WE LiE

Maja sadar dia dikirim ke medan pertempuran yang paling sibuk hanya agar supaya dia cepat mati. Sekalipun Maja sendiri teramat menginginkan kedamaian itu, nyatanya selama lima belas tahun terakhir takdir sendiri enggan mengangkatnya dari planet luluh lantak yang dia sebut rumah. Menebalkan kuping dan hati dari lecutan-lecutan kejam sang adik. Sekaligus belajar. Hadrian pengecut, memang benar, tapi hanya dengan beberapa bisikan kata yang keluar dari mulutnya dan perangkap di sana-sini teramat mudah bagi adik Maja mengenggam keseluruhan hidup seantero planet di bawah kuasanya.

Saat penobatan Hadrian menggantikan Raja lama yang sudah cuci tangan dari dunia penuh ular dan bertahun-tahun setelahnya Maja bangga akan pencapaian Hadrian, melakukan apa yang sudah seharusnya dia lakukan sebagai anak perempuan sulung. Mendampingi sang adik memerintah Kyto tanpa pamrih.

Bukan salah siapa-siapa ketika Maja jatuh cinta pada putera dari otak percobaan pelengseran hierarki Hadrian. Hari itu, ketika tetes salju terakhir mencair, Maja berlutut untuk pertama dan terakhir kalinya di hadapan Hadrian, memohon-mohon dengan mata merah dan hati tercabik-cabik hanya agar supaya belahan jiwanya tak menjumpai tali jerat seperti sebagaimana nasib seluruh keluarga sang kekasih berakhir.

Ketika Hadrian dengan bahu tegak dan kepala polos tanpa mahkota bertanya, "Kenapa?"

Tersendat, nyaris kehilangan suara karena menangis selama berhari-hari Maja menjawab. "Karena aku mencintainya, Hadrian." Dan kau takkan mengerti. Takkan pernah mampu mengerti.

Masih dengan punggung menghadap Maja yang bersimpuh di lantai marmer kelam nan dingin, Hadrian berucap. Dingin. Berjarak. "Apa yang akan kau berikan sebagai ganti hatiku yang luka?"

Tanpa berpikir, tiada keraguan setitikpun Maja berdiri dan memberi jawaban yang diinginkan Hadrian. "Segalanya."

Hadrian jarang ingkar janji.

Maja bahkan tak sempat mengucapkan selamat tinggal pada Candra ketika dia akhirnya mendapat kabar bahwa kekasihnya telah diasingkan ke Klovve. Diasingkan. Akan tetapi sebuah janji mustahil menyembuhkan luka yang sudah lama jadi borok. Di setiap kesempatan Hadrian takkan membiarkan Maja lolos dari rasa bersalah dengan mengatakan bahwa gara-gara Maja orangtua mereka mati, gara-gara Maja hubungan mereka tak seperti dulu lagi, gara-gara Maja dan perasaannya yang tak benar, orang yang mereka cintai diasingkan.

Benar. Akulah biang keroknya. Akulah yang memulai duluan. Kala itu aku boleh saja sama pengecutnya seperti kau, Hadrian. Kalender Baru atau bukan, aku takkan selamanya berada di sangkar emas ciptaanmu, berputar-putar, berkicau, mereguk rasa aman nan semu.

Candra. Hanya pemuda itu seorang yang mampu membenahi kepala Maja yang tak disadarinya sekelam malam, carut marut oleh ketiadaan kasih sayang.

Dan ke sanalah Maja sekarang menuju. Klovve. Tempat Candra diasingkan.
Pulau tersebut tampak kelabu pada saat seperti ini, saat hari-hari musim
gugur menjadi sendu menjelang musim dingin. Tuck nyaris tak terbedakan
dengan laut sewarna baja, hanya tampak sebagai noktah di bawah sorot
matahari terbit.

Di balik cahaya fajar yang membasuh, ujung teratas Pulau para Pahlawan itu sudah tertangkap mata Maja, kelabu nyaris tak terbedakan dengan laut sewarna baja. Sama halnya ketika Maja melengkungkan tulang belakang, mencium marmer kelam demi kebebasan Candra, wanita itu mematikan sistem yang tak berguna dalam kepalanya.

Pelat-pelat zirah Maja bertemu dengan badan SyncRotor selagi benda itu mengebut di atas air, memantulkan siluet rambut merah Maja yang melecut ganas bersatu-padu dengan angin serta percikan air.

Namun Maja tak sendirian. Pulau itu sengaja ditinggalkan tak terusik bukan tanpa alasan.

Pekikan maut menyongsong kedatangan Maja. Pekikan itu berasal dari mulut membiru, gigi dan pemikiran seekor predator, satu-satunya hal yang mencolok pada tubuh telanjang seputih mayat kerontang itu hanyalah kalung anjing di leher. Masing-masing diberi kamera dan dikendalikan jarak jauh. Peliharaan Hadrian sekaligus hasil dari kegagalannya dalam membuat tubuh kekal.

Mutt.

Melalui Sylabud, Maja berujar, suaranya setajam silet. "Bunuh mereka." Bunuh dan akhiri penderitaan mereka.

Keempat Praja yang setia mengiyakan dengan berpencar melindungi Puteri Bintang dari segala arah. Sisik-sisik pada zirah mereka merapat dan meruncing di tempat-tempat yang tepat. Mereka mengerahkan seluruh program yang ditanamkan dalam kepala mereka untuk melindungi Maja. Praja yang paling dekat dengan Maja menangkap makhluk menjerit-jerit ribut itu ke udara bak melempar lembaran kain belaka sementara sabit bergagang panjang Praja berzirah hitam menebas-nebas tubuh itu sebelum mencapai perairan. Salah seorang Praja berzirah kuning mengangkat busur beranak panah hijau licin, kecepatannya melepas busur tak manusiawi, diarahkan secara acak ke pihak musuh. Namun Praja itu semata-mata tak peduli, sebab satu goresan dari anak panahnya sudah lebih dari cukup membunuh mutt paling perkasa.

Maja.

Tameng Maja berdesir di udara saat tanduk rusa di permukaan tameng terbelah dua sebelum bersatu kembali menjadi senapan mesin yang nyaris menyembunyikan keseluruhan tubuh Maja. Namun Maja sudah terbiasa dengan beban seberat itu, massa ototnya telah dibongkar dan disusun ulang oleh Hadrian. Dengan gigi digertakkan Maja membidik dan terus membidik pada makhluk-makhluk malang yang mencoba peruntungan mendekat ke arahnya.

Maja bukan begini caranya.

Tembak. Isi ulang. Tembak. Lagi lagi lagi lagi lagi! Semburan otak, organ, dan daging pucat hancur lebur berkecipak di sepanjang rute SyncRotor Maja sekaligus menghujaninya dengan darah panas.

"Putri Maja."

Maja mengusap darah yang menempel terlalu banyak pada kaca helmnya. "Katakan!"

Suara serak, terputus-putus mengumumkan. "Gerbang barat daya sudah saya amankan."

Maja. Ini peringatan terakhir.

Maja memutar kemudi, menabrak dua mutt tanpa ampun. "Lakukan sesukamu, Hadrian." Tanpa menahan-nahan, tahu bahwa bukan hanya Hadrian seorang yang mendengarkan, Maja mengimbuhkan. "Bunuh saja aku kalau kau lebih suka melihat dinastimu porak poranda."

Maja menegaskan maksudnya dengan membuang helm pelindung kepalanya, membiarkan Hadrian membaca ekspresi wajahnya. Lihat dan perhatikan baik-baik Hadrian. Bukan hanya ada rasa bersalah di sini, nah, aku ragu kau akan menangkap rasa amarah, sakit dan cinta.

Kau akan menyesali ini, Maja.

"Kita lihat saja nanti." Geram Maja, menggapai ke bawah tanpa melihat, mencengkeram leher mutt yang coba-coba menarik kakinya dari dalam air, dan meremas. Hingga hanya meninggalkan leher layu dan percikan listrik dari kalung pengendali yang rusak.


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top