〲📁:𝐵𝑒𝑡𝑤𝑒𝑒𝑛 𝑂𝑢𝑟 𝑆𝑡𝑎𝑟𝑠 .✧゜

OOC? • Lokal!AU • Common plot ig • Bahasa tidak baku?

•••

"Wah! Lalu, itu? Itu rasi bintang apa?" jarimu menunjuk ke sebuah rasi bintang.

Malam di bulan September ini, kamu sedang mengamati rasi bintang. Bentuk-bentuk mereka hanya terlihat seperti garis di matamu, tetapi justru itu yang membuatnya menarik. Jujur saja, sangat menyenangkan mengamati rasi bintang.

"Ah, sepertinya, itu Aquila." Fushiguro menyahuti pertanyaanmu.

Tentu saja sangat menyenangkan, karena Fushiguro akan terus berada di sisimu sepanjang malam ini.

"Hebat, Fushiguro-kun tahu banyak tentang rasi bintang, ya!" kamu kembali melontarkan pujian atas pengetahuan Fushiguro.

"Tidak juga, tapi, terima kasih." wajahnya sedikit bersemu merah ketika pujian darimu melontar kepadanya.

Keheningan sejenak, kedamaian kala mata memandang langit malam bertabur bintang.

"Fushiguro-kun, apakah kamu bisa berjanji untukku?" tanyamu. Sedang netramu tidak mengalihkan pandangan dari keindahan bintang.

"Janji apa?"

"Berjanjilah bahwa suatu saat nanti, kita akan kembali menatap indahnya malam. Kembali duduk di bawah langit berbintang seperti ini." senyum melukis wajahmu seiring teralihnya pandangan mata.

"Itu, aku tidak yakin―" tidak kuasa, dia kembali dikalahkan oleh senyummu.

"Baiklah. Mari kita menikmati kembali langit malam di waktu depan." mengangkat jari kelingkingnya, senyum tipis mewarnai wajah berlensa biru.

Dua jari kelingking saling mengait. Pula dua insan yang mengucapkan janji kecil.

Yah, andai saja keduanya tahu, bahwa janji itu hanya akan membawa luka.

.
.
.
『Between Our Stars』
Oneshot by justcallme_shi
Fushiguro Megumi × Readers
.
.
.

Pagi ini kamu terbangun dengan Megumi di sisi ranjangmu, tertidur dengan tenang. Sepertinya masih lelah. Wajahnya yang selalu imut saat tertidur membuatmu enggan membangunkan sang surai kelam. Lagipula, sekarang hari Minggu.

Mengingat bahwa ini hari Minggu, kamu langsung menyeret langkah menuju dapur, hendak memasak sesuatu untuk suami tercinta.

Iya, pernikahan kalian sudah berjalan sejak 3 bulan yang lalu. Sudah sejak awal Januari, hidup baru kalian yang diawali dengan janji suci beratas-namakan pernikahan.

Senandungmu tak henti. Sebuah lagu yang akhir-akhir ini menjadi favorit itu terus terngiang di kepalamu. Alhasil, dirimu tidak kuasa menahan diri untuk bersenandung ria.

"Sedang memasak apa, [Y/N]?" Megumi secara tiba-tiba muncul dari belakang. Kaget, pisau hampir meleset ke jari lentikmu.

"Jangan membuat aku kaget, berbahaya!" pisau tertodong dari bawah dagu Megumi.

"Oi, yang bahaya itu kamu! Cepat turunkan pisaunya, berbahaya!" digenggamnya pergelangan tanganmu guna menahan pergerakan.

"Akh, sakit! Lepaskan!" kata-kata protes keluar dari mulutmu.

"Sike!" tendangan terlepas menuju perut Megumi.

Terpukul mundur, Megumi sedikit mengerang tanda kesakitan.

"Jangan lupakan fakta bahwa aku adalah atlet karate nasional!" ujarmu menyombongkan diri.

"Iya, terserah. Istriku hebat." puji Megumi diiringi nada terpaksa.

"Puji yang benar!" candamu, diikuti kibasan rambut.

"Yaaa, 'Istriku hebat!' begitu?" seakan tak mau lepas, nada terpaksa masih terus mengikuti ucapan Megumi.

"Terserah, laukmu hanya kecap, garam, dan kerupuk pagi ini."

"E-eh, jangan!"

•••

Waktu terus berjalan. Hari demi hari dilewati, meskipun kerap kali tersandung. Semuanya dilewati dengan suka dan duka bersama. Merasakan dalamnya sebuah hubungan yang sah terikat.

Dan kini, kalian sudah kembali menginjak awal dari Juni. Sudah hampir satu tahun semenjak janji kecil di bawah bintang itu terucap.

"Megumi, lihat ini!" serumu. Menjunjung tinggi testpack bergaris dua di hadapan sang suami.

"U-uwah! Ini sudah yang ketiga kalinya minggu ini, sepertinya kau benar-benar―" pelukanmu memotong kalimat Megumi.

"Ayo kita atur jadwal ke dokter!"

Semuanya terasa sempurna. Seakan kebahagiaan ini tak bisa lepas dari genggaman. Melupakan fakta bahwa semua ini akan hilang, memudar pada waktunya.

Andai saja keduanya tahu, bahwa  pemikiran tentang kesempurnaan ini hanya akan membawa perih bagi satu sama lain.

•••

Tidak ada yang kekal. Baik kebahagiaan, kamu dan aku, maupun kedua anjing kecil peliharaan Megumi.

"Dan saat kutemukan, dia terbujur kaku begitu! Lalu aku memanggilmu dengan segera. Sudah, itu saja apa yang bisa aku ceritakan" mencoba menjelaskan, tanganmu ikut menjadi ekspresif.

Wajahmu sedikit memasang raut murung, belum merelakan anjing berwarna hitam dan putih yang senantiasa menemani hari.

"Iya, aku mengerti." Megumi berucap dengan pasrah.

"Apa kau akan mengubur mereka?" heran mengapa Megumi membungkus Si Putih dengan kain, kamu bertanya.

"Iya, akan aku kubur di halaman belakang." Megumi berjalan ke arah belakang, membawa mayat anjing putih yang sudah dibungkus kain.

"Uh, sebentar, aku akan membantu!" langkah kaki dipercepat seiring Megumi menjauh.

"Cepatlah!"

Tidakkah kamu sudah cukup merasakan sesuatu dari sini?

•••

"Eh? Apa? Kenapa?"

"Di saat suamimu ini berangkat tugas melaksanakan operasi kapal selam, kamu anggap aku sudah mati," digenggamnya tanganmu, berusaha meyakini dirimu yang tak akan pernah rela melepas ini.

Matamu berkaca-kaca, pelupukmu kepayahan membendung air mata.

"Hati-hati di jalan, kami akan selalu mendoakanmu, Megumi." pelukmu. Kamu menenggelamkan wajahmu dalam dada bidang Megumi.

"Hei, jangan menangis." Megumi mengusap kepalamu, menenangkan dirimu.

"Tadi malam aku bermimpi, Megumi." telingamu yang menghadap dada Megumi dapat mendengar detak jantungnya menaikkan kecepatan.

"Mimpi apa?"

"Menurutku, lebih baik tidak diceritakan." pelukanmu semakin erat, begitu erat, seakan Megumi akan pergi jauh tak tergapai.

Maaf, semuanya sudah tertulis, [Y/N]. Kamu tidak bisa mengganggu gugat tulisan Tuhan. Ingat lah, aku juga sudah memperingatkanmu, bukan?

"Maaf, [Y/N]. Doakan aku. Setelah ini, aku juga akan berpamitan dahulu kepada orang tua kita, meminta doa."

•••

"Ayo, Megumi!" teriakmu dari arah balkon.

"Iya, sebentar!" dia berjalan dengan tergesa ke arahmu. Masih mencoba menjaga bayi kelahiran Februari dalam gendongannya aman dan nyaman meskipun dia berlari.

"Ayo, cepatlah!"

"Aduh, sabar! Aku juga sedang menggendong Hoshiki!" seru Megumi, dia sedikit tersandung tadi.

"Langitnya benar-benar indah! Kamu harus cepat melihatnya!" senyum menghiasi wajahmu yang sumringah.

"Iya, iya. Seindah apa memangnya?" helaan napas terdengar dari surai kelam.

Pada akhirnya, keindahan langit malam membungkam kalian.

"Berusahalah sebaik mungkin, lakukan hal yang benar. Kita hanya bisa mendoakan dari sini, Megumi." tatapanmu dalam sekejap melembut.

"Iya, terima kasih. Tapi, aku tidak bisa menjanjikan apapun lagi. Apalagi, aku tidak bisa berjanji bahwa aku akan baik-baik saja. Maaf," sejak dia hari yang lalu, kata 'maaf' terus terlempar dari mulut Megumi.

"Jangan meminta maaf. Aku bangga akan dirimu, bagaimanapun juga."

"Terima kasih."

Sayangnya, malam kalian akan berakhir dengan pelukan keluarga ini.

•••

Air mata tidak berhenti mengalir dari pelupuk wanita itu, isakan ikut melengkapi kesedihan. Dadanya  sangatlah sakit.

Memori berputar di kepalanya. Bagai kaset rusak, semuanya berputar secara acak. Semua kata-katanya, semua senyumnya, bahkan semua air matanya, semua masih bisa ia ingat dengan jelas.

"Tidak apa-apa, Megumi. Janji-janji kita sudah kau tepati. Pergilah dengan tenang."

Dengan ini, salah satu bintang hidupmu, bintang bernamakan Fushiguro Megumi akan berhenti bersinar di depan matamu. Tetapi dia akan selalu bersinar terang dalam memori, kenangan, dan hatimu.

"Aku masih mendedikasikan hatiku untukmu, sepenuhnya. Selamat jalan, Bintangku."

▸ ៹❛ Pst, Sharing Corner!ˎˊ-

Astaga, ini buru-buru banget bikinnya, udah gitu kelewat deadline pula. //nangis//

Anyways, gimana ceritanya?

OOC? Pasti lah ya―

HUHUHUHUHUHU GATAU GATAU APA INI, ANGGEP AJA INI GAK ADA, ASTAGHFIRULLAH APA INI //plak

Selamat Hari Guru juga btw //gatau mau ngomong apa//

Oke, makasih yang udah bacaaa!

Selamat Jalan, KRI Nanggala-402
Shi, 1 Mei

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top