Part 3
Tak terasa, waktu berlalu cukup cepat. Sudah dua minggu berlalu sejak pertama kali Brian menginjakkan kaki di Grundle's Kindergarten. Brian sangat senang pergi ke Taman Kanak-kanak itu. Brian termasuk cerdas dan mudah bergaul. Buktinya, dalam waktu dua minggu, dia sudah mengumpulkan sepuluh bintang dari Taylor dan Brian sudah mempunyai beberapa teman.
"Pelajaran hari ini adalah menggambar. Aku akan membagikan satu kertas gambar kepada satu orang dan kalian bisa mulai menggambar. Kalian boleh menggambar apapun yang kalian inginkan." Taylor menjelaskan, seraya membagikan kertas gambarnya kepada tiap anak.
Brian meraih kertas gambarnya dengan ceria. Tangan bocah laki-laki itu dengan cekatan menggerakkan pensil di atas permukaan kertas gambar, menggambar sesuatu yang hanya ada di dalam pikirannya.
Sambil menunggu gambar murid-muridnya selesai, sesekali Taylor berkeliling dan menanyakan apa yang digambar kepada satu per satu murid, hingga akhirnya, Taylor berhenti di dekat meja Brian. Yang Brian gambar adalah beberapa orang walaupun, memang tidak begitu jelas.
"Apa yang kau gambar, Bree?" tanya Taylor. Dua minggu belakangan, Taylor memang semakin dekat dengan Brian. Bahkan, Taylor memberikan nama panggilan kepada murid kesayangannya tersebut. Bree. Brian bahkan tak melakukan protes apapun atas nama panggilannya tersebut.
Brian mendongak, tersenyum lebar kepada Taylor. Kemudian, tangan mulusnya menunjuk satu per satu gambarnya tersebut. "Ini Grandma dan Grandpa." Brian menunjuk dua gambar yang Taylor tahu sebagai pasangan, walaupun memang tidak jelas.
"Ini Aunty Gemma." Brian kembali menunjuk gambar berikutnya. Gemma. Dengan rambut berwarna ungunya. Taylor terkekeh.
"Ini Daddy, aku dan juga...Miss. Swift!" Taylor terlonjak mendengar penjelasan tersebut. Apa? Brian menggambarnya di antara keluarga besarnya? Apa tak salah?
Taylor meneliti gambar yang masih kurang jelas tersebut. Brian kembali sibuk mewarnai gambarnya tersebut. Urutan gambar tersebut adalah Gemma, Taylor, Brian, Ayah Brian, dan kakek-neneknya. Apa tak salah? Brian menggambar dirinya di antara Taylor dan sang ayah.
"Kenapa kau menggambarku, Bree?" tanya Taylor, penasaran.
"Karena aku sayang Miss. Swift." Jawaban Brian membuat senyuman muncul kembali di bibir Taylor. "Aku juga menyayangimu. Ah, ya, selesaikan gambarmu dan tunjukkan kepada Aunty Gemma nanti, okay? Dia pasti akan suka gambarmu." Ujar Taylor, berusaha mengabaikan fakta jika Brian benar-benar menggambar dirinya.
Brian mengangguk antusias.
*****
Harry mengernyit saat menatap gambar yang Gemma kirimkan padanya. Gemma mengirimkan hasil gambar Brian kepadanya. Sebenarnya, gambar itu memang tidak begitu bagus tapi, mengingat Brian-lah yang menggambarnya, Harry terkesan.
Tapi, tetap saja, Harry tak mengerti bagaimana mungkin Brian menggambar guru kesayangannya itu di sana, berdiri di sisi kiri Brian sendiri. Harry tak percaya jika Brian menggambar sang guru bersama keluarganya.
Harry sudah mendengar banyak tentang guru Brian itu dari Gemma. Gemma bilang, guru Brian itu sangat cantik dan masih muda. Dia juga ramah dan terlihat lemah lembut.
Lama-kelamaan, Harry penasaran dengan guru dari Brian tersebut. Setiap Harry menghubungi Brian, Brian pasti tak akan berhenti berbicara tentang sang guru. Bahkan, Harry perlahan mulai merindukan ocehan Brian dulu, yang selalu memprotes Harry jika Harry tidak dapat pulang ke Chesire. Tapi, protesan tersebut mulai lenyap saat Brian masuk ke Taman Kanak-kanak.
"Selamat siang, Mr. Styles."
Pintu ruangan Harry terbuka. Harry menoleh sekilas dan memberikan isyarat agar karyawannya itu masuk dan duduk. Karyawan itu mengangguk patuh dan duduk di kursi yang berhadapan dengan Harry.
"Aku ingin kau mengosongkan jadwalku mulai lusa, selama tiga hari." Perintah Harry. Karyawan itu mengernyit. "Dalam rangka apa, Sir?" tanya karyawan itu, penasaran.
"Aku harus kembali ke Chesire, ada acara penting yang harus kuhadari. Sudahlah. Atur semuanya. Pesankan pula kepada Mr. Olsen untuk menyiapkan jetku untuk lusa." Perintah Harry. Karyawan itu mengangguk.
*****
"Lalu, apa yang Catastrophe lakukan selanjutnya, Miss?" tanya Brian penasaran, setelah Taylor menceritakan kisah lainnya tentang Catastrophe. Siang ini, Taylor tengah menemani Brian, di ruang kelas yang sudah sepi. Brian belum dijemput oleh sang bibi. Sambil menunggu, Taylor menceritakan kembali kisah Catastrophe kepada Brian.
"Catastrophe terus berlatih dan berlatih bersama teman-teman barunya, yaitu Slay-Z, HomeSlice, dan yang lainnya untuk menjadi kuat dan mampu mengalahkan Arsyn yang sudah menjadi jahat." Taylor meneruskan.
Brian tampak sangat tertarik dengan kisah Catastrophe yang Taylor ceritakan padanya. "Keren! Aku ingin bertemu dengan Catastrophe!" ujar Brian antusias.
Taylor terkekeh. "Kau bisa bertemu dengannya, Brian. Tapi, kau harus menjadi anak baik. Apa kau sudah menjadi anak baik?"
Brian menganggukkan kepala. "Aku sudah menjadi anak baik, kan? Aku punya banyak bintang sekarang! Katamu, hanya anak baik yang mendapat bintang." Brian mengerucutkan bibirnya. Taylor tertawa, gemas melihat wajah Brian saat ini.
"Itu belum cukup, Brian. Jika kau ingin bertemu dengannya, bintangmu masih belum cukup." Brian tampaknya percaya dengan ucapan Taylor.
"Kalau begitu, aku akan mengumpulkan lebih banyak bintang lagi!" Semangat Brian tampak menggebu-gebu. Taylor tersenyum. "Tentu saja. Kau harus berbuat lebih banyak kebaikan."
Kemudian, keduanya diam selama beberapa saat, sebelum akhirnya Brian memecah keheningan dengan suara lembutnya. "Besok, Daddy katanya akan pulang." Brian menyampaikan dengan berseri-seri. Taylor tersenyum. "Wah, bagus kalau begitu! Kau pasti sangat merindukan Daddy-mu itu, kan?" Brian mengangguk.
"Daddy bilang lewat telepon jika dia sudah menyiapkan banyak mainan untukku karena aku mendapat banyak bintang di sini!" Brian kembali bercerita kepada Taylor. Taylor tak tahu harus berkomentar apa selain memberikan senyuman.
"Miss. Swift harus bertemu dengan Daddy saat Daddy mengantarku sekolah nanti!" Taylor mengangguk mendengar perkataan Brian. "Tentu saja. Aku akan bertemu dengan Daddy-mu dan menceritakan padanya, tentangmu di sekolah. Dia pasti akan bangga, sepertiku."
*****
Jet milik Harry Styles itu mendarat dengan mulus di sebuah lahan kosong yang berada tak jauh dari rumah keluarganya. Harry segera ke luar dari jet dan berjalan menuju ke mobil yang sudah menjemputnya. Harry sudah memberitahukan tentang kepulangannya ke Chesire kepada Gemma dan kedua orangtuanya.
Harry sudah menyiapkan beberapa mainan keluaran baru untuk sang putra, Brian. Harry tak sabar melihat bagaimana ekspresi Brian saat mendapat mainan baru darinya.
Tak terasa, mobil yang membawa Harry ke rumahnya di Chesire berhenti tepat di depan bangunan megah tersebut. Seorang penjaga membukakan pintu mobil untuk Harry dan mempersilahkan Harry untuk masuk. Harry tak berkata apapun kepada para pelayan itu. Dia melangkah gontai memasuki rumah yang tampak sepi.
"Mom,"
Harry memanggil wanita paruh baya yang berdiri memunggunginya, tampak tengah menatap bunga plastik yang di tempatkan pada sebuah pot besar. Wanita itu menoleh dan tersenyum lebar mendapati keberadaan Harry.
"Harry,"
Anne memeluk sang putra. Harry balas memeluknya singkat, sebelum mengedarkan pandangan ke sekeliling dan bertanya, "Di mana yang lainnya?"
"Ayahmu sedang mengurus kuda di belakang. Gemma sedang menjemput Brian. Sebentar lagi mereka pasti datang." Anne menuntun sang putra agar duduk dan beristirahat di ruang tengah keluarga Styles.
"Apa yang mau kau minum, Harry?" tanya Anne, menawarkan kepada Harry yang tengah meletakkan jasnya pada sandaran sofa. Harry bangkit berdiri, seraya melepas satu kancing kemejanya. "Aku akan mengambil minum sendiri, Mom. Kau bisa lanjut menata bunga imitasi itu."
Anne terkekeh dan menganggukkan kepala. "Baiklah. Kau masih hafal di mana letak dapurnya, kan, Harry?" Harry terkekeh mendengar pertanyaan itu. "Mom, ayolah. Sepertinya belum sebulan aku tidak pulang ke sini. Tentu saja aku masih ingat, yeah, kecuali jika kau mengubah letaknya."
Anne tertawa kecil. "Tidak, tidak ada yang berubah. Aku tinggal kau sebentar, Harry. Setelah aku selesai menata bunga, aku akan menemanimu kembali." Anne berjalan meninggalkan Harry di ruang tengah. Setelah Anne pergi, Harry segera beranjak menuju ke dapur. Beberapa pelayan menyapanya dengan ramah namun, Harry tak membalas sapaan itu.
Langkah Harry berhenti tepat di depan lemari es yang ada di dapur. Harry memicingkan mata saat melihat beberapa gambar beserta tulisan yang tertempel di pintu lemari es tersebut. Harry tersenyum dan menatap bangga semua gambar dan tulisan itu.
Ada beberapa hasil ulangan pertama Brian yang mendapat nilai A, ada gambar Brian yang mendapat nilai B dan yang paling mencengangkan adalah gambar yang beberapa hari lalu Gemma kirimkan kepada Harry juga ada di sana. Gambar keluarga besar Styles, bersama guru Brian tersebut, karya Brian. Harry menatap gambar tersebut dan tak sadar senyuman muncul di bibirnya.
Baru hendak meneliti gambar Brian satu per satu, suara si pemilik gambar yang sudah sangat Harry rindukan, terdengar jelas di telinga Harry.
"Daddy!"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top