VI
Written © Moonlight-1222
Story © Moonlight-1222
Cover © Phoenixlu.
......................................................................................................................................................
Spring's Tears
.
..
...
Ingatan tentang dirimu mempermainkan kehidupanku.
Cinta dan benci itu saling berselisih paham.
Perasaan bersalah dan menyesal naik ke permukaan, menggeser dendam.
Dan hatiku merana meratapi betapa aku sangat merindukan kehadiranmu di sisiku.
...
Hidup tidak, mati pun tidak. Sepasang biru yang pernah dikenal oleh pria itu sebagai permata terindah di antara para jade itu kini hanyalah sepasang batu kelam yang tak mampu lagi bercahaya karena air mata yang terus membasuhnya. Pudar sudah alasan sang permata untuk terus bersinar. Sirna sudah kebahagiaan yang sudah ada dalam genggamannya, menghilang dan meninggalkan jejak pahit yang menyesakkan dada.
Mendung itu untuk ke sekian kalinya menghiasi wajah gadis yang pernah dikenal oleh pria itu sebagai yang tercantik di antara para bunga, mengusir senyum indah lesung pipi tunggalnya yang memukau. Mengenakan hanfu putih, ia terbaring di tempat tidur dengan tali yang membelenggu kedua pergelangan tangan dan kakinya, menyatu ke tiang tempat tidur yang membuatnya terjebak.
Sudah tiga bulan berlalu sejak peristiwa menyakitkan itu, tapi penyesalan yang ditinggalkannya seperti baru kemarin terjadi—selalu seperti itu. Kian hari perasaan bersalah dan menyesal itu kian membesar, membuat dadanya semakin sesak. Tanpa isak air matanya jatuh, menenggelamkan wajahnya dalam kabut kesedihan untuk ke sekian kalinya. Ia ingin melihat pria itu untuk terakhir kalinya, tapi tangan berdosanya membuatnya tak pantas melihat kepergian damai pria itu.
Pandangan memburam, ia menatap pada perutnya yang membesar, kehamilannya sudah masuk bulan ke delapan, dan kenyataan itu memicu air matanya kian menderas. Seharusnya ia yang mati, atau setidaknya setelah kematian pria itu, kaisar menurunkan titah untuk mencabut nyawanya. Tapi yang terjadi justru sebaliknya, sampai detik ini ia masih bernafas. Dengan kematiannya, ia tidak akan dirisaukan oleh perasaan bersalahnya, bukankah pria itu mengorbankan dirinya untuk menemaninya. Tapi kenapa mereka malah terpisah seperti ini?
Langit, panggil hatinya, apa ini jawaban darimu bahwa diriku tidak pantas bersanding dengan Dia karena telah mencabut nyawanya?
Saphire-nya menatap langit-langit kayu paviliun peony yang berwarna cokelat tua. “Jun Jie, apa waktu itu kau sudah membaca rencanaku? Karena keinginanku untuk membuatmu terus mengingatku dalam rasa bersalah kini malah memerangkapku. Kau benar, membalaskan dendam tidak akan pernah menjadi akhir dari suatu masalah, tapi malah menggiring pada masalah yang lain. Tapi...”
Ia terbatuk karena tersedak air matanya. “Dari awal aku tidak pernah berniat untuk membunuhmu, aku hanya ingin kau mendapatkan tahta agar aku bisa berkehendak sesuka hatiku dalam mengeksekusi mereka yang terlibat di malam Long Xi diserang serta menghancurkan Mitang.”
Ia terdiam dan merenung dalam noda air matanya. Kenangan demi kenangan saat bersama pria itu bermain di kepalanya, ia tersenyum meski cairan bening itu tak henti mengalir. Kemudian rasa kantuk dan lelah membuatnya terlelap dan bermimpi—Jun Jie datang padanya dengan senyum hangat yang menghiasi wajah tampannya, dan berkata: Aku masih menunggumu.
***
Kesakitan yang tak pernah ia rasakan menghantam sekujur tubuhnya, seakan seluruh tulang di tubuhnya patah secara serentak. Ia menjerit dan menangis, menangis dan menjerit, tapi tetap saja tak dapat mengurangi rasa sakit berkali lipat yang menderanya. Kemudian ia teringat pada sang ibunda, seperti inilah kesakitan yang harus ditanggung oleh wanita hebat itu saat menghantarkan dirinya ke dunia.
Air matanya kian bercucuran mengingat kebersamaan singkat mereka, dan dalam satu teriakan kencang yang mengakhiri penderitaannya itu, pecahlah suara tangisan bayi ke segala penjuru paviliun peony yang sunyi kelam. Sayu ia menatap sosok bayi yang berlumuran merah itu, tangannya hendak terangkat menggapai sang buah hati, tapi pelayan yang menggendongnya malah berjalan keluar dari paviliun.
“Bayiku...” lirihnya dalam tangisannya. Kaisar telah menetapkan bahwa setelah bayinya lahir, ia akan segera menjalani hukumannya. Ia meratap. “Setidaknya biarkan aku memeluknya untuk terakhir kalinya...”
Berselimut air mata, Chun Hua terjaga dari mimpi buruknya. Matanya memerah dengan wajah sembap. Ia pasti menangis selama tidurnya. Ia menatap perutnya, memastikan bahwa bayinya baik-baik saja, tapi keadaan perutnya yang mengempes membuatnya sadar bahwa yang telah terjadi bukanlah mimpi. Ia menangis lagi, bahkan ia tidak tahu bayinya seorang perempuan atau laki-laki.
Tangisannya terinterupsi oleh suara langkah kaki yang memasuki paviliun. Ia menghapus air matanya dan berusaha duduk—para algojo sudah siap membawanya. Ia menunggu di atas tempat tidur, tidak berniat untuk kabur sama sekali meski tangan dan kakinya telah terbebas. Ia sudah pasrah, di dunia ini sudah tak ada lagi yang membuatnya untuk bertahan hidup. Kekasih hatinya telah mati, dan kini bayinya pun telah dibawa pergi.
Tapi yang berdiri di depan sana bukanlah mereka yang diharapnya, melainkan seseorang yang selama ini dirindukannya. “Jun Jie...,” bisiknya. Berusaha bangkit, tak diindahkannya rasa sakit akibat persalinannya, ia berlari mengejar sosok putih pria itu yang menghilang dalam kegelapan. “Jun Jie!” panggilnya di teras paviliun yang gulita. Ia terduduk lesu dan menangis, berlutut dengan tangan menutupi wajahnya.
Tapi isak tangis itu tak berlangsung lama karena rasa nyeri yang tiba-tiba menghampiri tengkuknya, menyusul dengan kegelapan yang menenggelamkannya. Hilang bersama seduh sedannya.
***
Di tengah malam buta saat seluruh penghuni istana dalam keadaan terlelap kecuali para pengawal yang bertugas mengamankan istana, Kaisar Ho bersama Kasim Ma menyelinap ke dalam kawasan paviliun peony yang gelap gulita. Menggunakan lentera kecil di tangannya, Kasim Ma menunjukkan jalan menuju bangunan peony pada sang kaisar. Tepat saat mereka melintasi kolam besar yang berada tidak jauh dari paviliun, kekagetan mendiami wajah keduanya. Pucat pasi, sang kaisar hampir jatuh berlutut kalau saja Kasim Ma tidak menahan tubuhnya.
Di tengah kolam mengambang tubuh Jun Jie dan Chun Hua dalam keadaan tertelungkup. Kedua tinju Kaisar He mengepal, setelah apa yang dilakukannya untuk membuat sang putra tetap hidup setelah dengan sangat ajaibnya selamat dari kematian di tangan istrinya sendiri, kini ia harus dihadapkan dengan tubuh tak bernyawanya. Percuma, sedari awal Jun Jie memang telah memilih kematian, jadi seberapa kuat ia menahan pemuda itu, tetap saja akan berakhir dengan kesia-siaan.
Ia menyembunyikan pemuda itu dari Ibu Suri Zou dengan membuat pemakaman palsu, berharap dia akan tetap hidup meski dalam keadaan tertidur. Tak perduli berapa lama dia tertidur, tak perduli berapa lama dia akan terbangun, selama jantungnya masih berdetak dan nafas masih mendiami raganya, ia akan tetap menjaganya. Tapi kini semuanya telah berakhir, setelah sekali tidak berhasil mati, kedua kalinya ia menjemput istrinya untuk mati bersama.
Kau melakukan ini apa sebagai bentuk protes darimu karena aku tetap akan membunuh gadis itu, Jun Jie? Air mata itu mengalir. Aku menyayangimu seperti putraku sendiri, Jun Jie, tapi kesalahanku yang membuat ibumu menderita telah menutup hatimu untukku. Kau memilih mati di tempat ibumu menghembuskan napas terakhirnya. Seandainya aku bukan seorang kaisar, akan lebih tenang bagiku untuk turut mati bersama Yue waktu itu. Giginya saling bergesekan. Yue, maafkan aku karena tidak dapat menepati janji untuk menjaga Jun Jie-mu.
Ia berbalik, sebelum melangkah pergi dengan parau ia berkata, “Kasim Ma, kuburkan keduanya ditempat Yue berada.”
“Baik, Yang Mulia.”
Sepeninggal sang kaisar, Kasim Ma membuka lapisan luar hanfu-nya dan alas kakinya. Ia masuk ke dalam kolam yang airnya terasa membeku, menarik dua tubuh tak bernyawa itu ke tepi kolam dan mengangkatnya. Ia balik keduanya, dua wajah asing menyambangi matanya yang membola, tahulah ia yang sebenarnya terjadi. Bibirnya bergumam, “Pergilah yang jauh, Pangeran. Temukan kebahagiaanmu di balik tembok kejam ini.”
***
Sehari setelah penyerangan Longxi serta kematian Tan Ying dan terasingnya Mitang, terungkap kebenaran pahit yang terpaksa harus ditelan mentah-mentah pihak istana. Salah seorang kasim setia Tan Ying, menyerahkan surat sang duta yang tak sempat diberikannya pada Kaisar Ho karena sudah terlebih dahulu tertangkap dan dibawa paksa ke Longxi bersama sang majikan.
Dalam surat tersebut tertulis bahwa sang duta meminta bantuan pada sang kaisar untuk menyelamatkan keluarganya yang ditawan oleh Mitang, dan ia sama sekali tak berniat untuk mengkhianati negara dengan membocorkan perjanjian Han dan Daqin. Tapi malang, sebelum bantuan datang ia telah dicap sebagai pengkhianat.
Perebutan Longxi merupakan akhir dari kisah sang duta. Jenderal Barat, Liu Zhang, menyesali perbuatannya yang telah dengan arogan membunuh rekannya, ia mengundurkan diri dari jabatannya dan mengasingkan diri di kuil. Demi memulihkan nama baik Tan Ying sekaligus menghapus kenangan kelam, Kaisar Ho berniat untuk menghilangkan perjalanan sang duta menuju Da Qin dalam catatan sejarah.
Meski begitu, Pangeran Kedua Belas yang turut andil dalam pembunuhan Tan Ying meminta pada sang kaisar untuk tetap menuliskan perjalanan sang duta sebagai penghormatan terakhir pada sang duta. Meski hanya dikisahkan bahwa sang duta tidak pernah mencapai Daqin karena sang pangeran mengetahui sebelum perjalanan Daqin dimulai, saat itulah dimana keluarga sang Musim Semi-nya dalam keadaan utuh.
"Tidak ada yang lebih menyedihkan dari sebuah kesalahpahaman yang berujung maut, karena dendam yang ditimbulkannya selalu menyakitkan."
.
.
.
The End
..........................................
Iya, ini udah tamat, maafkan bila mengecewakan T_T tapi ceritanya bakal lanjut di sekeul-nya. Judulnya Monochrome World, nanti akan Moon publish di akun HAI juga. Disana ceritanya tentang anaknya Jun Jie dan Chun Hua serta kisah masa lalu Jun Jie dan Chun Hua, dan karakter lainnya. Terima Kasih untuk semua dukungan kalian di cerita ini.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top