SAFM - BAGIAN DELAPAN
"Bagaimana keadaanmu, Sayang?"
"Aku baik, Ma."
"Bagaimana dengan Ziyan?"
Mika menjauhkan ponselnya sebentar. Kenapa ibunya tidak langsung menghubungi pemuda itu saja daripada bertanya padanya? Membosankan, batinnya.
"Tanya saja padanya langsung," Mika menjawab dengan malas.
"Kalian kan tinggal bersama. Jangan bersikap dingin padanya. Kalian sekarang adalah saudara."
Shakina tahu betul bagaimana sifat anaknya. Mika bukan orang yang dengan mudah membuka diri terhadap orang lain. Jadi wanita itu bisa menyimpulkan bagaimana sikap Mika terhadap Ziyan. Wanita itu hanya ingin memastikan bahwa Mika memperlakukan Ziyan dengan baik.
"Aku ada kelas."
Klik
Mika memutuskan sambungan teleponnya. Jengah dengan pembicaraan mengenai saudara tirinya tersebut. Sejak kapan ibunya menjadi sangat perhatian pada orang lain? Seingatnya dulu tidak. Bahkan ketika Mika sakit, Bi Mimin yang merawatnya sampai sembuh. Sedangkan Shakina, terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Dan sekarang dia punya waktu untuk memerhatikan Ziyan. Mika tersenyum hambar.
Ngomong-ngomong tentang sakit Mika jadi ingat kejadian tadi malam. Dia jadi berpikir, apakah perlakuannya selama ini begitu buruk pada Ziyan? Tapi itu semua juga bukan salah dia. Memang dari awal pertemuan mereka yang tidak terlalu baik. Sehingga membuat Mika tidak suka dengan keberadaan Ziyan di rumahnya.
Walaupun begitu Mika bukan orang yang tidak tahu balas budi. Dia tahu kondisinya bila sedang terkena pilek dan demam. Mungkin dia harus berlaku lebih baik pada Ziyan, karena pemuda berkulit cokelat tersebut telah merawatnya semalaman. Bahkan tidur dengan posisi yang tidak cantik sama sekali. Pasti badannya terasa sakit.
Mika berpikir, mungkin mulai dari sekarang dia harus bisa lebih menerima kehadiran Ziyan. Bagaimanapun mereka telah menjadi saudara walaupun bukan sedarah.
Memperbaiki hubungan mereka berdua, bukan rencana yang buruk.
****
Sudah setengah jam pemuda berponi tersebut sibuk di dapur. Dia sedang memasak untuk makan malam sebentar lagi. Satu hal yang perlu diketahui bahwa Mika itu pandai memasak. Bukan hasil didikan Shakina tapi dia belajar sendiri. Dulu dia sering membantu Bi Mimin di dapur. Lalu setelah sering membantu dia jadi ingin belajar memasak sendiri.
Mika masih ingat ketika pertama kali menggoreng telur. Wajannya sampai gosong dan berasap. Bi Mimin marah padanya, bukan karena wajan yang gosong tapi karena khawatir Tuan mudanya kenapa-napa. Bi Mimin sedang ke pasar ketika Mika bangun tidur dan perutnya sangat lapar. Dia ingin meminta Bi Mimin memasak sarapan, tapi Mika tidak mendapati asisten rumah tangganya di mana-mana. Akhirnya dia nekat memasak sendiri. Waktu itu usianya masih dua belas tahun. Jika mengingat kejadian tersebut, Mika masih sering tertawa sendiri. Konyol sekali pikirnya.
Namun, setelah kejadian tersebut, bukannya kapok. Mika malah semakin bersemangat untuk belajar masak. Dia sering merecoki Bi Mimin ketika masak dan setelah ditinggal asisten rumah tangganya pulang kampung, ternyata keahliannya tersebut ada gunanya juga.
Mika telah selesai masak dan menatanya di atas meja makan, ketika Ziyan pulang. Sedikit ragu, tapi pemuda berkulit putih tersebut akhirnya membuka pembicaraan.
"Apakah kau sudah makan?" tanyanya pada Ziyan yang berada di dapur untuk mengambil minuman.
Ziyan sedikit terkejut. Ada angin apa sehingga kakak tirinya tersebut bertanya padanya seperti itu. Dia tidak sedang salah dengar bukan?
"Kau bicara padaku?" tanya Ziyan memastikan sambil menoleh ke kanan dan kiri.
"Memangnya ada siapa lagi di rumah ini selain kau dan aku." Mika mendesah.
Ziyan tersenyum canggung sambil menggaruk tengkuknya.
"Kau sudah makan?" ulang Mika.
Ziyan menggeleng. Dia tidak berbohong bahwa memang dirinya belum makan. Setelah selesai kuliah dia langsung pergi ke tempat pemotretan. Dan baru selesai sekitar satu jam yang lalu. Kemudian langsung pulang karena terlalu lelah. Kebiasaan buruk Ziyan, dia suka telat makan. Bahkan lupa makan jika sudah sibuk bekerja.
"Kenapa kau bertanya seperti itu?" tanya Ziyan penasaran.
Mika diam sejenak. "Aku masak terlalu banyak malam ini, kalau kau mau...," Mika tidak menyelesaikan ucapannya. Dia menatap Ziyan sejenak kemudian mengambil dua buah piring dan sendok.
"Kemarilah," ajaknya kemudian.
Ziyan mengangguk kemudian berjalan di belakang Mika. Setelah itu mereka duduk berhadapan di kursi meja makan.
Di atas meja, telah tersedia udang yang entah apa itu namanya, yang pasti ada sausnya berwarna merah. Tempe goreng dan sayur bening. Ziyan tidak terlalu hapal nama makanan. Dia tahunya lapar, ya makan. Makan apa saja yang penting bisa membuat perut kenyang. Asalkan makanan tersebut tidak basi.
"Makanlah," ajak Mika setelah menyendokkan nasi dan mengambilkan lauk di piring milik Ziyan.
Ziyan memasang wajah cengo untuk beberapa saat. Apa dirinya sedang bermimpi atau berhalusinasi? Ataukah kakak tirinya itu salah minum obat? Kenapa dia memperlakukan dirinya baik sekali malam ini?
Ziyan masih melamun ketika Mika berdehem. Dia langsung tersenyum kikuk, lalu menyendok nasi dan lauk kemudian memasukkan ke dalam mulutnya sendiri.
"Kau yang memasaknya?" tanya Ziyan.
Mika mengangguk. Dia sedikit takut sebenarnya, karena belum pernah memasak untuk orang lain. Jika ada, itu dulu, ketika Bi Mimin yang sering menjadi kelinci percobaannya.
"Apakah rasanya aneh?" Mika bertanya dengan wajah was-was.
Ziyan diam saja membuat Mika merasa khawatir kalau masakannya benar-benar tidak enak.
"Jangan khawatir, masakanmu enak sekali." Ziyan tersenyum kemudian menyendokkan kembali makanannya. Walaupun masakan Mika hanya sederhana saja, tapi Ziyan mengakui kalau rasanya memang enak. Dia tidak berbohong.
"Benarkah?" tanya Mika dengan binar bahagia.
"Sungguh. Bahkan ini masakan terenak yang pernah aku makan," puji Ziyan dengan senyum mengembang.
"Kau tidak perlu berlebihan."
"Sungguh. Aku tidak berlebihan."
Mika senyum-senyum sendiri mendapat pujian seperti itu.
"Kau tidak makan?" tanya Ziyan yang melihat Mika tidak menyentuh makanannya.
"I–iya...."
"Aku baru tahu kalau kau bisa masak makanan seenak ini," ucap Ziyan hati-hati.
"Tidak juga," balas Mika malu. Wajannya merona saat ini.
Satu lagi yang perlu diingat Ziyan. Bahwa Mika suka memasak dan senang dipuji dengan hasil masakannya. Bahkan dia bisa melihat bahwa wajah kakak tirinya berubah seperti kepiting rebus sekarang.
Ziyan menikmati keduanya. Masakan kakaknya dan juga wajah merona milik Mika.
Sedangkan Mika masih tersenyum diam-diam. Dia melirik Ziyan yang sangat lahap memakan masakannya dengan binar bahagia. Bahkan Shakina belum pernah merasakan masakan Mika. Dia tidak berencana memasak makanan untuk ibunya itu. Ini sebenarnya rahasia tentang dirinya yang bisa memasak. Cukup dirinya dan Bi Mimin, lalu sekarang Ziyan yang mengetahuinya.
Tak berapa lama kemudian piring milik Ziyan telah tandas.
"Bolehkah aku tambah?" tanya Ziyan hati-hati.
"Tentu saja." Wajah Mika terlihat bahagia sekali kemudian dengan cepat dia mengambil nasi dan lauk dan menaruhnya di piring milik Ziyan.
"Terima kasih," ucap Ziyan tulus setelah menerima piring penuh dengan nasi dan lauk-pauk.
Ziyan jadi berpikir, mereka sudah seperti suami istri saja. Seorang istri yang berbakti, mengambilkan nasi untuk suaminya. Tak sadar dia senyum-senyum sendiri ketika makan.
"Anggap saja ini sebagai tanda terima kasih, karena kau telah merawatku semalam."
Hampir saja Ziyan menyemburkan nasinya saat mendengar perkataan Mika. Jadi, ini gara-gara dia telah merawatnya semalaman.
Pemuda berlesung pipi tersebut langsung hilang nafsu makan. Dia kira kakaknya benar-benar telah berubah. Ternyata hanya sebatas balas budi.
Ziyan mendesah lirih. Hancur sudah semua khayalannya tadi. Baru saja dia dilambungkan ke atas awan lalu dijatuhkan kembali ke dasar jurang.
Sakit bro.
*****
Ps ; Jumat berkah, update pagi biar dapat rejeki yang barokah.
Kalau ada tulisan yang kurang, bantu edit ya....
Happy reading
Vea Aprilia 😍
Ta, Jumat 05 May 2017
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top