Side Chapter - 01

9 tahun setelah hari itu.

"TAYLOR! Itu Kenya nangis gantiin popoknya!" Teriak Abel dari arah ruang keluarga begitu mendengar tangis bayi di kamar lantai atas.

Taylor mengusap keningnya yang berkeringat setelah membersihkan dapur, "kamu dong yang gantiin!" balasnya berteriak.

"Ck," Abel beranjak ke lantai atas dan mengganti popok Kenya. Saat ingin selesai dengan pekerjaannya, Taylor datang tergopoh-gopoh. Tubuhnya yang proporsional tampak makin kurus karena seharian beres-beres.

"Kapan Axel pulang?" tanya Abel sambil lalu.

Taylor mengambil Kenya dari tangan Abel, membuat kening cowok itu berkerut, "gak tau. Kayaknya besok," jawabnya sambil memberengut.

Abel bersedekap, tersenyum sinis, "cie kangen. Menunggu si Pilot pulang, terus pelukan deh. Hahahaha."

"Abel, kamu jadi kakak ipar nyebelin banget sih!" teriak Taylor, melayangkan tatapan membunuhnya pada Abel yang sekarang duduk santai di sofa di kamar Kenya.

"Cie yang udah nikah cie cie. Cie. Cie."

"Dih, sirik," ledek Taylor, menimang Kenya dengan sayang. "Kamu juga ditungguin kan. Siapa tuh namanya ..., eh iya Lista. Cie Lista. Cie. Cie."

"Dih, sirik," Abel membalikkan perkataan Taylor, membuat perempuan berumur 23 tahun itu memutar bola matanya. "Lagian gue sama Lista gak ada apa-apanya."

"Boong."

"Bener."

"Boooooong."

"Beneeeeeeerrr."

"Kamu boooong."

"Beneeeeeeeeeeeeerrr. Kapan sih Abel Damaryan yang paling ganteng tiada tara ngeboong?"

Taylor menunjuk muka Abel dengan tatapan bercanda, "awas aja ya kalo pagi-pagi ada undangan pernikahan kamu sama Lista."

Tawa Abel pecah, "gak akan."

Meskipun dia tidak yakin.

* * *

Namanya Abel Damaryan, pria yang diwisuda tahun itu tampak tampan dengan kaus T-Shirt dan celana santainya.

Dia selalu tampan, ngomong-ngomong.

Abel baru saja keluar dari mobil sedannya menuju sebuah cafe kecil. Tempat Abel dan dia biasa berbincang bersama-sama. Tempat Abel dan dia berbagi canda tawa. Tempat dia dan Abel melepaskan duka.

Dia adalah Lista.

Hari ini sama seperti sebelumnya. Begitu Abel masuk, sosok yang ditunggunya sedang duduk di pinggir jendela, mendongak menatap ke arahnya.

Lalu Lista tersenyum sendu. Dahi Abel mengerut dalam. Biasanya Lista ceria dan tersenyum tanpa beban. Tapi kenapa sekarang ....

Abel menghapus pikiran buruknya secepat saat pikiran itu muncul.

"Hai," sapa Abel.

Lista menghela nafas dulu sebelum membalas, "halo."

"Udah lama nunggu?" tanya Abel seraya tangannya mengisyaratkan pelayan untuk mendekat.

"Gak terlalu," Lista tersenyum lagi, memandang keluar jendela dengan tatapan sendu.

"Kamu kenapa?" tanya Abel lagi, lalu dia menyebutkan beberapa menu untuk makan siangnya kali ini.

"Gak apa-apa," jawab Lista masih dengan senyuman itu.

Dan itu mengganggu Abel.

"Kenapa, sih?"

Lista terdiam sesaat, "udah, kamu makan dulu aja."

Setelah itu mereka tidak berbicara apa-apa lagi. Abel kembali memikirkan perkenalannya dulu dengan Lista. Mereka satu kampus dengan jurusan yang sama. Abel sering berpapasan dengan Lista. Tapi tidak pernah sekalipun bertukar sapa. Yang Abel tahu, Lista perempuan manis dengan senyuman indah dan mata teduh menenangkan. Rambutnya yang berwarna kecokelatan sering disanggul asal.

Dan mereka mengobrol, saat dosen mereka memberikan tugas dan kebetulan Lista tidak bisa mengerjakan soal, dia bertanya.

Pada Abel yang kebetulan di sebelahnya.

Semenjak itu mereka bersama.

Suara ponsel Abel membuat lamunan pria itu buyar. Dia terkejut mendapati makan siangnya.habis tak bersisa. Tangannya lalu merogoh saku celana dimana ponselnya berada dan dia berdecak.

Alarm.

"Lis, jadi ...?" tanya Abel kikuk.

"Aku... Aku berencana melanjutkan S2ku di Jerman." Lista menunduk, Abel tidak bisa melihat ekspresi yang ditunjukkan gadis itu.

"Kamu apa?" tanya Abel tajam.

"Telinga kamu gak budek kan?"

"Kamu ke Jerman dan baru ngasih tau aku sekarang?"

"I--iya ..."

Abel menghela nafasnya, "hati-hati ya."

Lista mendongak, wajahnya seputih kertas. Dia menggelengkan kepalanya dan berdiri, melangkah pergi dari situ.

Semudah itu.

"Lis! LISTA!"

Setelah menaruh beberapa lembar uang di meja makan, Abel Damaryan langsung melesat pergi menyusul Lista.

"Lista, tungguin aku. Kamu kenapa sih?" tanya Abel begitu dia berhasil menangkap pergelangan tangan Lista.

Lista berbalik, menatap Abel terluka. "Bagaimana caranya buat kamu tau, kalo aku ingin kamu mencegahku pergi ke Jerman. Aku capek nunggu sesuatu yang gak pasti, Bel. Aku pikir dulu waktu kamu memberiku bunga, semuanya akan berubah. Tapi enggak, semuanya enggak pernah berubah."

Keduanya terdiam lama, tangan Abel masih memegang pergelangan tangan Lista. "Kamu pengen semuanya berubah?" tanya Abel lembut dengan bibir tersenyum, sebenarnya dia menahan geli.

"I--iya," jawab Lista ragu.

"Kalo gitu besok Abel ke rumah orangtua Lista. Abel mau melamar Lista," ujar Abel, memeluk Lista saat itu juga.

Dia mencintai Lista, dan dia tahu perempuan itu juga.

* * *

Dering ponsel Abel berbunyi, dengan cepat ia mengangkatnya. Di kontaknya tertera nama Taylor, tapi ...

"Halooo," suara Axel membuat kening Abel berkerut.

"Sejak kapan suara Taylor jadi kayak cowok?" tanyanya bercanda.

"Ih. Abel. Gitu banget. Tau ah."

"Najis, geli gua."

"Kenya udah bisa jalan dooongg. Lo kapan nih?"

"Lah? Apanya yang kapan?"

"Punya anak. PUNYA ANAK."

"GIMANA GUA PUNYA ANAK NIKAH AJA BELOM!"

Lalu Abel mendengar teriakan sumringah Taylor dari sebrang.

"Xeeel, bentar ke siniin hapenya!" Taylor berseru.

"Apaan si, ni cewek ganggu aja."

"Ihhh Xeel. Kok gak sopan banget?"

"Ya kamu ngapain telponan sama Abel?" tanya Axel galak di sebrang, membuat Abel menahan tawa. Ternyata Axel tidak bisa menghilangkan rasa cemburunya pada saudara kembarnya sendiri.

Apa mereka tidak sadar bahwa Abel mendengarnya?

"Bentaran doang pliss. Ini emergency banget Xeeel."

"Gak ada, gak boleh."

"AXEEEL."

"TAYLOR."

"IHH INI PENTING BANGET TAU GAK."

"BODO. POKOKNYA ENGGAK!"

"AKU MARAH NIH!"

"YAUDAH SANA MARAH."

"NANTI MALEM AKU TIDUR DI LUAR POKOKNYA."

Abel langsung merasakan ponsel berpindah tangan, hampir saja Abel terbahak.

"Nih," sayup-sayup suara Axel terdengar, langkahnya menghentak.

Mungkin kalau dia di sana, wajah cemberut Axel jadi tontonan yang sangat menarik.

"Halo, Abel?"

"Hm?"

"Itu--"

"--JANGAN LAMA-LAMA TAY!" Axel kembali menginterupsi.

"Iya bawel!" Taylor menggerutu sesaat di ujung telepon, "gini, Bel. Aku udah tau."

"Tau?"

Mendadak Abel bisa merasakan senyum mengembang Taylor.

"Undangan pernikahanmu dengan Lista kenapa gak warna caramel saja?"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top

Tags: #wattys2016