MuraHimu-2
Catatan:
Karakter KnB bukan milik Author. Typo bertebaran. OOC kemungkinan besar akan terjadi.
Happy Reading!
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Himuro ingin sekali memukuli Takao dengan sapu yang kini dipegangnya. Sedari mereka memulai shift, kakak kelasnya itu terus menggodanya dengan apa yang terjadi minggu lalu. Ya, sudah lewat seminggu dan Takao masih menjadikannya trending topic di antara mereka berdua.
"Senpai, tolong berhenti menggodaku seperti itu." gerutu Himuro yang semakin kesal.
Takao terbahak-bahak. "Tidak mau. Ekspresimu saat digoda itu langka tau. Langka."
Karena kesal, Himuro memukul bahu kakak kelasnya itu dengan gagang sapu sebelum kembali menyapu lantai cafe. Takao dengan dramatis merintih dan mengaduh. Himuro tahu bahwa itu dilebih-lebihkan. Dia tidak mungkin memukul kakak kelasnya dengan keras, dia juga tidak sekasar itu.
"Sini sapunya! Biar aku saja! Nanti karena kesal kamu malah memukul pelanggan lagi," ledek Takao. "Kamu layani pelanggan aja."
"Aku tidak akan memukul pelanggan, Senpai!" gerutu Himuro sambil menyerahkan sampunya.
Takao menggantikan Himuro menyapu, sesuatu kejadian yang langka. Apalagi Takao terkenal ogah bersih-bersih. Himuro ingat saat dia masuk ke kamar asrama Takao dan itu benar-benar berantakan. Himuro sendiri bingung kenapa teman kakak kelasnya itu tidak memprotes sama sekali.
Panggilan seorang pelanggan membuatnya tersadar dari lamunan dan langsung menghampiri meja tersebut. "Eh? Kasamatsu?"
"Himuro dapet shift malam?" tanya teman sekamarnya itu.
"Iya. Kamu sendiri?"
Himuro kebingungan melihat Kasamatsu yang tampak aneh. Dia mengarahkan pandangannya ke kursi di hadapan Kasamatsu dan melongo ketika sadar siapa yang duduk di sana. Kise. Si Prince Charming sekolah. Duduk dengan santainya sambil memamerkan senyuman sejuta watt yang akan membuat fansnya mimisan.
"Ah... Kise.." gumam Himuro. "Uh... kalian mau pesan apa?"
"Ice americano." guman Kasamatsu.
"Macchiato Latte." kata Kise.
Himuro mencatat pesanan itu dan mengangguk. "Tolong tunggu sebentar."
Ketika Himuro hendak masuk ke dapur, Takao mencegatnya. Himuro menatap Takao yang pandangannya masih tertuju pada Kasamatsu dan Kise yang kini tampak sedang... belajar?
"Itu teman sekamarmu dan Kise?"
Himuro mengangguk. "Ya. Ada apa?"
"Ternyata Kise berhasil, ya." gumam Takao.
Himuro berbalik menghadap Takao, mengerutkan kening. "Hah?!"
"Aomine, teman sekamarku," jelas Takao. "Dia dekat dengan Kise. Dan dia diceritakan tentang niat PDKT Kise."
"Berapa banyak yang tahu tentang PDKT-nya Kise?" batin Himuro.
Himuro menyipit ketika melihat ada sorot aneh di pandangan Takao pada kedua orang itu. Kening Himuro berkerut. Itu adalah pandangan yang sama dengan pandangannya dulu pada sepupu jauhnya, Kagami Taiga. Sorot mata iri.
"Senpai merasa iri?"
Himuro kaget ketika sorot itu lenyap. Takao menghadapnya dan tersenyum lebar, senyuman yang entah kenapa Himuro tahu bahwa itu palsu. "Hm? Kenapa aku harus iri? Ah! Sudahlah! Cepat berikan pesanan itu ke dapur! Nanti diomeli."
Himuro mematung, memandangi sosok kakak kelasnya yang menjauh. Dia tahu persis bahwa tadi adalah sorot mata iri. Kenapa Takao sampai harus menyembunyikannya? Merasa iri, kan, normal.
Himuro menggeleng. Bukan saatnya memikirkan orang lain. Ini saatnya bekerja dan Himuro harus serius. Apapun masalah Takao, Himuro akan mencoba bantu nanti. Tidak sekarang.
***
08.45 p.m
Himuro menutupi mulutnya, menyembunyikan kuap. Dia mengambil lap dan mulai membantu membersihkan dapur.
Cafe sudah tutup. Para pekerja shift malam mulai membersihkan cafe, pekerjaan yang biasa dilakukan setiap malam sebelum mereka pulang ke rumah masing-masing.
Himuro melihat Takao yang terkantuk-kantuk sambil mencuci piring dan gelas. Ada perasaan takut kalau kakak kelasnya itu tidak sengaja menyenggol dan mecahkan piring atau gelas karena mengantuk.
Pintu yang terbuka membuat Himuro menghentikan aktivitas mengelapnya. "Himuro, ada yang mencarimu."
Himuro menunjuk dirinya sendiri. Tidak percaya dicari orang lain. "Hah? Aku?"
Gadis yang bertugas menjaga kasir mengangguk dan kembali ke tugasnya untuk menata alat makan yang sudah selesai dicuci dan dikeringkan.
Himuro keluar dari dapur. Melihat sosok tinggi besar dengan surai ungu yang bersandar di samping pintu cafe. "Murasakibara?!"
"Muro-chin, ayo pulang."
"Hah?! Tentu saja aku akan pulang nanti."
Murasakibara menggeleng. "Maksudku, ayo pulang bareng."
Himuro memandang laki-laki di depannya dari atas hingga bawah. "Kenapa kamu masih di luar malam-malam begini?"
"Membantu Mine-chin latihan basket, dia berjanji akan membelikanku camilan."
Himuro menghela nafas panjang. "Duluan saja. Aku masih ada tugas."
"Kalau begitu, aku tunggu di luar."
Himuro melongo. Dia tidak sempat menolak dan hanya bisa memandang laki-laki itu berjalan keluar. Lalu, dia melihat si surai ungu duduk di kursi di teras cafe.
"Kamu kejam, Himuro."
Himuro menoleh dan melihat Takao yang cemberut. "Hah?"
"Sekarang cuma aku yang belum punya pacar."
"Murasakibara bukan pacarku, Senpai." kata Himuro.
Takao melirik Himuro. Himuro tahu bahwa Takao sedang meledeknya lagi. Himuro memutar bola mata dan menghela nafas lelah. Dia berbalik dan tersentak ketika merasakan kakinya menginjak permulaan yang licin dan gak... basah?
BRAK!
"Aduh!"
Himuro merintih ketika ia merasa nyeri di kakinya. Rupanya dia terpeleset. Di dalam hatinya, dia menyumpahi lantai yang basah itu. Ketika dia hendak bangkit, nyeri kembali terasa membuatnya kembali mengaduh.
Takao mencoba membantunya berdiri. Himuro mengigit bibir untuk menahan nyeri yang rasanya semakin parah setiap saatnya. "Apa kamu tidak apa-apa?" tanya Takao.
"Enggak apa-apa, kok." jawab Himuro.
Himuro duduk di salah satu kursi yang tadi ditarik Takao. Sedangkan Takao tengah berjongkok, memeriksa kakinya. "Sepertinya terkilir. Akan kupanggilkan pacarmu."
"Chotto-"
Himuro memandangi Takao yang terlanjur keluar sebelum dia sempat menahannya.
Takao kembali masuk bersama Murasakibara. "Apa Muro-chin tidak apa-apa?"
"Hanya terkilir." jawab Himuro.
Murasakibara berbalik dan berjongkok di hadapannya. Membuat Himuro melongo dan Takao memberi pandangan 'katanya-bukan-pacar'.
"Kenapa kamu berjongkok?" tanya Himuro sambil mencoba mengontrol agar rona merah tidak menyebar di wajahnya.
"Biar kugendong Muro-chin sampai depan kamar asrama."
"Sudah, ikut saja," kata Takao. "Bentar! Akan kuambilkan tasmu. Tugasmu biar aku yang mengerjakan."
"Gomen ne, Senpai," gumam Himuro. "Aku janji akan kubuatkan camilan ketika kakiku sembuh."
Takao mengangguk dan menuju ruang ganti pekerja. Dia kembali dalam 3 menit dan memberikan tas Himuro pada Murasakibara. Dengan rona merah, Himuro membiarkan dirinya digendong oleh Murasakibara. Untungnya gendong belakang, sehingga Himuro dapat menyembunyikan rona merahnya.
Ah... Himuro malu banget T.T
to be continued
Author up lagi gara2 lagi mood. Sebenernya niatnya mau tadi sore, tapi malah keasyikan nyelesain 1 season Psycho-pass T.T
Terima kasih udah mau baca. Semoga pada gak bosen, ya. Besok Author akan usahakan up lagi.
Pelukan terima kasih dari semua karakter🤗
See you next chapter!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top