Lesson #2
You caught me staring, but I caught you staring back
-quotes of flirting
ⓜⓘⓢⓢ▂ⓕⓛⓘⓡⓣⓨ
Perjalanan ke mol tujuan Kak Elfin menjadi menyenangkan. Perut kami sudah terisi makanan dari satu resto daerah Blok M pemberian Kimkim.
Kata Kak Elfin, itu modus banget. Baby tiga tahun ingat membagi makanan ke guru-gurunya sama mustahilnya Pak Revan membuatkan kopi buat para guru di pagi hari. Sederhananya, ada surat di dalam amplop. Belum tertebak sampai kamu buka amplopnya dan baca isi suratnya.
Bergeser dari modus atau bukannya maksi pemberian papa Kimkim, kami tetap bersyukur. Jarang-jarang dapat makanan selain ada murid ultah, perpisahan guru, dan school event. Apapun makanannya, minumnya harus baca bismillah biar berkah.
Dan aku menjejakan kakiku di Fx sambil baca bismillah, moga ada pria dewasa yang salah sangka kalau aku adalah Chelsea Islan. Lalu ditembak, DORR, kami jadian then live happily ever after. Mmuaacch!!
Sayangnya selama setengah jam berkeliaran di sini, nggak ada satu pun manusia berbiji dan berbatang yang kedip genit atau lirik manja ke arahku. Dimana mata kalian semua pria? Di sini ada perawan yang meradang ingin lepas segelan eh bahaya-- lepas lajang maksudnya, friends! Emang suka kepeleset gitu bibir aku. Maklum ya hasil didikan Kak Elfin.
"Gue mau beli celana dulu. Ayo ke sana!"
Kak Elfin menarik lenganku. Menyeretku ke stall pakaian. Menghabiskan sekitar lima belas menit memilih celana berbahan sama, potongan sama, beda di kancing saja. Yang satu pakai dua kancing berjajar di bagian tengah, yang satu lagi ada empat kancing yang dibagi dua berjajar di sisi pinggang.
Don't worry, friends! Aku sudah kebal dengan adegan galau-galauan model gini. Kak Elfin belum separah Kak Sandra dan Kak Sherly jika sudah berbelanja. Duo senior itu bisa menghabiskan sejam memeriksa jahitan dalam baju yang dibeli, menghitung ulang harga setelah dipotong diskon, dan membandingkan dengan toko sebelah. Jadi sejam di situ belum tentu beli, hanya sebagai patokan sebelum berselancar ke toko lain.
Jangan tanya deh gimana sadisnya mereka saat masuk pasar sengget. Tahu kan pasar yang bajunya ditata sampai ke atas toko, yang kalau pembeli mau lihat baju pajangan si penjual pakai tongkat panjang disengget dari bawah, contohnya Pasar Tanahabang. Kak Sandra dan Kak Sherly bakal nawar sampai si penjual pasrah dan lelah. Dikasih murah biar dua orang itu pergi dari tokonya.
"Gue ambil yang ini aja deh." Kak Elfin menyerahkan celana berkancing dua pada penjaga toko.
Selesai bertransaksi kami naik ke lantai atas. Kami berjalan di belakang sekelompok abege cowok. Dugaan kami benar, mereka datang ke teater Jkt48. Iseng-iseng, aku memindai penggemar dedek gemes itu. Nggak ada satu pun yang menyentuh kriteria pria kesukaanku.
"Lo mau deketin fans Jkt48?"
Pertanyaan Kak Elfin langsung kujawab geleng-geleng. Aku nggak punya rencana kencan nonton konser idol dalam waktu dekat. Aku mau proper date di fine dining restaurant, kalo bisa. Kalau memang nggak bisa, di resto ayam crispy juga nikmat. Makan nasi bakar pinggir jalan juga wuoke. Bahkan makan indomi tanpa telur nggak papa yang penting pacaran dulu. Aku obral nih!
"Kak, kita kemana?" tanyaku yang bosan memutari mol.
"Ngemil yuk!"
Kami masuk ke dalam kafe, memesan cheesecake, sandwich, hot lemon tea, dan mineral water. Masing-masing dua porsi. Nggak ada acara saling nyicip dalam kamusku, semua makanan enak asal halal. Sesendok icip-icip cuma jadi jigong di gigi, mending seporsi sendirian.
Pelayan datang membawa semua pesanan kami, kecuali sandwich. Kayaknya bukan menu ready to serve itu roti lapis.
Aku segera menikmati cake menggiurkan yang memanggil namaku dalam intonasi seductive di kepalaku. Hanya aku yang bisa dengar suara seksi camilan ini yang berbisik, "Arsee, maem aku. Sebelah sini enak banget. Ditusuk, dipotek, disuap. AAAM!"
Tanpa sengaja indera penglihatanku menangkap sosok hawt selevel Christian Sugiono. Imanku melemah.
Aku langsung fast screen penampilan pria keturunan bule itu. Rambutnya disisir rapi ke belakang, tidak panjang atau pendek, khas karyawan kantoran. Rahang bebas dari bulu, bagus. Lalu kesepuluh jarinya bebas cincin. Dia lolos tahap pertama.
Pria itu duduk bersama temannya yang beraura mas-mas Jawa manis. Berdua, sama-sama pria, semeja berhadapan adooh pertanyaan paling ringkih dalam pergaulan masa kini muncul. Temannya itu teman kerja atau partner bengkoknya?
"Kak, ada cowok keren pake kemeja biru di sana. Tapi aku ragu dia cowok straight apa nggak," kataku berbisik.
Kak Elfin menoleh ke arah yang ditunjuk daguku. Tidak sampai sepersekian detik dia memutar kepalanya ke arahku. Dengan santai dia menyesap tehnya. Belum sempat aku menanyakan pendapatnya, pelayan membawakan roti lapis pesanan kami.
"Kak, gimana? Straight nggak?" Aku sudah penasaran.
Bahu Kak Elfin mengendik. "Nggak tau. Temen gue yang bengkok pernah bilang, banyak dari mereka yang pintar kamuflase. Becandaannya sih, setan bisa liat setan. Jadi cuma yang semodelan aja yang bisa tau mana yang bengkok apa lurus."
Aku menghela napas lemah. Padahal aku suka outlook pria itu.
"Coba dites aja, Ar."
"Gimana?"
"Liatin dia, pas dia liat lo, lo buang muka trus lo liat dia lagi-"
"Kok ganjen gitu sih kesannya?"
"Anyet, lo kan emang pengen tebar ranjau, ya ganjen dikit nggak apalah."
"Oke, lanjutin kak."
"Kalo lo kepergok ngeliatin dia, kasih tau gue. Paham? Segitu dulu biar gampang."
Aku mulai melaksanakan perintah Kak Elfin. Memandang Christian Sugiono KW seratus, nggak ada miripnya kecuali bentuk hidung yang laki bingits. Pria itu menoleh ke arahku, cepat-cepat aku buang muka. Hatiku menghitung satu sampai lima, menenangkan jantung yang overreaction. Jomblo gitu, mudah baper.
Mataku kembali memandangi pria setengah lokal dan interlokal itu. Sekilas aku kepikiran dia warga negara apa, asal bulenya dari mana, dan sudah sunat atau belum. Roly Poly, dia memergokiku.
Aku mencondongkan badanku, masih dalam mode lirik-lirik nakal ke siapa pun pria itu punya nama. "Kak, dia udah dua kali mergokin aku. Ini dia lagi ngeliatin aku aja," bisikku.
Kak Elfin menoleh ke belakang lalu balik menghadapku. "Bagus, satu latihan sudah terlaksana. Tinggal tunggu eksekusinya doi. Mau tangkap umpan lo apa mau dicuekin. Senyum gih ke dia, senyum yang manis ala Neng Arsee."
Aku menegakan badanku. Nggak puas dengan omongan Kak Elfin, tapi sudahlah, saling pandang saja bikin baper. Lebih dari itu mungkin aku mimisan.
Berusaha berani, aku menatap langsung pria itu. Dia masih menatapku. Aku senyum semanis mungkin.
Setelahnya dia hanya balas tersenyum lalu pergi dari kafe bersama temannya. Dia sempat mengangkat satu tangannya ke arahku sebelum keluar pintu kafe. Dan aku langsung memekik girang.
"KYAAAAAAA!!" kira-kira begitu pekikannya. Membuat keningku dihadiahi pukulan sadis Kak Elfin. Apa salahnya sih mengekspresikan diri? Betul nggak, friends?
・
・
Lesson of Tonight:
Make eye contact and smile.
Boleh ikuti instruksi Ibu Elfin sang mentor sadis atau bereksplorasi sendiri. Yang penting senyumnya manis tanpa pemanis buatan demi menjaga kesehatan.
▒▓█▇▅▂∩(・ω・)∩▂▅▇█▓▒
Peek a Boo
Suka?
Kalo nggak suka nanti aku ngerjain cerita yang lain aja. Yg ngganggur masih banyak, boookk!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top