Midotaka-6
Catatan:
Semua karakter KnB BUKAN milik Author. Typo akan bertebaran dan OOC kemungkinan besar terjadi.
Happy Reading!
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Takao menelan ludah. Dia benar-benar sial. Masa dia bertemu dengan Midorima setelah meletakkan gambar dan susu di lokernya. Takao memasang senyum palsu, berharap semoga senyumnya tidak tampak aneh.
Midorima mengerutkan alis, membuat Takao refleks menelan ludah. "Kenapa kamu dari arah yang berlawanan dengan kelasmu-nanodayo?"
Takao menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Eto..."
Si surai hijau masih memandangi Takao. "Hm?"
Takao melirik ke belakang. Dia nyaris menghela nafas ketika melihat penanda toilet laki-laki. "Aku dari toilet tadi. Sudah, ya, aku mau ke kelas dulu. Aku mau belajar buat ulangan Bahasa Inggris."
"Semoga nilaimu bagus-nanodayo." gumam Midorima.
"Terima kasih." kata Takao sambil menampakkan senyum lebar.
Midorima membuang mukanya. Membuat Takao bertanya-tanya apa senyumnya seaneh dan sejelek itu? "Bukan berarti aku peduli-nanodayo."
Senyum Takao tidak bisa tidak merekah semakin lebar. Ah! Lagi-lagi dia lupa sifat tsundere akut si Midorima. Dasar tsundere!
"Yah, pokoknya terima kasih," kekeh Takao. "Semoga berhasil dengan lombamu, Midorima-san."
Tepat setelah Takao beranjak pergi, si surai hijau itu bergumam pelan. "Pasti berhasil-nanodayo."
***
Seminggu sebelum acara ulang tahun sekolah...
Takao bertopang dagu. Sendok yang ia genggam dengan tangan kirinya terus mengaduk-aduk sup miso. Leta, Himuro, dan Kasamatsu (yang entah bagaimana berhasil lepas dari lintah bernama Kise) memandanginya seperti orang tua yang memandangi anaknya yang sedang galau.
Takao yang menyadari tatapan itu mendongak dan mengerutkan kening. "Kenapa kalian menatapku seperti itu?"
"Apa kamu sedang ada masalah?" tanua Himuro dengan aura keibuan yang tiba-tiba muncul.
"Tidak ada." gerutu Takao.
Kasamatsu sedikit mencondongkan tubuhnya. Sepertinya si pacar Kise itu agak penasaran. "Tapi, kamu seperti cewek-cewek yang galau karena orang yang disukainya."
"Aku hanya memikirkan soal acara ulang tahun sekolah," gerutu Takao. "Percayalah! Aku tidak memikirkan apapun selain acara itu."
Leta menyuap sesendok terakhir nasi beserta sup miso. "Bohong! Kamu pasti memikirkan-ehem Tsunderima, kan?"
Takao memutar bola matanya, tanda bahwa dia jengah. "Kamu yang menyuruhku move on dan kamu juga yang menghubungkanku dengan laki-laki itu."
Leta merapihkan bekas makannya dan menghadap Takao. Alisnya menyatu dan matanya menyipit. Dengan nada datar dia berkata, "Memangnya kamu udah move on?"
Takao melongo. Entah kenapa dia kehabisan kata-kata. Himuro membekap mulutnya, menahan tawa. Takao menyuap nasi serta sup miso dan mengunya dengan sedikit bar-bar.
"Nice, Leta!" kekeh Kasamatsu.
Leta menghela nafas. "Melepaskan memang mudah, tapi merelakan itu yang sulit."
Takao memandang Leta dengan tidak percaya. Sejak kapan teman bar-barnya ini menjadi puitis dan... romantis. Sepertinya berpacaran dengan Kei membuat otak Leta agak berubah. Atau Leta terbentur tadi pagi?
"Aku tidak tahu kamu-ehem sepuitis itu." kata Takao.
Melihat Leta memandangnya tajam sambil meraih garpu yang dipakainya untuk memakan buah, Takao refleks bergerak mundur.
"Sori, Let." kata Takao.
Leta melirik ke arah belakang Himuro, membuat tiga laki-laki yang penasaran ikut melihat apa yang dilihat Leta. Rupanya di meja belakang Himuro ada Midorima dan Akashi. Satu pertanyaan di benak Takao: dimana Kuroko?
"Are?! Kamu menang?!"
Midorima membenarkan kacamatanya sambil mengangguk. "Iya. Kenapa kamu tidak percaya gitu, sih, Akashi?"
Akashi meneguk jasmine tehnya ala bangsawan. "Aku percaya kamu menang. Tapi, aku tidak percaya dengan nama desain rumah yang kamu buat."
"Apa salahnya dengan itu?" tanya Midorima.
"Apa kamu yakin kamu tidak berubah, Midorima?" tanya Akashi. "Bagiku kamu berubah begitu banyak. Kamu yang dulu pasti akan membuat desain gedung dengan teknologi canggih. Tapi, apa yang kamu buat sekarang benar-benar bukan apa yang akan kamu buat dulu."
Midorima mengerutkan kening, tanda yang Takao ketahui sebagai bentuk bingung Midorima. "Apa salahnya aku membuat rumah?"
Akashi menghela nafas dan terkekeh, membuat aura yanderenya lebih terasa. "Rumah yang tidak simpel. Tidak tersentuh teknologi canggih."
Takao menggeser duduknya, berusaha mendengar lebih jelas. Entah kenapa dia merasa penasaran dengan obrolan itu. Takao melirik ketiga temannya yang juga sendang memasang telinga baik-baik. Mereka tidak mencoba menutupi raut penasaran di wajah mereka.
"Rumah yang berbaur dengan alam. Rumah biasa. Rumah yang penuh hiasan namun tetap tampak sederhana. Rumah yang cocok didatangi bersama keluarga," kata Akashi. "Itu benar-benar bukan desain yang dibuat oleh workaholic sepertimu."
Midorima mengerutkan kening. "Kenapa?"
Akashi menghela nafas. "Karena rumah seperti menggambarkan bahwa kamu ingin istirahat. Kamu ingin pulang. Pulang pada seseorang yang kamu yakin dan inginkan untuk menunggumu di rumah itu."
Midorima menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi. "Kamu terlalu berpikir jauh. Aku tidak memikirkan seperti itu."
"Oh ya?" Akashi menaikkan kedua alisnya. "Lalu, kenapa ada love lock di sepanjang tangga landai menuju rumah pohon itu. Kenapa ada aneka hiasan berbentuk 0, seperti tumbler yang menghiasi bagian luar rumah?"
Leta memandangi Takao. Takao menggeleng dan menghela nafas panjang. Dia mencondongkan tubuhnya ke arah kedua laki-laki itu.
"Apa yang salah dengan angka 0?"
Akashi mengurut kening. "Angka 0 adalah tanda ketidak pastian. Tapi, angka 0 juga yang merupakan tanda dari kemungkinan tak terbatas. Artinya kepada siapapun angka 0 kamu tujukan, kamu menyatakan bahwa kamu ingin memulai hubungan apapun dengannya, apapun dampak dan akhirnya nanti."
Himuro menggeser bangkunya mendekati takao. "Bukannya itu tanda yang selalu kamu cantumkan, Senpai?"
to be continued
Terima kasih sudah membaca! Tekan bintang dan berkomentarlah!
Ayo mampir ke 'This is My Fault'. Masih sepi, nih😟
Pelukan terima kasih dari semua karakter🤗
See you next chapter!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top