Bab 1
Netra Je tak luput dari smartphone. Tangannya mengetuk-ngetuk layar dengan gesit. Pagi hari harus di awali dengan game kesayangannya, Mobile Legend. Dia bahkan tak tidur semalaman hanya untuk memainkan game ini. Ya, di awal season ini dia sudah mendapatkan top global player dan ingin mempertahankan sampai akhir season. Luput sedikit saja, bisa jadi top global player jatuh ke tangan Elina the Ragnarok seperti season lalu, sehingga dia hanya bisa gigit jari karena kehilangan reward yang diincarnya.
Elina, gamer yang selalu membayanginya di peringkat kedua itu selalu menjadi sorotan sejak kemunculannya. Punya skill yang sangat mumpuni, Elina adalah seorang solo player yang lebih suka memilih tim secara random. Padahal siapa pun tahu bahwa inti dari permainan Mobile Legend adalah kerja sama team. Je saja merasa tak akan mampu duduk di posisinya sekarang jika tanpa bantuan squadnya.
"Je." Suara panggilan ibu terdengar dari luar kamar, sehingga menganggu konsentrasinya. Je mengumpat-umpat.
"Ayo bangun, Nak, sekolah."
"Ya, Bu," jawab Je tanpa mengalihkan fokus dari ponsel. Tak lama pintu terbuka. Ibunya berdiri diambang pintu dan menatapnya dengan nanar.
"Je? Kamu nggak tidur semalaman? Main hape sampai seharian!" tuduh wanita keriput itu.
Je tak menggubris ibunya, matanya terus saja menatap ponsel. Ibu Je mendesah frustrasi.
"Ibu tunggu di bawah lima menit, atau uang jajanmu Ibu potong." Wanita yang melahirkannya itu mulai mengancam. Dia lalu melenggang pergi.
Je hanya mencibir kecil. Apa ibunya pikir uang jajan itu masih ancaman yang efektif baginya? Ibunya itu gaptek. Dia bahkan tidak tahu caranya mengoperasikan WhatsApp. Hapenya hanya Nokia jadul dengan layar monokrom yang hanya bisa menerima telepon dan SMS. Ibunya tak pernah tahu bahwa Je sudah punya penghasilan sendiri dari hasil bermain Mobile Legend.
Ya, skillnya yang mumpuni membuatnya cukup populer. Dia sering membuat video tutorial yang bahkan tembus satu juta subscriber dengan viewers lebih dari tiga juta setiap kali update. Belum lagi jasa joki yang dia sediakan untuk para pemain newbie yang kesulitan bermain. Pendapatnya sebulan sudah lebih dari cukup. Sayangnya, ibunya tak pernah tahu itu. Bagi ibunya, Je hanyalah seorang anak pemalas yang kerjanya mengurung diri dan bermain game seharian. Je pun malas menjelaskan bahwa bermain game ini adalah segala dunianya. Biarkan saja, Ibu tak akan mengerti. Begitu pikirnya.
Akhirnya setelah bermain lagi sepuluh menit lamanya, teriakan ibunya berkumandang lagi. Je melirik jam duduk di atas nakas yang menunjukkan pukul setengah tujuh. Oke, dia tak mau terlambat dan mendapatkan pukul di pantatnya oleh Pak Zen. Guru sekolahnya yang super killer itu. Belum lagi ludahnya yang terus tercurah sehingga mengotori baju Je setiap kali berceramah.
Maka Je pun bangkit dan pergi ke kamar mandi namun tidak mandi. Hanya mencuci muka lalu menyemprotkan parfum banyak-banyak ke tubuhnya. Cowok itu lalu duduk di ruang makan setelah mengenakan seragam sekolah dan memanggul tas. Pagi itu ibunya menyediakan nasi goreng, masakan kesukaannya.
Wanita itu menatap Je dengan garang ketika Je menyantap nasgor masih dengan tangan dan mata yang tak lepas dari Mobile Legend.
"Je, bisakah kamu mengubah kebiasaan burukmu ini," pinta ibunya memelas. "Kemarin ibu dapat surat peringatan. Kamu membolos dua hari tanpa alasan, kan? Nilai-nilaimu semester lalu juga turun semua."
Suara sang ibu bagai dengungan nyamuk di telinga Je yang sedang fokus. Je mengabaikannya.
"Sampai kapan kamu mau begini? Kamu tak pernah mau mendengarkan ibu. Seandainya saja, ayahmu masih hidup. Ibu hanya cemas padamu, Je. Ibu tak tahu sampai kapan Ibu bisa hidup dan membiayaimu. Kamu harus hidup dengan benar, Je. Kamu harus bisa mandiri nanti jika ibu sudah tiada."
Karmila terdiam menatap anak lelaki semata wayangnya yang bergeming dengan ponsel. Inilah dampak dari perkembangan teknologi yang sebenarnya, menjauhkan dirimu dari keluarga dan orang-orang terdekatmu lalu sibuk dengan mereka yang namanya bahkan tidak tahu. Karmila tidak dapat berdiam diri lagi. Dia meraih ponsel Je dan melemparkannya ke dalam Aquarium.
Je melotot tidak percaya melihat apa yang terjadi pada benda kesayangannya itu.
"Shit!"
Je mengumpat keras. Dia bergegas menghampiri aquarium dan mengambil ponselnya. Benda itu kini tak dapat menyala meski Je terus menekan tombol power berkali-kali.
"Kamu nggak usah punya hape lagi!" geram ibunya. "Ibu belikan hape itu agar kamu mudah dihubungi, sekarang Ibu bahkan nggak bisa bicara sama kamu walau kamu ada di hadapan Ibu!" ketus Karmila.
Je tak berkata apa-apa, hanya memelototi ibunya. Dia meraih ransel dan melangkah pergi begitu saja. Emosinya sudah dipuncak, akibat sang ratu drama itu. Je melenggang menuju halte dan menaiki bus menuju sekolah.
***
"Je!" seru Niko yang masuk ke dalam bus pagi itu. Cowok tinggi dengan lesung pipit yang manis saat tersenyum di menghampiri Je yang duduk di dekat jendela lalu menempati kursi persis di sebelahnya.
Je tak menjawab, hanya mengangkat alis lalu menyandarkan punggung pada kursi.
"Matamu merah bergadang lagi?" tegur Niko.
"Aku hanya nggak mau global rank season ini jatuh ke tangan Elina lagi," aku Je.
Niko terkekeh. "Kamu itu terlalu perfeksionis kalau main game, peringkat dua juga nggak masalah, kan? Masih dapat reward juga."
Je menggeram saja malas berkomentar. Niko adalah salah satu squad terbaiknya. Cowok berotot dan pemain ace tim basket itu sangat berbeda saat berada dalam game, agak feminim gimana gitu. Hero andalannya dia aja si Layla yang manis dan imut itu. Bersama Tristan, squadnya yang lain, mereka suka menyamarkan identitas sebagai perempuan agar bisa mendapatkan banyak gift dari pemain-pemain cowok. Cara yang licik namun berhasil membuat mereka naik peringkat dengan mudah.
"Terus kenapa kamu tiba-tiba AFK tadi pagi? Aku live streaming Lo battle-mu sama Elina. Seru-serunya itu."
Je menghela napas. Dia meraih ponsel dari sakunya dan menunjukkannya pada Niko. Si mata sipit itu menatap smartphone mengenaskan yang masih agak basah itu.
"Nggak bisa nyala dari tadi. Ini bisa dibenerin nggak sih?"
Bukannya menjawab pertanyaan Niko, Je malah balik bertanya. Ayah Niko punya usaha servis hape dan Niko sedikit mewarisi bakat tersebut.
"Kenapa tuh?" tegur Niko.
"Diceburin Ibu ke aquarium."
Niko tampak mendesah lalu mengamati ponsel itu. "Aku nggak tahu kalau nggak dibongkar dulu. Semoga nggak kena motherboard-nya."
Je mendengus. "Ya udah, ntar jam kedua bolos aja ke Hitech, beli yang baru."
"Holang kaya!" cemooh Niki sambil tergelak.
"Masalahnya seandainya bisa diperbaiki juga nggak tahu kapan jadinya, kan? Aku nggak mau ambil risiko nggak bisa jadi daily player. Rank ku bisa langsung turun drastis," jawab Je sok realistis.
Top global player adalah segalanya bagi Je. Dia sama sekali tidak mau menyerahkan gelar itu pada Elina maupun gamer lainnya. Ini profesinya. Je harus memberikan yang terbaik.
"Ya udah, ntar beli aja yang paling bagus, yang anti air dan anti banting sekalian. Biar entar nggak jadi korban ibumu lagi," hibur Niko. Cowok itu menepuk-nepuk pundak Je.
"Tapi mungkin kamu juga harus mikirin perasaan ibumu juga, Je. Dia pasti risih lihat kamu dari pagi sampai malam nggak pernah lepas dari hape."
Je terpegun mendengar nasihat Niko. Cowok itu benar tapi Je tak mau mengakuinya. Ibunya yang salah! Kenapa ibunya selalu menuntut untuk dimengerti jika sang mama tak pernah mau memahami dirinya. Je tak cukup tampan, tak terlalu pintar, juga payah dalam olahraga. Mobile Legend adalah hidupnya, satu-satunya tempat di mana dirinya diakui dan mendapatkan apresiasi. Ibunya tak akan mau mengerti, mereka para orang tua tak akan pernah mengerti.
***
Je mengikuti Niko keluar dari bus yang berhenti di halte persis di seberang sekolah mereka. Di sana rupanya ada si Tristan yang sedang menuangkan hasil karyanya pada satu sudut halte, dengan pilog. Dasar anak nista!
Tristan, anggota kedua squad mobile Legend besutan Je. Jangan bayangkan dia sepertinya artis sinetron tokoh utama Ganteng-Ganteng Buaya yang pernah booming beberapa tahun lalu itu. Dia hanya bocah ingusan kurus dengan rambut keriting selalu berantakan yang dihiasi headband. Katanya sih supaya kelihatan kayak anak hiphop sejati. Tristan memang penggila aliran musik itu. Bahkan kadang-kadang gaya ngomongnya sok ngerap gitu.
Karakter teman Je yang satu ini super absurd. Tiba-tiba teriak-teriak sendiri, atau nari-nari nggak jelas di tempat umum. Je juga yakin, Tristanlah yang menghasut Niko untuk menyamarkan identitas mereka sebagai perempuan di Mobile Legend. Sungguh kalau saja skill anak itu nggak bagus, Je pasti sudah menendang dia dari geng.
Anehnya banyak cewek yang tergila-gila padanya dan mengatakan dia mirip dengan V, si idol asal negeri ginseng yang katanya berkepribadian 4D atau apalah itu. Ini antara cewek-cewek emang punya selera yang anti mainstream atau kebenaran hakiki dari eksistensi meme "Orang ganteng mah bebas" itu. Je kadang penasaran.
Tiba-tiba aja, dari salah satu gang terdekat dari halte muncul satu cowok bermata empat. Nggak bener-bener punya mata empat, cuy. Dua mata lainnya hanya bayangan dari matanya terpantul ke kacamata tebal yang dia pake. Dialah anggota ketiga dari sekte mobile Legend milik Je, Sakha. Cowok itu menoyor kepala Tristan begitu saja.
"Jangan merusak properti negara!" tegur cowok kaku satu itu lalu memasukkan kedua tangannya ke dalam saku. Sakha sangat patuh pada aturan.
"Aturan, adalah satu-satunya hal yang membedakan kita dengan binatang." Itulah jargon andalan Sakha yang dia kutip dari film pembunuh bayaran favoritnya. Tristan meringis kesakitan tapi tak berani membalas ketua OSIS itu.
"Justru aku ini sedang mempercantik fasilitas umum biar orang-orang di sini kembali beralih pada bus ketimbang angkutan online, kalau ada mural wajahnya orang ganteng di sini gitu kan asyik," dalih Tristan.
Niko terkekeh. Cowok satu ini hobinya emang ketawa aja. "Siapa orang ganteng itu?"
Tristan membentuk tangan kirinya menjadi tanda pistol di bawah dagunya. "Siapa lagi?" ucapnya narsis.
Sakha menggentok kepala Tristan lagi. "Yang iya, nggak ada yang mau naik dari halte ini lagi gegara ada fotonya genderuwo." Si mata empat itu langsung saja menarik Si 4D masuk menuju gerbang sekolah.
Je dan Niko mengikuti dari belakang. Mendengarkan perdebatan Tristan dan Sakha selalu jadi hiburan tersendiri. Mood jelek Je serasa menguap entah ke mana.
Mereka berempat lalu melangkah menuju ruang loker dan menemukan anggota terakhir squad yang sedang mengunyah coklat. Haris, cowok ganteng dengan ciri long face itu tersenyum dan menyapa para gengnya.
"Guys, lihat nih aku dapat banyak coklat," pamer vokalis band indie sekolah itu, bangga. Sebagai the most wanted boy di sekolah wajarlah kalau dia mendapatkan semua itu.
Je hanya menelan ludah walau iri. Lalu mengumpat dalam hati. Shit! Ini hari valentine. Pasti teman-temannya itu akan bersaing lagi siapa yang dapat coklat paling banyak. Juara bertahannya tentu saja Haris, nomer dua Tristan, peringkat tiga dan empat diperebutkan oleh Niko dan Sakha. Je? Jangan ditanya. Dia nggak pernah dapat coklat. Reputasinya sebagai bad boy membuat cewek membatu seketika hanya dengan menatap matanya yang tajam menusuk itu.
Je melangkah menuju lokernya, sementara para sahabatnya, murid-murid populer itu menghitung jumlah coklat mereka. Ketika pintu lokernya terbuka Je terpegun mendapati satu surat berwarna pink tergeletak di sana.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top