I

Written © Moonlight-1222

Story © Moonlight-1222

Cover © Phoenixlu

***Kejadian flashback/masa lalu tidak dijelaskan. Tahun dan bulan adalah pembeda dari setting. Harap pelan-pelan membaca agar tidak kebingungan.

......................................................................................................................................................

Spring's Tears

.

..

...

Peony-peony itu terus bermekaran bersama kenangan-kenangan pahit

*

October, 0119 CE

Pemilik sepasang mutiara hitam itu menghentikan langkahnya, mengamati keriangan di depan sana dalam diam, memilih untuk menyembunyikan diri di balik tubuh besar sebuah pohon willow yang daunnya sudah menguning; beberapa tampak sudah jatuh berguguran dan menutupi hijaunya rumput yang menyatu dengan alas kakinya. Sepertinya sebentar lagi dunia akan dipenuhi oleh warna sehangat mentari.

Seorang dara tengah duduk di pinggiran kolam yang air beningnya memantulkan keindahan rupa sang dara bak cermin. Hanfu berwarna gading yang dikenakannya tak tertata rapi, bagian chang-nya terangkat naik memperlihatkan betis jenjangnya yang mulus; berlarian kecil melompati bebatuan bentuk kotak yang digunakan sebagai jembatan. Kolam itu cukup besar, berbentuk lingkaran dengan pinggiran yang disesaki oleh peony yang sudah berguguran.

Tawa riang dara itu menguar di udara bersamaan dengan daun yang berguguran, menambah kesan hangat dan riang di sekitarnya. Senandung kecil lepas dari bibir mungilnya, sebuah senandung asing tapi sudah cukup sering ia dengar semenjak dara jelita itu mendiami tempat tersebut. Sejenak tatapan memuja mutiara hitam itu berubah sendu, telinganya sedikit kebas. Cukup, ia sudah tidak bisa lebih lama lagi mendengar rangkaian kata penuh kerinduan itu.

Suara ranting yang terinjak memutus nada merdu sang dara, mahkota hitam yang tergerai menyentuh pinggang itu menoleh, sepasang mata biru indah itu memancarkan kebahagiaan saat mengunci sosok tinggi yang berdiri tidak jauh dari sebuah pohon willow. Senyum merekah menambah kerupawanan rupanya yang tak seperti gadis Han kebanyakan: suatu keindahan asing yang begitu sempurna.

Senyum tipis tak mampu ia sembunyikan saat sang dara berpermata biru itu melompati satu persatu batu pijakan demi mencapai pinggiran kolam. Tanpa membenahi kain chang hanfu-nya, langsung saja gadis itu berlari menujunya dan melabuhkan diri ke dalam dekapannya. Kehangatan menjalari perasaannya, inilah kerinduan mendalam yang berhasil ia tabur dalam hidup si jelita malang itu. Tangannya terangkat membalas dekapan erat sang gadis dengan hidung yang menyesap aroma peony yang menguar dari mahkota hitamnya yang sehalus sutera.

"Bagaimana harimu?" Jemarinya beralih menautkan diri di antara helai hitam sang gadis.

Wajah jelita yang terbenam di dadanya terangkat untuk menatapnya dengan hangat. "Sama seperti biasanya. Aku senang kau kembali lebih cepat hari ini."

Bibirnya menyentuh puncak kepala sang gadis, menyesapnya lama. "Maafkan atas kesibukanku. Kau pasti sangat kesepian disini. Saat sekolah bela diri yang kubangun berkembang pesat, aku akan mempekerjakan seorang pelayan untuk menemanimu."

"Tidak perlu, jangan habiskan uang untuk hal yang tidak perlu. Aku hanya membutuhkan dirimu. Aku tidak masalah seterlambat apapun dirimu, aku mengerti. Kau bekerja untuk diriku, akan sangat egois bila aku tak bisa mengerti kesulitanmu."

Kehangatan merasuk menyesap ke dalam dadanya. "Terima kasih. Aku sangat beruntung bisa memilikimu." Dan wajah yang dipenuhi dengan senyum bahagia menatapnya penuh cinta.

"Kau pasti lelah dan lapar, ayo, aku akan menyiapkan air hangat untukmu mandi dan menghidangkan makanan untukmu."

Anggukan singkat beserta senyum tipis yang ia layangkan menjadi persetujuannya. Gadis itu keheranan saat tiba-tiba ia ia berhenti melangkah, palingan wajah penuh tanya mendiami wajah cantiknya, sebelum bibir ceri itu berkata-kata, ia melepaskan tautan jemari mereka sebelum menunduk dan berjongkok di hadapan gadis itu, rona merah tipis mendiami si jelita itu saat menyadari bahwa ia tengah membenahi rok hanfu-nya.

"Aku ini selalu ceroboh." Ia tertawa kecil dengan rona merah yang mendiami wajahnya, dan pria itu berdiri lalu memberikan satu kecupan kecil pada pipinya.

"Tapi itu membuatmu menjadi lebih manusiawi."

Bertambah merahlah wajah sang dara, menjauhkan diri dan demi menutupi malunya ia berdehem kecil, melangkah cepat meninggalkan wajah tersenyum pria itu di belakang. Tawa kecil merambat ke punggungnya, berpura merajuk ia menambah kecepatan pada jenjang kakinya. Sampai jeritan kecil lepas dari bibirnya tatkala tubuhnya terangkat naik. Pria itu menggendongnya.

"Wajahmu bertambah merah." Pria itu tersenyum jahil.

"Berhenti menggodaku." Ia memukul pelan dada bidang pria itu, dan tawa berderai ia dapatkan sebelum tawanya turut bercampur di langit senja yang hangat.

***

April, 0120 CE

Kabut membiarkan rembulan membagi sinarnya, membiarkan cahaya pucatnya mengusir kegelapan dan kehampaan yang sempat membuat murung suasana. Sebuah siluet terbentuk di antara rumpun peony, sosoknya jatuh di air kolam yang berkilau keemasan akibat kejatuhan sinar rembulan. Seorang gadis tengah termangu menatap pantulan wajahnya di air, tanpa beriak yang memperjelas rupanya.

Matanya yang berpejam membuka diri, memperlihatkan sepasang permata saphire yang begitu asing. Sendu mendiami wajahnya, tapi tinju yang mengepal telah mengatakan bahwa hati dan air mukanya mengalami kontradiksi. Ia melempar birunya pada sebuah bangunan gulita yang tampak tua tapi masih terawat cukup baik. Paviliun peony, berada di wilayah sayap Barat yang jauh dari Istana Timur, terpencil dan berdiri sendirian.

Ia melepaskan kepalan tinjunya saat seseorang menghampirinya dalam langkah yang tergesa-gesa. "Ada apa?"

Seseorang itu tampak panik dan takut. "Kasim Yu baru saja memberitahu bahwa Pangeran Kedua belas telah sampai di Louyang. Sebaiknya kita harus segera kembali."

Hempasan nafas tak suka menjadi jawaban atas pemberitahuan sang dayang. Ia meremas beberapa peony sebelum mencabutnya kasar dan melemparnya ke tengah kolam yang berkilauan. Menghela nafas demi menata hati, ia lalu berbalik dan melangkah cepat meninggalkan paviliun peony dengan diiringi sang dayang yang menunduk takut.

***

Si cantik bermata biru itu baru saja sampai di kediamannya saat Kasim Yu mengkabarkan kedatangan seseorang yang membuatnya harus tergesa-gesa kembali ke kamarnya di saat muaknya sudah menumpuk tinggi. Setelah mencabut asal jepit rambutnya dan melemparnya ke kolong tempat tidur, ia langsung naik ke pembaringan, berpura terlelap lebih baik daripada harus menghadapi pria itu di saat emosi menguasai suasana hatinya.

Pintu yang terbuka dan tertutup serta langkah kaki yang menyambangi telinganya semakin menambah emosinya. Ia harus tenang dan... tenang. Gigi-giginya saling merapat saat derit tempat tidur terdengar menyusul sepasang lengan yang memeluk pinggangnya seraya mengelus perutnya yang sedikit membesar. Benaman wajah terasa di leher belakangnya, dan bibir hangat itu sudah menyatu pada kulitnya yang terbuka.

Hembusan nafas hangat yang teratur itu mengganggu konsentrasinya, ia tidak bisa tidur dalam keadaan seperti ini. Tapi usapan lembut yang telah melemah dan berhenti itu menyadarkan dirinya bahwa pria itu sudah jatuh terlelap, dan ia harus tetap dalam posisi seperti itu bila tidak ingin mengganggu tidur pria itu dan akhirnya akan menggiring mereka ke dalam percakapan tak mutu seputar rasa rindu pria tersebut.

Menghela napas, ia berusaha menyamankan diri dalam situasi tak menyenangkan yang terus terjadi ini. Ia tidak bisa menghentikan kebiasaan pria itu untuk tidak tertidur dalam posisi yang selalu membuatnya tak nyaman seperti ini. Benar-benar membuatnya lelah. Ia terdiam dan merenung. Posisi ini dulu memang bisa membuatnya nyaman karena merasa terlindungi dan sangat dicintai, tapi itu dulu. Saat ini semua telah berubah.

"Apa aku membangunkanmu?"

Ia mencebik dalam hati. Suasana hatinya yang tak baik telah merusak keberpuraannya, sial, ia tak mengira bahwa pria itu belum sepenuhnya jatuh terlelap. Satu anggukan ia berikan. "Kapan kau tiba?" Ia akan membalik badannya kalau saja lengan pria itu tidak menahan pinggangnya.

"Biarkan saja seperti ini." Ia tersenyum sinis dalam hati. Yah, ini lebih baik, setidaknya ia tidak harus terpaksa menatap wajah memuakkan pria itu.

"Tidurlah, kau pasti sangat lelah."

Tak ada sahutan, hanya napas yang teratur yang menjadi penanda bahwa pria itu sudah kembali tertidur. Ini sudah larut, pria itu kembali setelah beberapa menit kasim yang bertugas membunyikan gong berdentang sebanyak dua belas kali. Ia bergumam, kau pasti sangat kelelahan. Kemudian terkejut saat menyadari bahwa ia masih memikirkan hal baik untuk pria itu. Tinjunya mengepal, ia tidak boleh lemah dan... terbuai.

.

.

.

To Be Continued

.......

Halo semua pembaca HAI. Terima kasih atas dukungannya di chapter pertama. Ini chapter duanya, sepertinya aneh ya, hahaha. Semoga tidak mengecewakan ya, karena bikinnya dikejar deadline, tapi Moon sudah mengusahakan yang terbaik, meski sepertinya rada kurang ya, tapi semoga suka. Baiklah, selamat membaca, ya. Kritik dan sarannya silahkan.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top