Heartbreaker : (24) Who Is Jealous Of Who

Nata POV

Ternyata deep conversation gue sama Emily ngebuat seluruh badan gue capek. Hati gue apalagi. Kenyataan kalo first love gue adalah Sepupu gue sendiri emang gak gampang buat dilupain.

Tapi, sekarang gue punya Kiera.

Emily emang first love gue, dia yang pertama ngebuat gue ngerasa ada yang aneh pas dia gak ada. Cuman dia, yang bisa ngebuat gue senyum like stupid person, waktu itu.

Sekarang, gue yakin, Kiera true love buat gue.

Malu juga gue, ngomongnya true love first love. Gaje banget. Gue geleng-geleng kepala lalu turun dari kasur. Ini hari kedua gue sekolah, dan sekarang gue bener-bener gak sabar buat ketemu Kiera.

Sebelum sempet gue ngapa-ngapain, ponsel gue yang tergeletak di ujung kasur, bergetar nyaring.

Panggilan masuk, dari Axel.

"Ngapain doi telepon pagi-pagi?" tanya gue bingung seraya menerima panggilan tersebut.

Gak berapa lama gue naro ponsel di deket telinga, suara Axel terdengar.

"Tadi malem, Kiera ke apartemen lo." Kata Axel dengan nada panik.

Ngedenger itu, gue ikut panik tanpa alesan. Lagian, Si Axel-Axel gak jelas ini kenapa panik?

"Ngapain dia?" tanya gue, dengan cepat menyambar handuk di deket bangku komputer.

Gak tau kenapa, gue ngerasa memiliki keharusan buat buru-buru sekarang. Kayak film action gitu, lah. Dih, bahasa gue najong dikit.

"Gak tau. Dia nanya lo kemana. Gue jawab lo sama cewek pi--"

"Lo comel amat!" Gue langsung membentak Axel dan kebegoannya yang malah ngasih tau Kiera.

Rencananya, gue pengen ngasih tau Kiera hari ini, soal Emily, juga perasaan gue yang gak maen-maen ke dia.

Gue serius.

"Emangnya lo cowok yang lagi selingkuh dari pacarnya apa?" tanya Axel sambil ketawa cekikikan kayak cewek.

Kalo gue ada di deket Axel, udah gue apain tuh anak.

"Gue pacarnya, BEGO!" dengan umpatan paling niat dari gue buat Axel, gue pun memutuskan hubungan telepon.

Gue naro ponsel di wastafel, lalu dengan cepat melakukan ritual pagi di kamar mandi. Gak berapa lama, gue keluar. Dengan gesit, gue memakai seragam, kaos kaki, nyisir rambut pake tangan, lalu keluar kamar.

Tas udah disiapin sama Boris, si Kepala Pelayan di apartemen ini. Gue cuman tinggal make. Tanpa berkata apa-apa, gue melesat dari apartemen ke rumah Kiera.

Tapi, ketika bukan Kiera yang keluar dari pintu rumahnya, gue menghembuskan nafas keras.

Sialan, Kiera pasti ngehindar.

Pembantu Kiera menghampiri gue sambil tersenyum genit. Anjir, harus nemu spesies cewek kayak gini di waktu yang gak tepat.

"Den Nata nyari Non Kiera, ya? Hayo, ngaku? Kenapa gak nyari Bibi aja, seeeh?" cerocos pembantu yang masih gue gak tau namanya.

"Kiera kemana, Bi?" tanya gue, tetep mempertahankan ke cool an seorang Nata.

"Udah pergi ke sekolah. Dua menit yang lalu sama Den Andi." jawab Pembantu Kiera.

ANDI.

ANDI.

ANJRIT, ngapain Kunyuk satu itu sok-sok nganterin pacar gue?

Tanpa mendengar cerocosan Pembantu Kiera lagi, gue langsung menuju sekolah saat itu juga.

Gue harus ketemu Kiera. Harus.

*

Kiera POV

"Err, sori, Ndi. Gue ngerepotin lo," kataku sambil menggaruk kepala yang tidak gatal.

Sekarang, aku berada di mobil Andi. Kemarin malam, aku memberitahunya tentang Nata. Andi menyarankan untuk menjauhi Nata untuk beberapa waktu. Aku mengiyakan dan dia bertanya apa perlu tumpangan ke sekolah.

Dengan segala kekesalanku karena Nata, aku menjawab iya.

"Gapapa, lagian, lo berdua baru jadian kenapa malah marahan?" gumam Andi sambil fokus menatap jalanan.

Aku meringis, "kok lo ngomong gitu seolah--"

"Seolah gue udah gak suka sama lo lagi?" Andi memotong sambil tersenyum miris, "gue lagi nyoba. Kalo lo tetep nanyain hal itu, gue gak bakal bisa, Ra."

"Sorry," aku menatap pemandangan di luar kaca mobil.

Aku merasa bersalah pada Andi. Seharusnya, dulu aku tidak menghancurkan hati Andi dan cowok-cowok lainnya. Jika aku berada di posisi mereka, pasti aku tak akan mau. Lagipula, siapa yang mau sakit?

"Old story, huh?" Andi tertawa lalu mengacak rambutku, "jangan dipikirin. Sekarang, yang harus lo pikirin itu Nata."

Bibirku cemberut dengan cepat, "jangan ngomongin dia."

"Dia pacar lo, Cantik," aku memutar bola mata ketika mendengar panggilan baru Andi untukku, tapi tak berkata apa-apa.

"Gue gak peduli," kataku keras kepala.

Mobil Andi sudah berjalan menuju gerbang sekolah ketika dia membalas, "hanya karena dia ketemu sama Emily? Lo udah gede, Ra. Bisa aja mereka cuman temen."

"Kok lo jadi nyudutin gue?" tuduhku sengit.

Andi tertawa setan, "terserah. Udah sampe nih, yuk, turun."

Aku kembali memutar bola mata. Ketika aku membuka pintu dan turun dari mobil, saat itu juga, mobil berwarna silver milik Nata terparkir sempurna di sebelah mobil Andi.

Gosh.

"We need to talk."

Adakah perkataan selain itu yang harus ia lontarkan pertama kali ketika bertemu denganku hari ini?

Aku melihat ke arah lain, dari arah belakang aku tahu, Andi sudah turun dan perlahan mendekati kami.

Nata melihat Andi sesaat dengan kemarahan yang tak bisa ditutupi. Aku sendiri tak berbicara apapun, hanya memberikan tatapan pada Andi untuk meninggalkan kami berdua.  Dia tersenyum, lalu mengacak rambutku lagi.

"Dah, Cantik," kata Andi, lalu dia meninggalkan kami.

Tak berapa lama Andi pergi, Nata langsung menyudutkanku dengan perkataannya.

"Kenapa lo malah semobil sama dia?"

Aku tetap bergeming, menunggu perkataan apa yang akan dikeluarkan Nata lagi.

"Kenapa lo gak bilang, lo ke apartemen gue tadi malem?" tanya Nata lagi.

Kepalaku dengan cepat mendongak, menatap mata cokelat Nata, terkejut. "Darimana lo tau?"

"Just answer my question." Kata Nata, penuh penekanan di setiap katanya.

"Andi nyuruh gue buat ngasih buku tugas punya lo. Tapi kemaren lo gak ada. Gue males bilang." Jawabku ketus.

"Oh, jadi lo ketemu dia bukan sekali dua kali? Tiap hari? Hebat." Cibir Nata sambil menyilangkan kedua tangannya.

Aku mengernyit, emosiku bergolak mendengar tuduhan yang Nata lontarkan. Nata tidak tahu ketika aku bertemu Andi, aku sedang terpuruk karena Pete dan dia di saat yang sama. Nata tidak mengerti, aku hanya memikirkannya.

"Dan lo? Lo tanpa rasa bersalah nuduh gue sementara lo yang maen belakang?" tanyaku penuh emosi.

"Gue sama Emily gak ada apa-apa. Yang apa-apa, itu lo!" Nata membalas tak kalah sengit.

"Sejak kapan gue bilang, lo sama Emily maen belakang?" aku bertanya kembali, penuh kekesalan.

"Damn," Nata mengumpat, lalu matanya kembali menatap kedalam mataku dengan kemarahan yang tercetak jelas. "Gue pengen ngejelasin semuanya ke lo, tapi lo ngebuat semuanya makin susah. Ngapain lo bareng Andi? Apa karena gue bareng Emily? Jawab gue!"

Aku tak menyangka Nata akan berkata seperti itu! "Look at me. Now, look at you," kataku sambil menunjuk Nata, lalu mencibir, "Now, tell me who is jealous of who!"

Setelah berteriak tepat di depan wajahnya, aku berlari dengan cepat tanpa bisa Nata cegah. Air mata yang sedari tadi kutahan kini tumpah. Aku tidak mengerti kenapa Nata malah menyudutkanku. Seharusnya, aku yang bertanya mengapa dia bersama Emily tanpa mengabariku. Bukankah Nata tahu, aku tidak mungkin mengkhianatinya?

Untuk beberapa saat, hatiku hancur menjadi kepingan kecil tak berbentuk.

*

[A/N]

Kiera kasian. Andi kasian. Nata kasian.

Cerita ini juga kasian.

Authornya kasian. #Eh

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top

Tags: