubungi Shakina. Dia membutuhkan penjelasan dari ibunya tentang anak laki-laki yang bernama Ziyan tersebut. Tetapi hingga sambungan ke tiga kalinya, Shakina tidak menjawab teleponnya.

Sial, batinnya.

Ibunya sedang bersenang-senang di Singapura sedangkan dia di sini harus berurusan dengan manusia bar-bar yang seenaknya sendiri.

Baiklah. Mika merasa dia sendiri yang harus mengatasi pengganggu itu. Kalau perlu dia akan menendangnya keluar dari rumahnya. Dia tidak peduli anak siapa Ziyan, yang pasti laki-laki itu telah mengusik kehidupan damainya.

*****

Ps: Banyak adegan gaje yang akan terjadi. Tidak akan ada adegan mature.

Happy reading

Vea Aprilia 😍

Ta, 1 May 2017

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top