CHAPTER 1
Mentari bersinar dengan cerahnya di pagi hari, sinarnya menembus ke dalam sebuah apartemen melalui sela-sela gorden.
Seorang pria yang sudah siap dengan kemeja putih serta dasi berdiri di depan cermin sambil menata rambutnya menggunakan pomed. Ia mengambil sepasang sepatu pantofel dan tas punggung bermerkkan Eiger.
Ia bergegas keluar apartemen karena ini adalah hari pertamannya mengajar di sebuah sekolah SMA elit di Jakarta.
Sebenarnya belum saatnya ia menjadi seorang guru, namun karena kepandaiannya lah, ia bisa lulus dari perguruan tinggi hanya dalam tiga tahun.
Pria itu mengendarai motor sport-nya, dan mengemudi dengan kecepatan sedang menuju sekolah tempatnya mengajar.
Setelah sampai di sekolahan dan keluar dari tempat parkir, semua mata tertuju padanya. Ia bahkan bisa mendengar beberapa bisikan yang menanyakan jati dirinya, apakah ia seorang guru baru atau seorang siswa baru atau sekadar orang yang tersesat, mengingat ia memang terlihat masih sangat muda.
Pria itu menghela napas. Ia sudah terbiasa dengan tatapan semacam itu. Ia memang selalu menjadi pusat perhatian, dan ia menikmatinya.
"Ini akan jadi hari yang panjang." Itulah kalimat pertama yang diucapkannya. Kemudian, pria itu langsung menuju ke ruang kepala sekolah, meninggalkan pertanyaan yang masih belum terjawab.
------
Siswa-siswi di kelas 12 IPA 6 sedang menunggu kedatangan guru Matematika baru mereka sambil mengobrol dengan teman-teman sebangku masing-masing. Guru sebelumnya adalah seorang wanita paruh baya yang sekarang sedang melanjutkan pendidikannya di Amerika. Dan katanya, guru baru sekarang adalah lelaki muda cerdas yang killer-nya minta ampun.
Karena alasan itulah semua siswa kelas 12 IPA 6, kelas terakhir yang terkenal dengan reputasi yang buruknya selangit ini sudah duduk di kursinya masing-masing. Di tambah lagi, guru baru itu pun pasti datang bersama dengan Kepala Sekolah.
Sementara itu, dalam hati, Sheila ingin guru itu tidak datang hari ini. Putri tunggal keluarga Candrawinata itu tidak menyukai hampir semua mata pelajaran terutama Matematika. Ia sangat benci pada Matematika seolah ia mau mati sungguhan ketika mempelajari itu. Matematika adalah pelajaran yang paling dibencinya dari begitu banyak pelajaran yang ia benci.
Namun, rupanya harapan Sheila tidak dikabulkan.
Tiba-tiba terdengar suara gagang pintu terbuka dan muncullah Kepala Sekolah bersama seorang lelaki tinggi berkulit bersih dan potongan rambut rapi. Hidungnya mancung, sementara bibir kecil dan tipisnya menyunggingkan senyuman congkak. Di samping itu, pakaian yang dikenakannya menunjukkan bahwa lelaki itu cukup santai.
Melihat penampilan guru baru itu, para siswa langsung menghilangkan kesan killer dan menggantinya dengan kesan yang menyenangkan.
Namun perut Sheila malah terasa melilit ketika menatap pria itu.
"Selamat pagi, murid-murid," sapa sang Kepsek.
"Pagi pak." Jawab mereka kompak.
"Hari ini, kalian kedatangan guru baru. Kalian pasti sudah tahu kan?" ucap Pak Kepsek. "Ini Pak Alfan, dan mulai sekarang beliau akan mengajar Matematika di kelas Anda sebagai pengganti dari Bu Mitha. Saya harap jangan ada yang membuat masalah apapun ketika Anda diajar olehnya. Kalau tidak kalian pasti akan tahu sendiri konsekuensinya." Jelasnya dengan sedikit mengancam. "Nikmati saja, ya?" setelah berkata demikian beliau meninggalkan kelas dan mempersilahkan guru baru itu memegang kendali.
"Selamat pagi, perkenalkan saya Alfandi Maheswara." Suara lelaki ini begitu berat, membuatnya kedengaran sangat berwibawa dan begitu mendominasi. "Dan mulai hari ini, saya akan mengajar Matematika di kelas kalian, jadi mohon kerjasamanya sampai setahun ke depan."
Entah karena suara dan penampilan Pak Alfan yang begitu bertolak-belakang dan membuat takjub, atau karena lelaki itu memang sangat tampan hingga membuat semua siswa tidak bisa menanggapinya, atau karena memang tidak ada yang mau menanggapinya, tapi memang tidak ada yang bisa mengucapkan sepatah kata pun.
"Belajar Matematika dibilang nikmat? Yang bener aja!" bisik Sheila pada teman sebelahnya yang membuat gadis itu hanya cekikikan.
Alfan menaruh tas punggungnya di meja dan duduk di kursi. Kemudian, lelaki itu memberitahukan bagaimana caranya mengajar. Sementara itu para murid hanya mendengarkan dengan seenaknya saja seolah 'masa bodoh' dengan perkataan guru baru tersebut.
"Bu Mitha aja dulu masih bisa santai," bisik teman sebangku Sheila. "Orang ini malah penampilannya aja yang santai."
"Masa bodoh sama dia ah," Sheila sepertinya tidak mempedulikan perkataan guru barunya tersebut dan murid lain sepertinya juga seperti itu.
Alfan yang sudah menduga bahwa kelas ini sangat 'istimewa' hanya bisa menyunggingkan senyuman penuh arti.
***
If you like this story give vote and comments ;)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top