Taste Of Humid (NSFW)

Han Yoojin sudah berusaha keras menjaga pikirannya, keteguhannya, tapi tetap saja, sepasang mata emas yang menatap lurus itu bisa membuat seluruh tubuhnya bergetar.

Ia mengerang, menahan bahu sang lawan dengan tangan yang berkhianat. Tahu-tahu celananya turun dan kini sentuhan terasa di kulit paha.

"Ini pertama kalimu?" Pemilik suara itu menyebut dirinya Sung Hyunjae, entah nama asli atau palsu. Yang Yoojin yakin hanya, orang itu bisa berjalan dimana pun dan seluruh wanita akan berlutut untuk perhatiannya, namun ia memilih menjadi penghibur satu malam.

"Bisa kita berhenti?" Berkata seperti itu, tapi Yoojin tetap mencari kehangatan di tangan Hyunjae yang bertengger di paha.

"Tidak. Kau terlihat sangat sedih dan aku tidak bisa meninggalkanmu."

"Tapi aku ragu."

"Tentu," tangan Hyunjae menyapu anak rambut, lalu bibir Yoojin. Menarik sebuah kilap yang pastilah akibat dari tegukan-tegukan tequila sebelum ini. "Tenang saja di sana, aku tidak akan membuat ini menakutkan. Janji."

Yoojin belum menggunakan kesempatan untuk menjawab ketika tangan yang tadi membelai rambutnya kini sudah berada di antara selangkangan. "Hn..."

Ada desir aneh yang mengalir dari gerakan jemari Hyunjae. Desir itu naik ke kepala dan perlahan-lahan Yoojin lupa lenguhnya sangat indah dan membuat Hyunjae semakin giat meraba. Jauh ke balik celana dalam dan menyapa inti tubuhnya. Yoojin mengerang. Ia tidak pernah disentuh, terlebih di bagian itu. Begitu asing dan perih. Namun air mata yang bermuara di tepian manik onixnya menjadi tanda bahwa ia merasa gelombang nikmat perlahan menyapu bersih waras dari kepala.

"Umm, Hh.." Bibir digigit, Yoojin mengencangkan kedua kaki mengapit tangan di antaranya. Seiring ia merasa basah karena akhir dari pujaan Hyunjae, lalu meringis, "Hng-!"

"Tidak menakutkan, kan?" Senyum itu sangat berbahaya. Seperti godaan namun juga ancaman.

Entahlah itu birahi, atau alkohol yang mengendalikan bibirnya membalas dengan kalimat, "Kau bisa ...mengecupku?"

"Kecup?" Hyunjae tertawa kecil karena pemilihan kata yang lembut dari pria mungil itu. "Cium, maksudmu?"

Pipi Yoojin merona. Ia tidak bisa membalas terlebih ketika Hyunjae melakukan permintaannya. Bibir mereka bertemu, berbagi rasa alkohol yang berbeda. Manis dan pedar. Memabukkan. Candu. Seperti racun.

Hangat dan afeksi yang disalurkan pagutan-pagutan Hyunjae menuntut Yoojin lebih terbuka, agar bisa saling melahap.

"Hm..."

Ini kali pertama. Yoojin bersumpah ini kali pertama ia begitu intim dengan seseorang. Beradu lidah dan didominasi, tangan terkalung di leher sementara seluruh tubuhnya ditelanjangi. Air matanya menitik, pipinya panas dan merah, tapi ia ingin kontak kulit yang lebih banyak. Agar bisa bersentuhan lebih dari sekadar ciuman dalam.

"Kau menggerakkan pinggul," dipergoki demikian, Yoojin menarik diri. Sadar bahwa telah menjadi seorang yang berbeda dengan gebu-gebu nafsu di setiap ujung saraf.

"Kenapa berhenti?" Dengan bibir tipis yang pandai berciuman itu, Hyunjae tersenyum lagi. Sebuah kurva tipis lalu manik matanya yang hampir terbenam. Emas itu, seperti cahaya matahari pagi, tenggelam di antara bayangan rimbun pepohonan. Membawa serta hangat mentari namun juga sebuah sepi.

Dada Yoojin mengetat. Jiwanya seakan tenggelam namun juga terbakar.

Senyum itu berbahaya.

"Tuan, tolong berhenti."

"Berhenti? Kita baru akan mulai."

"Bukan itu maksudku," Yoojin tidak paham bahwa secara tersirat ia ingin melanjutkan kegiatan mereka lebih jauh. Ia hanya merasa perlu menyelamatkan jantungnya.

"Senyum seperti itu, tolong berhenti."

Dalam beberapa detik Hyunjae tidak tersenyum, melainkan tertawa. Ia melihat Yoojin tertunduk malu, dengan tangannya yang masih melingkar di pundak Hyunjae, dan seluruh otot tubuhnya mengencang karena gairah. Merah menjalar sampai ke telinganya yang dihias anting hitam. Dengan deru napas di ujung kata-kata bergetar itu, Yoojin begitu manis dan indah.

"Kalau hanya dengan senyum bisa membuatmu seperti ini, aku punya alasan untuk terus bahagia."

"....Jangan begitu..."

Yoojin lelah karena ia yakin kalimat Hyunjae adalah godaan. Bukan salah Yoojin jika jantungnya berhenti ketika mendapat sebuah senyum yang memang mematikan.

"Jadi kamu ingin lebih lagi?" Kali ini Yoojin tidak bisa menjawab dengan kata, "Tentu saja."

Hyunjae melepas pakaiannya. Menjadi sama seperti Yoojin yang merasakan hangat dan dingin kamar hotel.

Gelitik menjalar dari ujung tulang belakang, menuju seluruh tubuh ketika melihat figur Hyunjae yang sempurna. Seperti tubuh yang dipahat dengan penuh cinta dan gairah. Yoojin meneguk ludah dalam diam.

"Mungkin agak lama."

Terkesiap, Yoojin kembali dari kekaguman dan ingin bertanya apa maksud kalimat itu. Ketika ujung lidah hendak mengutarakan kata, bibirnya bungkam karena sentakan terasa masuk dari celah belakang. "Ah-" Ia meringis, "Tuan.. Hh.."

"Yang pertama selalu sakit," Hyunjae menggerakkan jari yang menyusupi tubuh Yoojin, mengecup pelipisnya lembut, "Karena itu aku akan membuatmu merasa senikmat mungkin."

"Ini aneh..." Mata Yoojin terpejam merasakan tubuhnya dibongkar oleh pria lain. Dalam, dan bertambah satu demi satu. Perih terasa di sekeliling celahnya. Ketat dan sesak. Ia hampir saja merasa Hyunjae berdusta ketika menjanjikan nikmat- namun tiba-tiba mulutnya mendesah kuat.

"Disana ya," Tatapan Hyunjae terlihat bangga telah menemukan hal yang paling ia cari. "Yoojin-ah," nadanya lembut, tidak seperti gerakan tangan yang membuat Yoojin kehilangan hak mengatur jerit dan desah.

"Tunggu- Nghh ahn-" Ada napas-napas berat yang Yoojin hela di sela-sela desah. Nikmat itu memang nyata dan ia tengah tenggelam di dalamnya. Tapi kemudian Hyunjae berhenti. Menyisakan kecewa dan jantung yang membuncah.

"Jangan tatap aku begitu, Yoojin-ah.. Selanjutnya akan lebih baik..."

Yoojin sudah merasakan buas ketiga jari yang mengobrak-abrik tubuhnya di bawah sana. Bagaimana panjang dan kekar mereka meraih-raih bagian paling tersembunyi dari dirinya dan memancing suara-suara erotis untuk bergema. Kemudian sekarang, benda lain milik Hyunjae yang lebih gagah tengah dipersiapkan.

"Oh tidak..." Yoojin takut seketika.

"Yujin-ah jangan begitu..." Ada rengek kecil di suara Hyunjae. Kecil sekali sampai-sampai Yoojin bisa menganggapnya adalah sebuah bujukan yang lain. "Kau akan suka, aku janji."

"Pasti sakit..."

"Aku akan menciummu terus, kau suka kucium."

Yoojin ingin sekali membantah fakta itu, tapi tubuhnya berkhianat. Hanya dengan genggaman tangan dan kecup kecil di dahi, ia sudah berbaring lebih rendah. Seakan mempersilakan Hyunjae menyenggama, seakan menyambut ciuman-ciuman yang disebut sebelumnya.

Manis sekali. Hyunjae berpikir begitu. Ia selalu berpikir begitu sejak melihat seorang pemuda menangis karena gagal wawancara kerja. Alasan besar yang sangat sering terjadi dan Hyunjae bersyukur ia berada di sana sebagai pria yang suka menghibur.

Di tengah kekagumannya pada waktu-waktu pertama bertemu Yoojin yang lugu, sepasang mata menatap ke arahnya. Milik Yoojin juga. Hitam dan bercahaya seperti permata paling mahal. Seakan menuntut mana ciuman terus menerus yang ia janjikan.

Tentu Hyunjae memberi dengan besar hati. Membungkam bibir ranum Yoojin dengan miliknya, menelan lenguh yang disebabkan penyatuan mereka.

Sempit, tentu. Hangat, pasti. Lembut seluruh tubuh Yujin di rengkuhan dan ketika merengkuhnya sangat tidak ingin ia lewatkan barang sesaat.

Berbeda dengan orang-orang yang sering berbagi kasur dengannya, atau yang hanya bercinta tanpa memberi nama, Yoojin tidak diantara mereka.

Hyunjae juga sadar malam ini ia banyak menuntut, sering membujuk, menggagalkan seluruh permintaan berhenti dari Yoojin . Padahal, sering kali, jika pelanggan ingin berhenti, Hyunjae akan dengan senang hati mengambil uang dan pergi dari kamar. Ini kali pertama ia merasa ingin memeluk seseorang, bergemul, dan saling merasakan.

"Sakit?" Ia menghujani wajah Yoojin dengan kecup-kecup kecil ketika memulai ritme lembut sebagai pembuka.

Yoojin mengangguk jujur. Ia menutup mata sambil mendesah, memeluk pundak Hyunjae dan juga mencengkram kuat. Mereka begitu hangat dan dekat.

"Ahh disana-" Suara Yoojin menjadi lebih nyaring ketika bagian yang akrab dengan Hyunjae kembali ditekan. Kuat. Dalam. Yoojin tidak pernah tahu ada titik yang bisa membuat kepalanya hilang akal, seluruh tubuhnya meliuk dan ketagihan sampai-sampai mengeluarkan suara yang tidak terbayangkan.

Sementara Hyunjae menyukai suara itu. Ingin mendengarnya lebih dan lebih seiring ritmenya bertambah. Keringat mereka yang bercampur, kulit yang bersentuhan dan hentakan-hentakan gairah, Yoojin mengikuti irama Hyunjae dengan seluruh yang ia punya. Terkadang kalap dan memotong satu tarikan napas menjadi sebuah teriak, hingga ia mencapai klimaks kedua malam itu.

"Ya ampun.. Ahh-hha...." Yoojin menarik rambut Hyunjae, memintanya menjeda. Tapi ketika Hyunjae mengabaikan dan memainkan putaran kedua, Yoojin tidak merutukinya. Ia menyukainya. Ia merasa ingin terus mendengar suara detak jantung Hyunjae yang begitu dekat meski teredam desah dan erang.

"Yoojin-ah," Hyunjae meraup bibir itu lagi. Kini lebih kasar dan lebih liar. Mencampur saliva mereka juga melilit benang-benang hasrat yang membuncah.

Dan ketika Yoojin merasa pelukan Hyunjae mengerat, detik kemudian perutnya hangat. Seluruh tubuhnya seakan diselimuti cahaya musim panas dan ia menyukainya, kecuali Hyunjae yang berkata, "Maaf aku keluar di dalam."

Tangan Yoojin menepuk perut, merasakan Hyunjae masih berada di dalam dan ia kembali merona. Seluruh tenaganya seakan menguap namun ia masih sempat membalas, "Itu buruk?"

Ada sebuah bintang yang berputar di manik mata Hyunjae ketika Yoojin dengan wajah lelah bersemu mengatakan hal lucu. "Tidak," ucapnya. Ia membelai puncak kepala Yoojin, memberi apresiasi serta afeksi, "Aku akan menjagamu kalau terjadi sesuatu."

"Sesuatu?"

"Ya." Kali ini Hyunjae tidak akan pergi setelah satu puncak. Ia tidak terlalu suka membayangkan Yoojin yang kelelahan dan sedih bangun sendirian di kamar hotel pagi nanti. "Katakan padaku kalau kau merasa tidak nyaman."

Yoojin ingin merespon kalimat itu dengan bertanya mengapa ia masih merasakan benda yang keras itu mendesak di bawah sana, tapi urung.

Ini pertama kali malam ini ia melihat Hyunjae melirik sesuatu selain dirinya, dan mau tak mau Yoojin ikut mengalihkan mata pada hal yang sama.

Jam dengan kedua jarumnya berada di angka dua belas terlihat seperti mereka. Begitu erat dan bersatu.

"Yoojin-ah?" Mata Yoojin kembali pada Hyunjae. "Apa kau masih bersedih?"

Malam masih panjang dan Yoojin diam-diam masih mendambakan Hyunjae untuk sekali lagi bercinta. Meski ia kini tidak begitu ingat apa alasan mereka bertemu, Yoojin berkata, "Ya, bisa hibur aku lagi?"

END

SeaglassNst
3 April 2022
#MonthlyFFA
#Midnight_FFA

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top