CHAPTER 23 : Finally We Meet



TRAAANGG!  

Cakar Blackjack beradu dengan pedang besar Vayne.    

.

.

.

"Setidaknya, aku sudah memberimu pilihan." Kata Vayne selagi menangkis serangan.

"Tidak mungkin aku menyerahkan diri tanpa bertarung!" Sahut Blackjack dengan auman serigalanya. "Aku Chief White Bear!"

Dengan cepat Vayne berlari dan balas menyerang Blackjack, dengan Great Sword-nya. 

"Dimana Karolina Stral?!"

"Lebih baik aku mati terbunuh daripada menjual ketua pada kalian!" 

Blackjack mengeraskan cakar serigalanya dan menyerang Vayne sekali lagi.

"Celaka!? UAGHHH!" Vayne terkoyak oleh cakar Blackjack. "Sial aku lengah. Kalau aku tak dilapisi armor. Hal mengerikan pasti terjadi."

"Heal !!" Faylen menyembuhkan Vayne segera.

"Terima kasih Faylen."

"Graah!? Ini benar-benar tidak adil!" Blackjack merasa dicurangi. "Kalian berempat! Dan salah satunya adalah Healer. Sedang aku sendiri, sebagai satu-satunya yang cukup kuat menandingi kalian."

"Lalu?" tanya Vayne.

"Begini saja. Kalau kau memang pria! Kita bertarung dengan adil... 1 lawan 1. Para anak buahku tak akan menyerang dan anak buahmu juga melakukan hal yang sama. Termasuk menyembuhkanmu."

"Vayne jangan dengarkan..." Alicia menasihati.

"Baik... " Vayne menyetujui.

"Vayne!?" mereka bertiga keberatan dengan keputusan Vayne.

"Apa yang kau pikirkan sih!" gerutu Alicia.

"Lawanmu ini kuat loh." Faylen resah.

"Terserah ketuanya saja lah. Tapi kalau kalah, aku bubar." Kata Frey.

"Hee!? Kok gitu?!"

"Bagaimana?" Tanya Blackjack.

Vayne berpikir sesaat.

.

.

.

"Oke! Aku terima." Vayne melangkah maju. "Tapi bagaimana kalau kau curang?"

"Kalian berempat bisa membunuh aku dengan segera." balas Blackjack.

"Siapa yang mau percaya sama kata-kata dari serigala?"

"Grrr! Jadi kau mau atau tidak!" 

"Oke-oke, ini juga untuk mengurangi korban yang tak perlu."

Lalu mereka berdua bertanding 1 lawan 1.

***

Vayne memasang kuda-kuda dengan memegang pedangnya lurus ke arah depan dengan kedua tangannya.

Dalam pertarungan Vayne selalu tenang dan konsentrasi, ia tak mudah terprovokasi dan jarang menjadi orang yang pertama kali menyerang. Ia orang yang berpikir terlebih dahulu sebelum ambil tindakan. 

Jam terbang selama jadi bagian di militer Dalemantia yang mengajarinya langsung. Vayne selalu berhati-hati terhadap kekuatan musuh, terlebih yang belum diketahui kelemahan dan kekuatannya.

"Hehehe..." Ucap Blackjack dengan senyum serigala. "Apa kau tidak tahu aku Chief No.2 Di White Bear? Dengan kata lain, aku orang no.3 terkuat di Guild."

"Terus?" jawab Vayne dengan tatapan dingin seperti ia tak terlalu peduli.

"Grrr! Sepertinya nama dan pangkat tak terlalu berpengaruh padamu ya." 

Blackjack geram dan segera menyerang Vayne dengan cakar Werewolfnya.

"Kau merepotkan saja." Vayne dengan cepatnya menghindarinya dan menebas seluruh bagian tubuh Blackjack sampai ia tumbang dan berdarah-darah.

"Hosh... Hosh... Ternyata kau sekuat yang dibicarakan orang-orang." puji Blackjack. "Aku bahkan kalah dalam sekali serang, terlebih lagi pedang sebesar itu kau gerakkan seolah sangat ringan buatmu."

"Level kita berbeda. Sebelum Fall of Dalemantia."  Balas Vayne mengancam. "Pangkatku adalah Dalemantia Elite Force. Dengan kata lain. Pangkat tertinggi ketiga. Hanya dibawah Raja dan pemimpin tertinggi di Militer Dalemantia."

"Dalemantia ya..." Ucap Blackjack terkapar dengan mata tertutup dan tersenyum. "Ternyata masih ada saja sisa-sisa Kekaisaran keparat itu."

"Tak perlu menyinggung soal tanah airku. Cukup jawab saja aku... dan kau tak perlu terluka seperti ini." balas Vayne. "Aku tak kemari untuk bersenang-senang."

"Grahahaha! Akan lebih mudah kalau aku bisa, tapi aku akan jadi seperti pecundang, yang membocorkan informasi Guild hanya karena takut mati."

"Apa kehormatan itu lebih penting dari nyawamu?"

"Ya! Aku orang yang loyal." balas Blackjack dengan ikhlas menerima ajalnya. "Nah, sekarang. Enyahkan seorang serigala tak berguna ini."

"Tak kusangka. Guild Kriminal sekalipun, punya anggota setia sepertimu." Balas Vayne dengan ratapan sedih. "Sejujurnya aku kasihan padamu. Kesetiaanmu berada ditempat yang salah. Pada orang yang..."

CRASSHHHH!!

.

.

.

.

.

"UGHH!? ..."

Vayne tiba-tiba berdarah.

"Kau lengah kawan..." Ucap Blackjack dengan senyum terlicik seorang serigala.

Blackjack mengoyak badan Vayne dengan cakarnya sampai berdarah-darah.


"VAYNE!!?"


"Hahaha!! "Siapa yang mau percaya sama kata-kata dari serigala? Itu kan tadi yang kau katakan?"

"UAGHHH!! Sakit... Sakit... Sakit !!" Vayne menggeliat kesakitan menahan lukanya

"Heal !!"

"Faylen! Hentikan! Jangan sembuhkan aku!" Teriak Vayne. "Kita masih dalam perjanjian."

"Vayne! Tapi kau sudah..." 


"Serigala licik! Memanfaatkan situasi untuk menyerang tiba-tiba." Frey mengarahkan Sniper Rifle-nya ke Blackjack.

"Hei tunggu-tunggu! Frey jangan tembak dia dulu..."

"Diam kamu Vayne! Tunggu saja disitu! Biar kuenyahkan serigala licik ini!"

Lalu Vayne bangkit dan mengulurkan tangannya.

.

.

.

"Bergabunglah denganku!"

.

.

.

"Haa...?" Blackjack dan seluruh anak buahnya keheranan.

"Vayne, apa maksudnya ini?" tanya Alicia.

"Alicia, karena kau baru bergabung belum lama ini. Kau tak akan mengerti jalan pikiran Vayne." balas Faylen. "Ini bukan kali pertama Vayne seperti ini."

"Cih! Dia berulah lagi." sahut Frey.

"Apa maksudmu dengan mengajak aku bergabung?"

"Tidak ada maksud apa-apa."

"Aku menolak! Aku akan setia dengan guildku!"

"Ahh sayang sekali... Kalau begitu. Yasudahlah... " Vayne menanggapi santai.

"Menyerah semudah itu!?" Komentar Blackjack dalam hati.

"Hahahaha... Kupikir kau serius Vayne." sahut Alicia. "Mari bawa dia untuk harga buronnya , lumayan 1 juta Rez loh."

"Ya aku serius, tapi dia tak mau. Apa boleh buat..." jawab Vayne.

"Jadi kau akan membawaku ke kota? Untuk klaim Bounty-mu? " tanya Blackjack.

"Nope, aku akan membebaskanmu." balas Vayne.

"Kenapa? Aku sudah mencurangimu, menipumu dan malah diajak bergabung. Kau ini... Benar-benar aneh."

"Iya Vayne, kenapa? 1 juta Rez itu besar loh." tanya Alicia.

"Alicia, soal Rez. Kita bisa dapatkan kapan saja." 

"Tapi begini." Sambung Vayne. "Aku hanya ingin memberimu kesempatan untuk melihat, Karolina Stral yang kau ikuti dengan setia itu layak kau hormati atau tidak? Setelah itu terserah kamu, tapi kalau lain waktu kita bertemu lagi dan mendapati kamu dalam tindak kriminal. tak ada kesempatan kedua... Mengerti!" jelas Vayne.

"Grrr! Lihat saja nanti, kau akan menyesal membebaskanku. Aku akan terus setia pada ketua! Dan kukalahkan kalian kalau bertemu lagi."

"Anak-anak! Kita mundur!"

Lalu Blackjack melarikan diri.

"Tuh! Lolos kan!" Alicia menggerutu. "Vayne! Aku benar-benar tak mengerti jalan pikiranmu."

"Bukan cuma kamu saja kok." Balas Frey sambil merangkulnya.

"Aish! Jangan deket-deket!"

"Adududuh! Kok malah nonjok sih."

"Aku cuma ingin Gambling... Masa depan siapa yang tahu?" balas Vayne.

***

Keesokan harinya di pagi hari.

.

.

.

"Ratu Selena! Ratu Selena!" teriak seorang prajurit kerajaan dengan tergesa-gesa.

"Ada apa! Kenapa panik sekali pagi-pagi begini?" balas Selena dengan geram.

Datang salah seorang yang membawa chief dalam kurungan es,

"Maaf mengganggu pagimu." kata Lexion yang berjalan pelan-pelan menuju singgasana Ratu Selena. "Seperti janjiku, kurang dari 24 jam misi selesai. Bisa aku dapat bonus untuk ini?"

"Ka-kau!? Menangkap yang terkuat!?" Abel ternganga. "Hebat sekali..."

"Halah... Royal Guard Abel, tak perlu belagak merendah seperti itu. Memangnya aku tak tahu seberapa kuat dirimu?" Balas Lexion dengan senyum menantang.

"Tetap saja kau membuatku kagum... Master of Ice." balas Abel.

"Suatu kebanggaan buatku." balas Lexion dengan hormat membungkuk dengan tangan kanan di dada dan kaki disilangkan. "Yang mulia."  

"Master of Ice..." balas Selena. "Kau sebenarnya tak kuat-kuat amat! Hanya beruntung saja. Wilayah bertarungmu adalah Quistra - Land of Eternal Winter."

"Haha, aku tak bisa membantah itu." balas Lexion. "Kalau dibanding kalian berdua sih, aku memang tak ada apa-apanya."

"Sebelum kau berkata... Maaf aku sibuk, aku harus pergi sekarang, boleh aku minta bayarannya." Sindir Selena. "Ini ambilah, sudah termasuk bonus karena kecepatan kerjamu yang luar biasa itu."

"Terima kasih yang mulia. Rasanya aku baru menjalani Quest darimu sekali ini saja. Kau tahu itu darimana?" Kata Lexion sambil menghitung segepok Rez berisi 100 lembar pecahan 10.000 Rez.

"Orang-orang yang pernah memberikan Quest padamu. Semuanya bilang begitu."

"Haha , apa aku terlalu sering mengucapkannya sampai-sampai kau bisa hafal... 10... 20... 30... 50... 100... Dan... 120. Good! Bonus 20 persen ya. Padahal aku ngarepnya 30 persen."

"Habis ini kau mau kemana lagi?" tanya Abel.

"Ahh... Sebenarnya rahasia sih. Tapi gak masalah kalau kubocorkan sedikit saja." 

"Kemana?" 

"Fel Kingdom. Quest yang kudapat agak sedikit lebih sulit dari Quest kalian."

"Quest apa?"

"Bersama beberapa Party dengan total lebih dari 50 orang. Menjelajah Dungeon *level tinggi."

"Semoga kau gak mati ya..." Sindir Selena. "Karena Fel itu kan sebagian besar padang pasir."

"Terima kasih loh! Ratu Selena."


Setelah Lexion pergi, Valdemar dikurung dalam penjara. 

Karena badannya yang besar, ia tak dibawa dalam penjara orang normal melainkan penjara raksasa yang mampu mengurung manusia setinggi 3 meter.

***  

Di siang harinya, Aldridge baru saja sampai ke Northern Kingdom bersama-sama dengan Trio R dengan menaiki caravan penduduk lokal Silica Village.

"PUAH! Aku ngantuk sekali, kita cari Inn dulu yuk." Vexxor kelelahan.

"Oke... Rynka. Kita sudah... Ehh?"

Aldridge mendapati Rynka telah tidur pulas di Caravan.

Teriak Vexxor. "Rynka! Kita sudah sam...Mmmpuaii."

Aldridge menutup mulut Vexxor.

"Sudahlah jangan bangunkan Rynka... Kemarin ia menggunakan barrier dan menyembuhkan kita lumayan sering. Jadi pasti Rynka kelelahan."

"Rava... Inn ada dimana?" tanya Aldridge.

"Ikuti kami saja, kita juga mau ke Inn. Sekalian membawa dia ini nih." Rava menunjuk Ronn yang tidur dengan posisi yang aneh.

"Apa menggunakan sihir membuat orang selelah itu ya?" Aldridge bertanya-tanya.

"Aku juga sering pakai sihir tapi rasanya tak selelah itu."  Gumamnya dalam hati.

"Untuk si Ronn ini," kata Riel yang sedang menyeret Ronn. "Ia cuma cari-cari alasan saja untuk bisa tetap tidur."

"Tidak juga..." Balas Rava. "Aku juga mengantuk. Lagian kita juga bertarung tengah malam begitu, sungguh melelahkan."

Mereka berenam mengikuti arah jalan Rava yang sudah kenal betul ibukota Quistra ini.  

***

Lalu sesampainya di Inn.

"Kalau kalian capek, langsung naik saja." kata Rava. "Aku biasa menyewa di kamar B10 lantai kedua. Soal administrasi biar aku yang urus saja."

"Good! Good! Kuserahkan padamu Rava." Tepuk Vexxor dan langsung naik, mengikuti kata-kata Rava.

"Terima kasih Rava." Aldridge menyusul sambil menggendong Rynka di punggungnya, sampai tiba di kamar dan bisa beristirahat di Inn. 

Lalu Rava menghampiri resepsionis Inn. "Uhm... Kami sewa dua kamar."

"Semuanya 20.000 Rez." (Alias 2 Juta Rupiah.)

.

.

.

"Busyet! Inn-nya mewah bingitz!" Vexxor terkesima dan langsung menjatuhkan diri diatas kasur.

"Wah! Jadi inget rumahku dulu."

"Be-beneran!? Dulu kau pernah tinggal di kamar seperti ini!?"

"I-Iya... Ayahku pemilik Bank."

"Astaga Aldridge!" Vexxor terlalu bersemangat. "Ini sih mantab jiwa!"


Inn yang dipilihkan Rava adalah salah satu Inn terbaik di Quistra. Harga sewanya juga tak main-main mahalnya. Inn ini memiliki 3 lantai dengan masing-masing 10 kamar di tiap lantainya. Dengan Double Bed dan Single Bed. Setiap kamar bisa dipakai untuk 3 orang. 

Jika menatap keluar jendela. Maka bisa dilihat pemandangan ibukota dari lantai 2 bangunan ini. Setiap atap rumah di Northern Kingdom berwarna putih karena ditutupi Salju yang terus turun. Dan tak lupa, penghangat seperti tungku perapian dari batu-bata, jadi hal penting di Quistra yang sangat dingin ini.

Ditambah interior kayu dan pencahayan yang merelaksasi. Membuat Inn ini layak dengan harga mahal yang ia tawarkan pada para pelanggannya, yang umumnya Pebisnis, Guild besar dan Bounty Hunter kelas A seperti Rava.


Aldridge membaringkan Rynka dan tidur di sampingnya. Tangan kanannya menyangga kepala Aldridge yang tersenyum melihat Rynka tertidur pulas.

"Jika dilihat sedekat ini, kau makin cantik Rynka." kata Aldridge dalam hati, di samping wajah Rynka yang terlelap.

"Cie-Cie Aldridge..." Ejek Vexxor yang tidur di single bed.


Sementara itu Rava di lantai 1,

"Riel, kamu istirahat di kamar B9. Dan jangan lupa untuk jaga mereka ya."

"Oke, lalu kamu sendiri?"

"Aku mau bawa buronan kita untuk klaim hadiahnya. Bilang pada Aldridge juga ya. Bahwa ia juga beristirahat saja disini. Nanti hadiahnya aku bagi dua disini."

"Baiklah... Jangan lama-lama ya."

"Ya, aku akan kembali secepatnya." 

Lalu Rava beranjak pergi.


Sesuai pesan Rava barusan. Riel mewakili untuk mengatakannya pada Aldridge. 

"Aldridge, Rava sedang pergi mengklaim hadiah kita. Dia bilang kamu tunggu disini saja."

"Tidak... Aku ikut!" sahut Aldridge. "Aku harus melapor langsung ke Ratu Selena untuk pembuktian."

Mendengar itu, Aldridge malah langsung pergi dan menyusul Rava.

***

Sesampainya di Istana,

"Yang mulia, Ratu Selena. Sesuai misi yang kau berikan pada Bounty Hunter kelas A Quistra. Salah seorang Chief White Bear telah berhasil kami tangkap." Hormat Rava menghadap Selena.

"Kerja bagus..."

"Hei Tunggu!" Aldridge menyusul. "Kok gak ngajak-ngajak sih?"

"Kupikir adiknya Vayne sudah mati di jalan, ternyata..." Sindir Selena.

"Kenapa kalian datang dalam waktu bersamaan?" Tanya Abel.

"Kami bekerja sama. Karena, kalau cuma Party-ku saja. Tak cukup kuat untuk menghadapi seorang Chief White Bear."

"Uhm? Aku kenal kamu... Kau Rava kan?

"Ya aku Rava, dari party kecil Trio R namanya. Tak kusangka Ratu mengenalku."

"Tentu saja, kau salah seorang yang terkenal di Guild milik Rex, Snow Hunter Guild."

"Rex? Rex yang waktu itu di bar?" Ucap Aldridge dalam hati.

"Tapi... Ngomong-ngomong soal Guild milik ketua Rex. Setelah ini, aku akan keluar Guild Snow Hunter dan pergi berpetualang ke North Azuria membuat Guild-ku sendiri, dengan modal awal Bounty yang akan kuklaim ini."

"Begitu... Terserah saja, aku tak peduli akan kau apakan hadiah ini. Itu keputusanmu sendiri."

"Ajudan! Serahkan uang hadiahnya pada mereka." Perintah Selena.


Setelah Rava mendapat 1 Juta Rez, dengan segera ia membagi dua uang hadiah itu pada Aldridge. "Ini bagianmu. Ambilah."

"Ehh!? Uhm... Oke, terima kasih." Aldridge gugup karena untuk pertama kalinya menerima uang sebesar itu meski ia dulunya anak orang kaya sekalipun.

"Aku mau tanya sedikit. Bagaimana kalian bisa bekerja sama?" Tanya Abel. "Aldridge kalau tak salah, Aldridge bukan dari Quistra kan?"

"Begini, kami bertiga sempat kalah pada awalnya, tapi saat kita bertarung ber-enam. Bersama kelompok Aldridge. Dengan satu orang penyusun strategi. Satu orang Healer. Dan Aldridge sendiri, yang bisa bertarung dengan kecepatan tinggi mengimbangi si Samurai ini."

"Rava..." Aldridge diam mendengarkan.

Sambung Rava. "Kami bertemu secara tak sengaja ketika mereka pingsan di tengah Snowfield dekat sini. Kalau kami tak bertemu Aldridge dan temannya, akhiran-nya mungkin tetap sama saja." balas Rava.

"Jadi begitu..." Abel tersenyum mendengarnya.

"Oke! Kalian boleh pergi sekarang." perintah Selena.

"Tunggu dulu..." Aldridge memotong pembicaraan. "Aku kesini untuk mencari kakakku, apa dia belum juga kembali?"

"Vayne bukan orang yang bisa diatur atau ditebak, dia pergi seenaknya dan mungkin juga datang seenaknya. Entahlah, Ia belum juga kemari... Tak ada kabar darinya." balas Selena.

"Yang benar saja..." Aldridge terlihat kecewa. "Aku jauh-jauh kesini dan melewati semua ini, tapi tak bertemu dengan kakakku juga sampai sekarang."

"Al? Kau tidak apa-apa?" tanya Rava.

"..." Aldridge diam membisu dan kepala tertunduk murung.

.

.

.

.

.

"Hei kenapa kita harus balik kesini lagi?" terdengar suara Frey.

"Setidaknya kita pamit dulu." balas Vayne.

"Padahal kita kesini buat apa juga, coba." sambung Alicia.

"Kita ikuti maunya Vayne saja." kata Faylen.


"Huh!?" Aldridge menoleh ke belakang.


"Nahh itu dia Vayne. Baru saja diomongin... Panjang umur kamu Vayne, haha!" sahut Abel.

"Ka-kakak!?" 

Aldridge langsung berlari dan memeluk Vayne erat-erat.

"Ka-kamu? Aldridge!? Kok bisa disini?" Vayne kaget, heran, tak percaya sekaligus senang. Perasaannya campur aduk ketika dipeluk adiknya yang jadi satu-satunya anggota keluarga yang dimilikinya saat ini.

"Akhirnya..." Aldridge tak kuasa menahan air mata. "Aku menemukanmu."

***

Catatan Penulis

Sedang di Revisi

Versi 1.05


(Level. Soal Dungeon Level tinggi yang diucapkan Lexion maksudnya adalah, tingkat kesulitan dan seberapa berbahaya dungeonnya. Karena dunia Spirit Weapon ini bukan game. Jadi gak ada sistem level-level an.)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top