Eunoia
Jibaku Shounen Hanako kun © Iro Aida
Yugi Amane x Readers
Made by -faramel
PungudEvent Stars © 2021
.
.
.
! 𝗪 𝗔 𝗥 𝗡 𝗜 𝗡 𝗚 !
•𝗧𝘆𝗽𝗼 𝗯𝗲𝗿𝘁𝗲𝗯𝗮𝗿𝗮𝗻
•𝗢𝗢𝗖 4 𝗹𝗶𝗳𝗲
•𝗔𝗻𝗴𝘀𝘁(?)
•𝗣𝗹𝗼𝘁 𝗸𝗹𝗶𝘀𝗲
•𝗛𝘂𝗺𝗼𝗿 𝗴𝗮𝗿𝗶𝗻𝗴 𝗸𝗿𝗲𝗻𝘆𝗲𝘀
•𝗕𝗮𝗰𝗮 𝗯𝗼𝗹𝗲𝗵, 𝗰𝗼𝗽𝗮𝘀 𝗷𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻 𝘀𝘂!
•𝗘𝗻𝗷𝗼𝘆♡
.
.
Readers pov
Yugi Amane yang mengenalkan angkasa padaku.
Dibawah langit malam itu, ia berjanji selamanya menetap disisiku, kita berbicara tentang masa depan seolah mengerti apa itu pernikahan.
Sampai saat ini Amane masih disisiku. Setia dengan infus menempel setelah dinyatakan positif familial fatal insomnia.
Pilu melihatnya terbaring lemah. Dia menjadi jarang tersenyum, sikap cerianya hilang ditelan penyakit.
Hatiku ikut sakit, mimpi indahku menjadi kemustahilan. Tidak ada keluarga kecil yang tercipta, Amane akan segera meninggalkanku sendiri.
Semilir angin di rooftop sekolah serasa menyejukkan, lantas mengapa aku masih merasakan sesak?
"Kau memang memberiku warna. Tapi untuk apa? Jika kau kelabu karena nya?"
"Aku tak sanggup melihatmu. Terdengar begitu kejam, karena itu aku kesini. Meyakinkan diri untuk menjengukmu."
"Kumohon kembali padaku dengan senyuman yang dulu."
Aku memaksakan kaki melangkah untuk menemui Amane.
🐈
Menyusuri lorong berbau obat, aku benci ini.
Mendorong pintu, tak mendapat Amane disana. Aku melihat kotak terbuka berisikan beberapa donat original favoritnya. Ada seseorang berkunjung.
Aku membawa kotak itu. Ingin memeriksa rooftop, tempat satu-satunya yang bisa Amane kunjungi jika ingin memandang angkasa dan bintang.
Dengan beban hati kutarik pelan gagang pintu rooftop berkarat nan dingin, dapat kutemukan Amane dengan seseorang paling akrab dihatinya.
Mereka duduk membelakangi tempatku berdiri. Amane menoleh kesamping lalu dapat kulihat ia tersenyum disana.
Satu-satunya matahari Yugi Amane, yaitu Yugi Tsukasa. Kekhawatiranku berkurang menyaksikan keharmonisan. Dapat kurasakan hangatnya sampai sini.
Amane tertawa lepas menunjuk bulan penuh sembari mengeluarkan ilmu pengetahuannya, Tsukasa begitu sumringah, Amane pun tak berhenti tertawa walau pelan layaknya bunga mekar yang layu.
Tapi tetap cerah karena cahaya.
"Aku ingin tubuh sehat lalu menentukan jalan hidup yang kumau. Tidak kenal rasanya terbaring diranjang rumah sakit dan mudah tertidur lalu bermimpi indah."
"Membawa [Name] ke bulan untuk bulan madu." Amane mencoba mengepal tangannya, tetapi ia begitu lelah untuk itu
Aku tersipu mendengarnya. Terlalu indah untuk dibayangkan. Amane diam-diam semanis itu membicarakanku.
"Amane akan meninggalkan Tsu sendiri? Tsu gabisa liat Amane dari jauh sini, jangan tinggalkan Tsu sendiri," Tsukasa mengerucutkan bibirnya.
"Kan ada Yashiro, Tsukasa."
"Ah iya! Tsu kan nanti nikah sama Nene-chan." Girangnya.
Aku baru tahu Tsukasa menyukai Nene, dia sampai berbicara pernikahan.
Udara disini mulai menusuk kulit, aku tak bergeming walau merasakannya. Selama Amane tak masalah, aku pun tak masalah.
Tetapi hujan tidak mengizinkan semua ini berlanjut, ia turun membasahi permukaan.
Tsukasa berdiri. "Amane ayo main hujan~!"
Dengan tubuh ringkihnya, Amane tidak mungkin bisa.
"Andai aku bisa, Tsu." Ucap Amane sendu.
Jika dibiarkan akan jadi fatal, dapat memicu kondisi Amane menjadi semakin memburuk, aku menghampiri.
"Amane kau harus kembali. Tsukasa, kau mengerti keadaan kakakmu 'kan?"
Senyum Tsukasa sirna. "Maaf aku terlalu senang, ya, aku mengerti. Mari bermain lepas di kehidupan lain, Amane~"
"Tentu."
Amane masih sanggup berjalan, penyakitnya belum sampai pada tingkat akut.
Namun, kantung hitam dimatanya tidak akan pernah hilang walau nyawa terpisahkan raga.
Setelah turun dari rooftop kami disambut salah satu perawat, "pasien tidak boleh pergi tanpa seizin dokter. Itu membuat kesehatannya menurun. Lain kali tolong kerja sama nya."
Amane tidak suka itu. "Tapi tidak mengubah fakta aku akan mati dalam waktu beberapa bulan 'kan?"
Perawat tadi bergeming. Amane mengacuhkan, aku dan Tsukasa mengikuti.
Manik pemuda itu seolah lirih mengatakan. "Aku benci berada disini. Aku ingin pulang. Rumah terasa lebih ramah dibanding infus dan segala macam obat."
Saat memasuki kamar aku melihat bintang jatuh melintas, mungkin Amane juga. Kumohon biarkan Amane istirahat malam ini.
Manik kelam tak bercahaya, itu yang kulihat dari Amane. Apabila bintang jatuh melintas, dia akan girang sontak memelukku.
Apa semangat hidup Amane pudar tak bersisa, mengetahuinya pasrah membuat ulu hatiku berdenyut nyeri.
Mulut Amane terkatup. Tanpa sepatah kata dia kembali ke ranjang, menarik selimut rumah sakit dan menatap monoton pemandangan dibalik jendela. Membuang mukanya pada aku dan Tsukasa.
"Aku bukanlah tokoh cerita yang tetap tersenyum saat terjatuh."
"Aku ini manusia. Ketika sakit, segala ekspresi tak mampu menjelaskannya maka dari itu menjadikannya murung."
"Kalian tahu? Aku ingin sekali tertawa."
"Aku ingin menjadi tokoh cerita, saat sakit mereka tersenyum. Itu terlihat keren."
Amane menoleh sedikit. "Sebentar lagi tengah malam. Kalian pulang lah."
Tsukasa terlihat biasa, tapi aku tahu ia khawatir. Dia pergi menurut.
"Aku-"
"Kau juga [Name]. Tidur nyenyak dan temukan aku dialam bawah sadarmu."
Aku tak mendengarkan lantas mendekatinya. "Bagaimana aku tertidur sementara kau berpikir banyak hal tentangku?"
"Jika aku bertemu denganmu di mimpi, itu artinya kau sibuk memikirkanku bukan? Aku ingin disini Yugi Amane."
Kutarik kursi disebelah ranjangnya lalu duduk. "Kau membuat permohonan apa saat peristiwa bintang jatuh tadi?"
"Tidak ada."
"Bagaimana bisa."
"Aku hanya ingin hidup bahagia dikehidupan selanjutnya, tidak ada lagi permohonan untuk dunia ini. Lebih cepat aku mati semua akan baik-baik saja."
Aku menghela nafas mendengar pernyataan Amane. "Amane. Kau ingin dimusim apa kita bertemu dikehidupan selanjutnya?"
"Malam di akhir tahun. Musim dingin bulan Desember. Karena bintang dua kali lipat lebih indah saat itu, aku akan kembali mengenalkan apa itu angkasa padamu."
"Sungguh indah jika menjadi kenyataan, aku janji akan menemukanmu kala itu."
Manik Amane menyala, "dan kita akan meminum kopi choco dan latte dimalam kau menemukanku. Haha, aku akan meminta kristal es nya dipisah, agar aku dapat menghirup bau harum manisnya."
Amane tertawa renyah bersamaku.
Terakhir kali Amane meminum kopi choco dan latte dengan kristal es yang dipisah diwadah berbeda adalah sebelum libur musim panas tiba, tepatnya pertengahan Juni.
Dia memesan kopi choco dan latte agar diberi setengah air panas, lalu meminta wadah lagi untuk menampung kristal es nya, jadi saat itu kristal es ia masukkan sendiri, setelah kopi itu sampai dimeja-nya.
Amane akan mulai menuangkan kristal es dan menghirup aroma panas dan dingin-nya. Setelah uap habis, baru ia menyeruput hingga habis satu gelas choco dan latte.
Pemuda tersebut masih mengoceh tentang kehidupan selanjutnya, dengan senyum merekah. Tak jarang ia tertawa ketika aku berhasil mendapat humornya.
"Jangan lupa untuk mengumpulkan kelopak sakura di musim semi!" seruku.
"Kita akan menghabiskan kelopaknya lalu tak akan ada daun pink yang berjatuhan. Musim semi hanya milik kita berdua," sambung Amane antusias.
Saking hangatnya hati ini, aku tertawa sembari menutup mata. Air mata keluar dari ekor mataku yang terkatup.
Amane merebahkan tubuhnya. "Langitnya indah ya." Dia membebaskan separuh ranjang lalu menepuk-nepuk tempat kosong itu.
"Tidurlah juga, aku mengantuk."
Memberikan senyuman, aku mengikuti instruksi Amane. Ia membagi selimutnya, ranjang ini cukup lebar.
Menciptakan posisi tidur membelakangi Amane, aku menggerakkan bibir. "I love you too Amane."
Aku yakin Amane masih memandangi langit-langit kamar rumah sakit dengan sesekali menengadah keluar jendela.
Setidaknya malam ini akan baik-baik saja.
Setidaknya do'a ku terkabul untuk Amane tidur. Aku melihat raut mengantuk sebelum membelakanginya seperti ini.
Amane tidak bohong. Dia akan segera tidur.
🐈End
Author note
Terimakasih sudah membaca, i hope you enjoying it!💕💕
Mau coba minum kopi es kayak Amane gak? Teh juga bisa lohhhh. Aku sering hirup uap panas dingin nya, kayak ada sensasi bagiku:(
Anw apa kabar Nailaayala mental aman?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top