1. I'm a Bitch, You Jerk!

Gadis berambut hitam itu telah sampai pada tempat di mana pesan tadi tuliskan. Sebuah hotel mewah yang biasanya ditinggali oleh orang-orang kaya berkantong tebal. Gadis itu ingat, dulu dia sangat menginginkan tempat tinggal yang mewah dan diperlakukan seperti seorang putri raja.

Tapi itu dulu, saat umurnya masih tujuh tahun. Dan sekarang, dia lebih memilih membunuh para orang kaya itu yang mendapatkan uang dengan cara yang tidak halal. Kebanyakan dari orang-orang kaya itu mendapatkan uang dari memeras, merampok, memperjual belikan manusia terutama para wanita, serta menjual barang-barang terlarang dan ilegal.

Alexi Bluemoon, gadis berumur dua puluh tahun yang membenci kehidupannya yang dulu. Membenci menjadi seseorang yang lemah, karena orang tuanya mati di tangan para pembunuh berdarah dingin itu. Sekarang, gadis itu sudah berubah menjadi gadis tangguh yang mampu menyingkirkan siapa pun yang menghalangi jalannya.

Lexi masuk ke dalam toilet di hotel itu dan berganti pakaian. Memakai wig rambut berwarna merah dan mengenakan baju super mini yang tidak pernah dia gunakan sebelumnya. Ini misi pertamanya sebagai mata-mata. Setelah berlatih selama hampir tiga tahun, akhirnya dia mendapatkan sebuah misi di lapangan. Itulah yang sangat diinginkan Lexi.

Setelah mengganti pakaiannya dan membungkus pakaian sebelumnya, gadis itu berjalan keluar toilet dengan tenang. Misi pertamanya ini tidak boleh gagal. Karena dia masih dalam masa percobaan dan Lexi harus berhasil atau dia ditugaskan dalam departemen penilitian. Gadis itu sangat tidak suka bekerja di belakang meja.

Sekarang Lexi berada di lorong hotel. Saat dia berdiri di depan pintu bertuliskan nomor 236, gadis itu berhenti sesaat dan menarik napas panjang. "Semoga berhasil, Lexi," ujarnya pelan, meyakinkan diri sendiri. Kemudian dia mengetuk pintu kamar tersebut.

Seorang pria berpakaian resmi berwarna hitam dengan sebuah senjata menggantung di pinggangnya, menatap Lexi dengan tajam. "Apa yang kau inginkan?" tanya pria itu.

"Aku mendapat panggilan untuk nomer hotel 236 atas nama..." Kata-katanya terhenti, Lexi lupa mengingat nama dari orang yang dia cari itu. "Ah, aku lupa, bosku tidak memberi tahu siapa yang memesanku."

Pria itu menatapnya dengan tatapan yang tidak percaya, kemudian menutup pintunya. Tapi, Lexi berusaha menahan pria itu saat pintu belum tertutup semua dengan kakinya.

"Tolonglah, bosku akan marah jika kembali tanpa uang." Lexi memohon.

Kemudian seseorang di belakang pria itu berbicara. "Ada apa?" tanyanya pada pria berseragam hitam itu.

"Maaf tuan, gadis pelacur ini memaksa untuk masuk. Dia bahkan tidak tahu siapa nama pelanggannya." Pria itu menjelaskan pada pria yang sudah pasti bosnya.

"Biarkan dia masuk, aku memang ingin mengeluarkan pelampiasanku ini," perintah pria itu.

Pria berseragam hitam itu kemudian membuka pintunya dan membiarkan Lexi masuk ke dalam. Gadis itu berjalan dengan sombongnya saat pria yang dipanggil Tuan itu menyuruhnya masuk.

"Langsung ke kamar saja, sebentar lagi aku akan menyusul," perintah pria itu pada Lexi.

Seperti yang diperintahkan, Lexi menuju kamar dan menunggu. Lima menit kemudian pria itu masuk dan langsung mengunci pintunya.

"Kita mulai saja," katanya sambil membuka kemeja putih yang dikenakannya dan mendorong Lexi terjatuh ke tempat tidur.

Saat pria itu menjatuhkan badannya di atas Lexi, dengan satu gerakan cepat gadis itu memutar badannya dan sekarang Lexi lah yang berada di atas badan pria itu. Lexi membungkam mulut pria itu dengan menodongkan pisau lipatnya yang disembunyikan di sepatunya.

"Jika kau berteriak, maka aku akan langsung menusuk tenggorokanmu yang langsung menuju pita suaramu dan kau tidak bisa berbicara untuk waktu yang cukup lama," ancam Lexi.

Pria itu langsung diam dan menatap Lexi dengan kejam. Dia telah memakan umpan jebakan yang diberikan oleh Lexi dan sekarang pria itu harus berhadapan dengan gadis polos yang tadi memohon pada bawahannya serta mengelabuinya.

"Jawab pertanyaan yang aku ajukan dan jangan katakan apapun selain itu!" perintah Lexi lagi.

Pria itu hanya diam yang berarti dia mengerti.

"Siapa bos kalian?"

"Aku bekerja sendiri, akulah bosnya," jawab pria itu.

Lexi terkekeh. "Mana mungkin kau bekerja sendiri, katakan saja di mana bosmu!"

"Enyahlah kau!" Kata pria itu.

Lexi meminting lengan pria itu dan menariknya ke belakang hingga dia kesakitan. "Aku bilang jangan mengatakan apapun selain menjawab pertanyaanku!"

Pria itu mengangguk kesakitan.

"Katakan kapan dan di mana kalian melakukan transaksi lagi!"

"Itu bukan sebuah pertanyaan, tapi perintah."

Lexi menarik lengan pria itu lagi. "Baiklah, di mana kalian akan melakukan transaksi lagi?" tanya Lexi yang berusaha mengoreksi kata-katanya.

Pria itu diam dan lagi-lagi Lexi menarik lengan pria itu. Terdengar suara tulang yang patah.

"D-d-di dekat gedung tua di pinggir kota. Pukul delapan malam ini mereka akan melakukan transaksi disana." Pria itu mengatakannya dengan cepat.

"Bagus." Lexi menepuk kepala pria itu seperti seekor anjing yang menurut pada tuannya.

"Dasar kau jalang!" Pria itu meneriaki Lexi.

Baru beberapa menit yang lalu Lexi terlihat seperti seorang yang mengemis pada tuannya dan sekarang gadis itulah yang menjadi Tuan. Nasib memang tidak bisa diprediksi, kadang kau di bawah dan dalam hitungan detik kau bisa berada di atas. Siapa yang sangka, kau hanya butuh bersabar sebentar saja.

"I'm a bitch, you jerk!" kemudian Lexi memukul bagian tempurung kepala pria itu hingga dia tidak sadarkan diri.

Dengan cepat Lexi menyelesaikan pekerjaannya dengan menutupi pria itu dengan selimut dan terlihat seperti seseorang yang sedang tidur. Kemudian gadis itu pergi keluar kamar. Pria berpakaian hitam itu sedang berdiri di ujung ruangan sambil menatapnya saat Lexi keluar kamar.

Lagi-lagi Lexi lupa menanyakan nama pria itu. "Tuanmu sedang tidur, dia terlalu lelah tadi. Dia sangat hebat di ranjang." Lexi berusaha meyakinkan bodyguard pria itu.

Pria berseragam hitam itu kemudian berdiri dan segera memastikan keadaan tuannya di dalam kamar. Dengan cepat Lexi langsung pergi dari tempat itu saat pria berseragam hitam itu masuk kedalam kamar tuannya.

Saat berada di depan kamar, Lexi masih berjalan dengan tenang agar tidak di curigai dan saat berada di ujung lorong gadis itu berlari secepat yang dia bisa.

Brukk

Lexi menabrak seseorang yang membuatnya pusing seketika. Seorang pria terjatuh di depannya dengan posisi yang hampir sama dengan Lexi. Sambil memegang kepalanya, tanpa pikir panjang Lexi segera berdiri. Namun kemudian pria itu menarik lengannya. Jantung Lexi hampir copot saat itu, dia takut pria itu mencurigainya.

"Kau menjatuhkan ini," kata pria itu sambil memegang sesuatu bantalan kecil di tangannya.

Lexi menatap dadanya yang tiba-tiba menjadi kecil sebelah. Gadis itu memang memasang bantalan untuk dadanya yang kecil, karena dia takut orang yang diincarnya itu tidak menginginkannya, yang berarti dia tidak menarik dan pastinya penyamarannya gagal.

"Kau memakai bantalan untuk dadamu?" pria itu mengikuti tatapan Lexi.

Lexi melototkan matanya dan mengambil bantalan yang dijatuhkannya dari tangan pria itu. Dan tidak ada waktu baginya lagi dia harus segera pergi dari tempat itu sebelum pria berseragam hitam itu meyadari bahwa tuannya tidak sedang tidur, melaikan tidak sadarkan diri.

Namun pria itu menahannya. Kemudian menatap lekat-lekat mata Lexi seolah menyadari sesuatu. "Kau gadis di bar yang memesan dua gelas susu dan membuat keributan itu, kan?" tanya pria itu.

Lexi benar-benar tidak mengerti kenapa pria itu bisa tahu dirinya baru saja dari bar dan memesan dua gelas susu. Terlebih lagi, dia juga tahu bahwa Lexi membuat keributan. "Aku harus pergi." Lexi berusaha menarik lengannya karena sedang terburu-buru.

"Apa kita akan bertemu lagi?" tanya pria itu.

"Tidak akan pernah." Lexi langsung berlari menjauh.

Lift bukan pilihan yang tepat untuk saaat ini karena akan terlalu lama menunggu. Jadi Lexi berlari menuju tangga darurat dan melesat secepat mungkin untuk keluar dari hotel.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top