Pangeran Gulita a.k.a tikus
! 𝗪 𝗔 𝗥 𝗡 𝗜 𝗡 𝗚 !
•𝗧𝘆𝗽𝗼 𝗯𝗲𝗿𝘁𝗲𝗯𝗮𝗿𝗮𝗻
•𝗢𝗢𝗖 4 𝗹𝗶𝗳𝗲
•𝗔𝗻𝗴𝘀𝘁(?)
•𝗣𝗹𝗼𝘁 𝗸𝗹𝗶𝘀𝗲
•𝗛𝘂𝗺𝗼𝗿 𝗴𝗮𝗿𝗶𝗻𝗴 𝗸𝗿𝗲𝗻𝘆𝗲𝘀
•𝗕𝗮𝗰𝗮 𝗯𝗼𝗹𝗲𝗵, 𝗰𝗼𝗽𝗮𝘀 𝗷𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻 𝘀𝘂!
•𝗘𝗻𝗷𝗼𝘆♡
.
.
.
Project event 'stars✨'
Bungou Stray Dogs ©
Kafka Asagiri & Harukawa Sango
By ChocoCoffe7 (Iko)
Fyodor Dostoyevsky x reader
(dipaksain pakai name)
.
.
.
Fyodor POV
Pada dasarnya isi pikiran manusia itu hanya Tuhan yang bisa melihatnya. Walau aku bisa membacanya dengan mudah dan tepat. Namun, untuk pertama kalinya aku tidak bisa membaca isi pikirannya. Hanya dia yang sulit untuk dibaca. Tentu saja Dazai tidak kuanggap.
Dia selalu datang ke rumahku untuk bersih-bersih dan membawakan makanan. Dia seperti pembantu keduaku setelah Nikolai. Kenapa dia tetap datang? Aku bahkan tidak pernah menyuruhnya datang.
"Karena tempatmu berantakan," ucapnya tiba-tiba. Aku tersentak mendengarnya, tentu saja aku masih memasang wajah datar.
"Kau bicara dengan siapa?" tanyaku. Dia menoleh ke arahku.
"Kau bertanya seakan-akan tidak tahu ya," jawabannya membuatku tersentak untuk yang kedua kalinya.
Fyodor POV end...
Bagaikan tikus yang kaget karena diperhatikan kucing. Bukan untuk dimangsa melainkan untuk membantu. Bukankah itu aneh? Kenapa kucing itu membantu tikus sepertinya?
Padahal dia tidak pernah tersentak seperti ini. Semua orang pasti akan membuangnya atau memanfaatkannya untuk senjata mereka, namun gadis yang berada di depannya itu tidak. Tidak, bukan berarti Fyodor akan membiarkannya. Mungkin saja gadis itu mata-mata Port Mafia.
Fyodor berbalik dan kembali menatap komputernya. Gadis itu pun melanjutkan acara bersih-bersihnya. Bagai Beauty and the beast. Ya, Fyodor jadi beastnya karena bersikap dingin terhadap gadis itu. (Name) itulah nama gadis itu.
"Dostoyevsky-San, apa kau membutuhkan bantuan?" tanya (Name). Fyodor tidak mempedulikan (Name) dan tetap fokus pada komputernya. Nikolai yang sedari tadi ada di sana hanya bisa menggelengkan kepala.
"(Name)-Chan kau boleh pulang kok... Tolong maklumi sikap Dos-kun yang dingin!" bisik Nikolai. (Name) mengangguk paham dan tersenyum manis.
Fyodor menyadari hal itu hanya bisa diam. Jujur saja, hatinya seperti terbakar sesuatu. Ia tidak tahu, yang pasti ia tak suka (Name) tersenyum pada Nikolai. Namun ia mengabaikan perasaan itu.
"Dostoyevsky-San, aku pamit pulang dulu," pamit (Name) sambil membungkuk.
"Ya," jawab Fyodor tanpa berbalik menatap manik nayanika milik (Name). Ia ingin mengabaikan perasaan yang menggerogoti hatinya tersebut.
"Dos-kun! Em... Maaf ya?" permintaan maaf dari Nikolai mewakili Fyodor.
"Iie, daijoubu, kalau begitu aku pergi dulu," jawab (Name) lagi-lagi dengan senyuman yang memikat.
"Baiklah, mau ku antar?" tanya Nikolai, (Name) pun menggelengkan kepala.
"Tidak perlu aku bisa pulang sendiri," tolak (Name) dengan lembut.
"Oke, hati-hati ya,"
"Tentu saja, sampai jumpa Nikolai-kun," ucap (Name) lalu pergi keluar.
Fyodor tetap tidak peduli dan mengabaikan perasaan yang menjalar dihatinya. Namun semakin ia mengabaikannya, semakin cepat pula perasaan itu menjalar dan memenuhi hatinya yang dulu kosong serta gelap.
Sebenarnya apa perasaan yang menjalar dihatinya itu?
Hari demi hari, setiap dirinya bertemu dengan (Name), Fyodor merasakan rasa yang menggelitik perutnya. Ia ingin menghindari perasaan itu. Namun jika Sang Mentari telah mengikat kedua benang merah menjadi satu, benang tersebut tidak akan pernah putus sampai detik waktu memutuskan.
"Aku pamit dulu Dostoyevsky-San," pamit (Name). Namun kali ini berbeda...
"Tunggu!" ucap Fyodor, membuat (Name) menghentikan langkahnya. Setelah sekian lama ia menghindari, kini Fyodor memberanikan diri untuk menghadapinya.
"A-ada apa?" tanya (Name) sedikit kaget saat Fyodor memanggilnya.
"Mau minum teh bersamaku?" ajakan Fyodor benar-benar membuat (Name) tersentak.
"A-apa?" tanya (Name) untuk memastikan pendengarannya, apakah masih berfungsi dengan baik atau tidak?
"Kalau tidak mau..." ucap Fyodor namun terpotong.
"Baiklah," ucap (Name). Fyodor langsung berjalan mendahului (Name).
(Name) mengikuti Fyodor. Tentu saja (Name) sedikit menjaga jarak karena ia masih ragu dengan apa yang ia dengar. Kan tidak lucu kalau ternyata Fyodor hanya membohonginya. Saking fokusnya memikirkan hal itu, (Name) sampai tidak sadar Fyodor berhenti. Dan...
Bruk...
Jatoh deh gajahnya... Gak!
(Name) tanpa sengaja menabrak punggung Fyodor dan terjatuh. Fyodor berbalik dan terlihat tersentak melihat (Name) tidak terluka. Padahal siapapun yang menyentuh dirinya, maka dia akan mati. Namun (Name) baik-baik saja.
"Ma-maaf aku tidak sengaja!" ucap (Name) masih dalam posisi duduk, ia menundukkan kepalanya dalam-dalam.
Fyodor mengerjabkan matanya, sedikit bingung dengan sikap (Name) yang terlihat takut. Fyodor mengulurkan tangannya pada (Name) dengan senyuman. Bukan senyuman licik seekor tikus yang biasa ia perlihatkan, namun senyuman tulus dari hatinya yang terisi akan bunga-bunga yang bermekaran dengan indahnya.
(Name) mengangkat kepalanya dan menatap Fyodor. Apakah itu benar-benar Fyodor? Kenapa senyumannya manis? (Name) menggapai tangan Fyodor dan berdiri dengan bantuannya.
Entah apa yang terjadi, namun (Name) sama sekali tidak terluka ataupun meneteskan darah. Siapa (Name) sebenarnya? Akhirnya Fyodor melepas genggaman tangannya. Kenapa suasananya jadi canggung? Fyodor pun kembali berjalan tanpa menanyakan keadaan (name).
Akhirnya mereka sampai pada padang rumput yang memiliki aroma yang khas. Mata (Name) membulat sempurna saat melihat pemandangan yang indah bagai nirwana tersebut. Dimana rerumputan menari-nari karena dersik yang menerpa, dan juga para gemintang yang bersinar menerangi gulitanya langit.
Fyodor berjalan ke bawah pohon oak yang teduh. Dia menarik kursi dan memberi kode pada (Name) untuk duduk. (Name) pun mengangguk dan duduk di kursi itu.
"Terima kasih Dostoyevsky-San," ucap (Name) dengan senyuman manis. Tiba-tiba Fyodor merasakan gelitikan pada perutnya. Namun kali ini dia membiarkan hal itu karena untuk pertama kalinya Fyodor menyukai perasaan itu.
Ia berpikir perasaan cinta yang bodoh itu tidak akan menghampirinya. Ya, kini ia mengerti kenapa orang-orang begitu polos saat menghadapi perasaan ini.
"Sama-sama," jawab Fyodor. Tiba-tiba Nikolai datang bagai hantu yang tak diundang.
"Nikolai-kun?!" (Name) tersentak saat melihat Nikolai yang keluar dari pohon oak itu. Nikolai hanya tersenyum menanggapinya.
"Silakan diminum, dan nikmati waktu kalian ya!" ucap Nikolai dengan kedua tangan yang berterbangan dan secara perlahan menuangkan teh. Setelah selesai, Nikolai langsung pergi takut hanya akan menjadi nyamuk yang mengganggu.
Namun, bukan berarti Nikolai benar-benar pergi. Dia hanya bersembunyi di atas pohon oak, tentu saja hanya kepalanya yang disana. Sedangkan tubuhnya berada di semak-semak.
Fyodor yang menyadari hal itu langsung tersenyum. "Pergi!" usirnya tanpa menolah ke arah kepala Nikolai. (Name) hanya diam, sedangkan Nikolai ketakutan dan langsung pergi.
"E-etto... Kenapa kau mengajakku?" tanya (Name) memberanikan diri.
"Kenapa kau selalu datang ke rumahku? Aku tidak pernah menyuruhmu datang lho," tanya Fyodor dengan senyuman tikus yang biasa ia perlihatkan.
"Itu karena...em..." (Name) kebingungan dalam menjawabnya.
"Kalau hanya karena aku ini teman lamamu, itu adalah alasan yang masih samar," tebakan Fyodor benar-benar tepat sasaran. (Name) mengusap tengkuknya karena bingung.
"Aku tidak tahu... Entahlah... Em... Aku hanya ingin membantumu untuk membalasmu karena dulu kau membantuku saat aku dibully," jawab (Name) mengingat Fyodor pernah membunuh orang yang membully nya.
"Bukankah kau tahu kalau aku tidak bermaksud begitu?" tanya Fyodor memastikan.
"Aku tahu, tapi ada seekor kucing hitam yang bilang kalau... Didalam lubuk hatiku aku ingin membalasnya meski kau menolaknya," jawab (Name). Fyodor merasakan sesuatu menusuk hatinya.
"Apa karena suruhan?" tanya Fyodor. (Name) mengerjabkan nayanikanya. Dia langsung terkekeh menyadari maksudnya, hal itu membuat Fyodor bingung.
"Apa ada yang lucu?" tanya Fyodor.
"Tentu saja bukan, aku memang ingin membantumu karena aku..." jawaban (Name) namun terhenti ditengah kalimat. Fyodor terbelalak saat tahu alasan gadis yang berada di depannya itu berhenti. Sangat mudah dibaca.
"Mu-mungkin kau sudah membaca pikiranku... Em... Aku..." ucap (Name) terbata-bata.
Dersik mulai menerpa, memainkan suasana di antara kedua insan yang berada dalam manisnya asmaraloka. Rumput yang menari-nari, gemintang yang bersinar, pendar rembulan, dan langit malam menjadi saksi bisu terikatnya benang merah.
"(Name)," panggil Fyodor. Panggilan itu lebih lembut dari biasanya, membuat (Name) mengangkat kepalanya yang awalnya tertunduk.
"Ya?" tanya (Name).
"Jika aku ini langit gulita yang kosong, apa kau mau menjadi cahaya gemintang yang mengisinya?" pertanyaan yang merupakan pernyataan dari Beast yang kini menjelma menjadi Pangeran Gulita.
End
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top