CHAPTER 4 : No Man's Castle









"Haa...! Mudahnya. Kami ada 20 orang lebih... Kalian cuma berdua bisa apa?" Kata Ketua mereka, seorang dengan ikat kepala hitam bergambar tengkorak. "Cepat jarah apa saja yang mereka punya!"

Lalu anak buahnya melakukannya dengan tangan lambat.

"Cepetan!" Bentak ketuanya.

"Halah... Sok-sok an jadi pemimpin kami. Kamu tuh sama seperti kami. Gak berhak ngatur-ngatur kami kayak kapten." Keluh salah satu anak buahnya, sambil mau tidak mau melakukan apa yang ketuanya pinta.

"Kalian semua tahu kan! Kapten kita sudah tiada."

"Apaan gak ada? Dia dalem kastil itu tuh. Kesurupan atau apa enggak ngerti juga." Keluh anak buah yang lainnya.

"Kalian semua gak ada yang berani mastiin? Kapten kita masih selamat atau tidak."

"Enggak ah... Kastil itu angker, ngeri!"

"Yaudah! Pokoknya selama kapten tidak bersama kita, anggap saja dia sudah gak ada! Aku kapten kalian sekarang."

"Apes banget, kita harus bertahan hidup di hutan ini. Menanti kejelasan kapten kita masih bernyawa atau tidak." Keluh yang lainnya lagi.

"Terus, gak pernah ada yang nunjuk kamu jadi kapten. Tahu-tahu aja kamu ngatur-ngatur kami."

"Kalau gitu disini ada yang bisa mimpin? Sini, coba gantiin aku!"

Lalu semuanya tak merespon, sambil mau gak mau melanjutkan pekerjaannya, menjarah Aldridge dan Chaos.

"Tuh! Tak ada yang mau kan? Makanya, sudah! Nurut aja!"

Tak berapa lama, Ketuanya mengeluarkan sebuah pedang golok besar.

"Mumpung mereka masih belum sadar, harus dihilangkan dulu nyawanya. HYAA!"

DESSSTT !!

"Ehh!!?" Wajah ketuanya langsung pucat ketika pedangnya tertahan sesuatu. "K-Kenapa?"

Setelah diperhatikan lebih dalam, Pedang golok itu di genggam erat-erat oleh tangan kanan Chaos yang terbungkus api, hingga seluruh besi pedangnya menjadi panas dan mulai retak.

"Hah... Hah... Racun pelumpuh seperti ini, Hah... Hah... Tak akan bertahan lama bagi Klan Lodier."

"K-Klan Lodier!? Bicara apa orang ini?!" Panik orang itu, mendapati pedangnya sudah jadi orange seperti habis keluar dari perapian pandai besi. "Hei kalian! Sini bantu aku! S-serang orang i..."

BUUSSSHHH !!

Tinju Chaos yang berselimut api mengarah ke pipi kiri ketua mereka dengan telak.

"Ternyata cuma ikan teri."

"Hii...!!? K-kita salah target!"

"D-dia bisa sihir!"

"KABUUUUURRR!"

"Jangan coba-coba..." Kedua tangan Chaos kini berselimutkan api, lalu dilipat tangannya hingga membentuk api yang lebih besar, dihentakkannya ke tanah dan menimbulkan sebuah sihir api berbahaya.

"Fire Tower !!"

Kini Aldridge dan Chaos dikelilingi sebuah pusaran api yang memutar tinggi sekali, layaknya sebuah menara. Tanaman di sekelilingnya pun ikut hangus terbakar.

"LARI !! TERUS LARI !!"

"EXPLODE !!"

Menara api itu menyebar dengan memutar 360 derajat, membakar apapun di sekelilingnya. Termasuk pohon-pohon dan para bajak laut itu.

"Hosh... Hosh... Bajak laut, seharusnya ada di laut!" Ucap Chaos sebagai penyataan kemenangan. "Lagipula, apapun yang terjadi. Aku tidak akan mati sebelum tanganku membunuh Heimdall."

Tak lama setelah itu, Dart yang menancap di kaki Aldridge dicabut Chaos. Seketika Aldridge sadar kembali.

"Haa!? Gawat! Kebakaran hutan!" Aldridge berlarian panik.

"Bodoh! Tenanglah! Bisa aku jelaskan."

"Oke... Oke... Aku tidak begitu mengerti apa yang terjadi. Penjelasannya juga nanti saja. Tapi kita harus cepat ke kastil itu segera."

"Ayo!"

Lalu mereka berdua bergegas menuju kastil itu.

***

Sementara itu, di sisi lain hutan belantara ini, ada 4 orang sedang berkemah di antara pepohonan tropis. Mereka mengelilingi sebuah api unggun kecil sambil duduk diatas batu, memasak binatang-binatang yang mereka berhasil tangkap.

"Oi, kalian cium bau kebakar gak?" Kata orang pertama, yang terlihat seperti seorang penyihir berjaket tebal panjang, berwarna hitam. Mengenakan topi pesulap berwarna hitam juga.

"Kita kan lagi masak." Kata orang kedua, dengan penampilan seorang pria tua ubanan berambut panjang, mengenakan sebuah Robe hitam dengan tongkat kayu yang ujung atasnya adalah tengkorak manusia. Meski pakaiannya memiliki Hoodie, tapi ia tak menutupinya dengan Hoodie.

"Bukan-bukan maksudku..." Balas orang pertama tadi.

Lalu ucapnya tenang. "Ada asap mengepul disana." Tunjuk orang ketiga yang daritadi terus berdiri, melihat kepulan asap itu. Ia memiliki kulit biru keunguan yang sedikit pucat, rambutnya putih dengan mata merah darah.

"Ohh! Jadi benar kan? Ada kebakaran disana." Kata orang pertama. "Aku pergi cek dulu ya."

"Tidak perlu. Kita tunggu disini saja." Kata orang keempat dengan badan yang terus membungkuk sambil duduk dan terus memasak dalam api unggun. Orang ini mengenakan jubah hitam, dengan Hoodie yang menutupi wajahnya. Tapi terlihat rambutnya yang hitam tanpa sosok wajah yang kelihatan jelas.

"Ya sudahlah, kalau ketua yang ngomong." Orang pertama itu duduk kembali dan kembali memasak hewan buruan mereka.

***

"Tangga setinggi ini, harus kita naikin dulu nih?" Kata Aldridge.

"Sepertinya begitu, kelihatannya tangga lurus keatas ini akan menuju pada gerbang kastil." Kata Chaos sambil melihat sekelilingnya.

"Ngerepotin banget sih, bikin anak tangga sebanyak ini. Setiap anak tangganya lebar-lebar lagi." Keluh Aldridge sambil mau tak mau terus menaiki tangga berlumut itu.

"Kastil ini sudah tidak digunakan berapa lama? Sudah retak-retak dan berlumut sekali tempatnya."

Jawab Aldridge sambil terus berjalan. "Yang penting sampai targetnya berhasil kita kalahkan, kita langsung balik."

"Targetnya juga siapa? Questnya cuma bilang untuk menghabisi grupnya."

"Mana coba lihat?" Aldridge menarik lembaran Quest dari tangan Chaos.

"Aku membutuhkan pertolongan." Aldridge membacakan deskripsinya. "Sebuah grup bajak laut menghuni kastil tua di North Revera Jungle. Diperkirakan mereka datang dari pantai dekat Moa Town. Mereka telah dengan tega menghilangkan nyawa cucuku. Datanglah berkelompok dan balaskan kematian cucuku ini. Bicara denganku lebih lanjut di sebuah pondok rumah kayu di pinggir luar Candia selatan."

"Iya... Benar." Kata Aldridge. "Nenek ini tak menyebutkan sampai kapan Questnya dianggap selesai. Emang betul-betul asli nyebelin tuh nenek-nenek."

"Makanya tak heran, tak ada yang mau mengambil Questnya. Penjelasannya tidak detail, upahnya juga terlalu kecil untuk tugas mempertaruhkan nyawa begini."

"Cih! Mau kembali lagi juga tak ada waktu." Aldridge dibuat kesal. "Mau tidak mau, kalau bisa, kita tumpas semuanya sa..."

"Dark Force !!"

Seketika serangan datang, mereka berdua langsung reflek menghindar berlawanan arah, Aldridge ke kanan dan Chaos ke kiri.

"Kita ngobrol terus, tahu-tahu sudah sampai di gerbang." Ucap Aldridge dengan senyum senang namun juga waspada.

"Hati-hati Aldridge, kali ini lawan kita adalah seorang Aura User berbeda dengan para bajak laut teri tadi." Kata Chaos memperingatkan.

"Baik, seperti biasa. Kita amati dulu kemampuannya sebelum menyerang."

"Tidak perlu!" Chaos langsung berlari untuk meninjunya dengan api. "Langsung saja!"

DUASSSHHH !!

Chaos langsung mengenai lawannya yang adalah seorang wanita dengan rambut ungu, mata merah dengan topeng masquerade tengkorak, menggunakan tongkat dengan tengkorak kepala manusia dan di sekelilingnya berserakan tulang-tulang manusia beserta pedang dan perisai berserakan begitu saja.

"Cih! Seperti biasa, Black Barrier melindungi penyihir kegelapan dengan sempurna."

"Haaahh..." Desahnya dengan badan terbungkuk lemas layaknya zombie.

Kemudian penyihir yang berperilaku seperti zombie itu mengangkat tongkat tengkoraknya tinggi-tinggi, mensuplai semua tulang belulang manusia di sekitarnya, dan bangkit kembali menjadi tengkorak hidup, dengan pedang dan perisai sebagai senjatanya.

"A-apa?! Tengkoraknya hidup lagi?!"

"Sudah jelas..." Kata Chaos. "Lawan kita ini seorang Necromancer."

"N-necro apa?"

"Necromancer, penyihir dengan aura tipe summon yang menginjeksi auranya ke mayat tak bernyawa seolah jadi bernyawa."

"Jadi maksudmu... Kita benar-benar melawan orang yang sudah mati?!"

"Kurang lebih seperti itu. Tapi jangan takut, fokus kita adalah pengguna sihirnya."

"Oke!" Aldridge langsung berlari mengayunkan pedangnya menuju Necromancer itu.

DZINGGG !!

Aldridge beradu pedang dengan salah satu dari 5 tengkorak yang melindungi penggunanya.

"Cih! Mereka mengganggu."

"Abaikan saja! Fokus pada penggunanya!" Sahut Chaos.

"Tidak bisa! Tengkoraknya harus dihabisi duluan." Kemudian Aldridge menggunakan elemen angin di tangan kirinya.

"Wind Caliber !!"

Aldridge melakukan serangan sihir anginnya seperti biasa dan mementalkan 3 dari 5 tengkorak itu jauh-jauh, hingga jatuh dari tangga yang begitu tinggi.

Setelah Aldridge selesai menyerang, ia menepuk-nepuk tangannya. "Tidak sekuat yang kukira."

Sahut Chaos. "Bodoh! Jangan lengah!"

Punggung Aldridge tertebas dari belakang 2 tengkorak sisanya.

"Si-sial, aku lupa mereka ada lima tengkorak!?"

"Heat !!" Chaos memanaskan telapak tangannya hingga menjadi oranye seperti besi tempaan.

"...Stomp !!" Chaos mencengkram kedua kepala tengkorak itu dengan tangannya yang panas, lalu membantingnya ke lantai tangga tempat mereka bertarung, hingga kedua kepala tengkorak itu hancur berkeping-keping.

"Aldridge! Cepat gunakan potionnya!"

"Ohh iya!? Potion! Sebentar-sebentar" Aldridge mencari-cari potion di ikat pinggangnya. "Nah ini di..."

"Dark Force !!"  

Baru saja Aldridge mau meneguknya, serangan dari belakang Aldridge mementalkan potion itu dari gennggamannya.

"Cih! Kalau begini!" Chaos dibuat geram dan langsung menyerang Necromancer yang telah kehabisan anak buahnya itu. "Barrier pengganggu!"

"Meteor Strike !!" Chaos meninju Black Barrier yang melindungi Necromancer itu terus menerus dengan kecepatan tinju yang berulang kali dilancarkan hingga hancurlah Black Barrier yang melindunginya.

"Akhirnya!" Chaos langsung sigap melancarkan serangan ke wajah necromancer itu. "Enyahlah!"

Chaos keras-keras meninju pipi Necromancer itu hingga terpental ke tembok gerbang disana. Tangan Chaos yang panas mengeluarkan uap dari kepalan tangannya. "Aku paling benci..."

Kemudian 2 tengkorak tadi bangkit kembali menyerang Chaos dari sisi kiri dan kanan.

"Melawan Summoner !!"

Chaos membanting mereka lagi hingga kembali pecah berkeping-keping.

Aldridge bangkit berdiri setelah meminum potion kedua sekaligus yang terakhir yang ia punya. "Ugh! Terima kasih Chaos, maaf aku lengah tadi."

"Hwaaaahhh..." Desah Necromancer itu lagi, seperti zombie yang dikelilingi aura-aura hitam disekitarnya.

"Jangan senang dulu, karena kita belum menang. Tengkorak ini akan terus kembali seperti semula selama suplai Aura dari Necromancernya tidak putus."

"Biar aku saja..." Aldridge menggenggam pedangnya erat-erat kemudian ia berlari, "Hyaaa!"

Berlari hingga menusuk perut Necromancer itu hingga ia tak lagi bernyawa. Cipratan darah yang keluar dari perutnya itu muncrat ke sisi depan Aldridge hingga mengotori pakaiannya.

"K-kau membunuhnya?! Aldridge! Kau sungguh membunuhnya?!"

"Hee? Kenapa? Dia ini monster zombie kan?"

"Bodoh!" Chaos mengemplang kepala Aldridge. "Dia ini manusia tahu!"

"H-Haa!? Manusia?! B-beneran?!"

"Haish... Wanita ini hanya kerasukan sesuatu, entah apa itu. Tapi biar bagaimanapun dia ini manusia, bukan monster!"

"Aku... Aku tidak bermaksud begitu. Kalau saja aku tahu..." Aldridge menunduk menyesalinya. "Tapi... Sudahlah! Waktu kita tak banyak. Ayo masuk ke kastil!"

Angguk Chaos, dan kemudian setelah menang, mereka membuka gerbang besar kastil yang sudah kotor, tua dan usang itu... Dengan mendorongnya.

***

"T-tempat apa ini!?"

Aldridge masuk ke kastil itu dan terlihat di sekelilingnya sudah hancur-hancuran seperti bekas medan perang yang lama tak dihuni manusia. Sangat berantakan dan penuh mayat-mayat yang sudah membusuk hingga jadi tulang belulang, menancap di sebuah tombak maupun pedang.

"Mengerikan, apa yang sebenarnya terjadi dengan tempat ini?" Chaos melihat sekitarnya waspada, hati-hati sekaligus ngeri melihat tempat ini begitu berantakan.

"Chaos, kita coba kesampingkan itu dulu, kita harus cepat! Meski memang tempat ini seram sih. Hii!"

"Tapi, kemana tujuan kita sekarang?"

"Aku tak tahu, tapi mungkin saja... Ada di bangunan besar, di seberang sana itu." Tunjuk Aldridge lurus ke depan, menghadap sebuah istana besar dan tinggi, di kastil yang berada di atas gunung ini.

"Ayo!"

Aldridge dan Chaos terus berlari lurus ke depan, menapaki sebuah jalan dari batu dengan di sekelilingnya, hanya ada rerumputan kering dan mayat-mayat yang sudah tak berbau lagi saking lamanya berada disini.

"Berjalan melewati lapangan luas ini, membuatku bertanya-tanya, apa dulu terjadi perang disini ya?" Tanya Chaos sambil terus berlari.

"Aku tak tahu... Semacam perang saudara mungkin?"

"Kau tak takut Al? Mayat-mayat dan tengkorak-tengkorak berserakan disini."

"Takut lah! Tapi mau tak mau harus mau. Ini semua demi menolong Rynka."

"Huh! Jadi begitu... Seberapa penting Rynka untukmu?"

"Sangat penting!"

"Kau menyukainya?"

"Aaa... Itu... Jangan bicara yang aneh-aneh! Kita lanjut saja."

"Haha! Sudah jelas."

"Apanya?!"

"Haha, bukan apa-apa."

***

Lalu mereka terus berlari dan berlari hingga mencapai gerbang di istana itu.

"Kau yakin ini tempatnya?" Tanya Chaos.

"Tak ada salahnya dicoba kan? Kita buka gerbang ini sama-sama. 1... 2... 3!"

"Wind Caliber !!"

"Fire Fist !!"

DUARRRR !!

Dengan sihir yang mereka bisa, mereka menyerang gerbang besar yang terbuat dari kayu ini hingga rubuh dan terbakar.

"Seperti yang kuduga, satu lagi tempat yang hancur berantakan." Ucap Aldridge sambil menjelajah tempat ini.

"Tempat ini gelap sekali." Chaos langsung menyalakan obor api di tangannya sendiri, dengan telapak tangannya berada di sisi atas.

"Sihirmu praktis ya. Tapi biar aku coba cari obor di tempat ini."

"Tidak, biar aku saja..."

Aldridge dan Chaos menjejalah tempat yang megah ini, sambil satu persatu membakar obor di dinding sebagai sumber cahaya.

"Dari perabotan dan dekorasi tempat ini. Mungkin saja... Tempat ini dulunya adalah sebuah Ballroom megah."

"Aku rasa tidak." Bantah Aldridge. "Ballroom kan untuk berdansa, tapi tempat ini banyak terdapat meja-meja panjang yang sudah patah dan berdebu. Dengan piring dan sendok masih ada disini beserta roti-roti dan makanan yang sudah membusuk. Memang tempat ini luas dan bisa digunakan sebagai Ballroom, tapi aku rasa... Dulunya tempat ini adalah restoran untuk menjamu tamu."

"Dan sekarang, tempat ini sangat sangat berantakan. Sebenarnya, sudah berapa lama tempat ini ditinggalkan? Aku penasaran." Kata Chaos sambil tangannya menyalakan obor di dinding satu persatu.

"Ya... Aku juga jadi bertanya-tanya. Apa yang terjadi dengan kastil ini? Bahkan mayat orang yang lagi makan masih tersisa disini. Tempat ini angker sekali ya... Pulang saja yuk."

"Sepertinya tadi aku dengar demi Rynka. Apa aku salah dengar?"

"Tidak-tidak, tentu saja kita akan kembali dengan hasil."

HOOOO !!

"C-Chaos?! Kau dengar sesuatu?" Tanya Aldridge yang langsung merinding ketakutan.

"Ya... Sepertinya seseorang ada disini, atau mungkin sesuatu yang bukan orang."

"Wah, Gak lucu ah! Jangan cerita yang bukan-bukan di tempat seperti ini!"

HOOOO !!

"S-suara itu lagi! Hei! Siapapun yang ada disini... Keluarlah!

"Aldridge, kita belum tahu siapa musuh kita, sebaiknya kita harus saling menjaga titik buta kita masing-masing."

Lalu dengan cara yang sama seperti waktu diserbu puluhan bajak laut, Aldridge dan Chaos saling memunggungi dan menjaga sisi yang berlawan.

"Titik buta? Kita saja disini sudah kayak orang buta, gelap sekali susah lihat apa-apa!"  

"HWAARRRR !!"

CTAANNG !!

Aldridge beradu pedang oleh sebuah sosok manusia dalam gelap, yang dengan cepat berniat menebasnya. Lalu seketika semua obor api yang baru dinyalakan Chaos langsung padam.

"M-manusia? A-atau setan nih?!"

Kemudian Chaos, "Fire Hand !!"

DEZZZTT !!

Chaos dengan segera melapisi tangannya dengan api hingga mengeraskan tangannya layaknya sebuah magma. Dan menahan serangan pedang dari orang kedua dengan tangan apinya itu.

"Chaos! Aku gak bisa lihat apa-apa nih? Cepat bakar apa saja untuk jadi sumber cahaya."

"Satu-satunya sumber cahaya hanya tangan apiku dan sinar matahari dari luar sini."

Setelah serangan Pre-emptive yang mereka lakukan gagal, kedua orang itu mundur selangkah secara bersamaan dan mengalami nasib yang sama seperti Necromancer yang Aldridge bunuh di gerbang sebelumnya. Mereka mendesah layaknya seorang Zombie.

"Dimana ketua kalian?!" Tanya Aldridge.

Namun kedua orang *Swashbuckler ini. Tak menjawab dan hanya membungkuk lemas layaknya seorang zombie.

"Hei jawab aku!"

"Percuma saja Al." Kata Chaos. "Sepertinya terjadi sesuatu yang tidak beres pada mereka."

"Ya... Mereka seperti kesurupan, hingga membuat mereka tak lagi menjadi manusia."

"HWAAAARRR !!"

Mereka langsung melesat untuk menyerang kembali dengan pedangnya. Lalu terjadi sebuah adu serangan lagi, seperti sebelumnya.

"Baiklah, kalau itu yang kalian inginkan, Chaos! Aku lawan yang menggunakan pedang merah ini."

"Serahkan yang satunya lagi padaku. Yang memegang pedang biru ini."

"Hehe! Untung saja senjata mereka mengeluarkan cahaya! Mari bertarung!"

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top