Dua Puluh Tiga
Hallo! Udah lama lagi ga up, maaf yah. Chapter berikutnya kayaknya udah mulai muncul serangan vampire yang serius.
Happy Reading ❤❤❤
Biasanya aku selalu terbangun sebelum alarm-ku tapi pagi ini, aku benar-benar membutuhkan itu untuk menyeret mataku terbuka. Aku berguling ke samping, meraih jam beker yang masih terus berdering. Itu membuatku menekan wajah ke bantal di sisiku, dan itu beraroma seperti Hans. Semalam dia di sini, itu membawa senyum ke bibirku. Aku meraba ke leherku, merasakan rantai perak yang tergantung di sana. Bukan mimpi. Dia benar-benar berada di sini semalam. Tapi dia pergi, kapan dia pergi?
Oh, hentikan itu Ash! Kamu tidak akan mulai memikirkan dia dengan cara seperti itu. Ingat konsep teman yang kamu sepakati? Benar, kami teman. Tidak lebih.
Tapi bagian otakku yang lain, bagian yang tidak pernah aku sadari ada, menggerutu padaku. Dia berteriak padaku untuk berhenti bersikap konyol dan akui perasaanku. Hanya saja aku tidak bisa, bagaimana mungkin aku bisa? Aku takut ketika pria menyentuhku, aku ketakutan saat dia berada di sini semalam. Itu berhasil hanya karena sihirnya. Jika tidak, aku akan berteriak histeris, tapi kemudian aku tidak yakin apakah kenyamanan saat dia di sini adalah sihirnya atau itu nyata. Apakah aku ingin dia ada di hidupku?
Aku menggelengkan kepalaku, mengusir semua pemikiran itu. "Tidak ada gunanya. Kami tidak bisa bersama. Kami terlalu berbeda, bahkan kami sama sekali tidak sama."
Dengan itu aku duduk, selimut meluncur dari tubuhku saat aku menurunkan kakiku ke lantai, aku melirik lagi jam di nakas dan melihat cangkir kopi yang masih mengepulkan uap panas. Ada catatan di sampingnya. Aku mengambil catatan itu, membacanya dan tidak bisa membantu diriku untuk tidak tersenyum.
Tanpa gula, kupikir kamu cukup manis untuk semuanya. Minum aku! x
Aku tidak tahu bagaimana dia bisa tahu aku suka kopi tanpa gula, espresso yang kental dan kuat. Dan aku harus mengakui tanda x di akhir kalimatnya berhasil membuat pipiku panas. Tentu saja aku lebih suka bibirnya untuk didapatkan tapi sungguh ini juga cukup manis. Aku meminum kopiku dan mengutuk diriku karena menikmatinya, kemudian memaksa kakiku untuk menyeret diriku ke kamar mandi.
Hans tidak menjemputku untuk berangkat bersama hari ini, dan aku benci karena aku merasakan iritasi di dalam perasaanku. Sebagai gantinya dia menelepon Cam dan memintanya untuk menjemputku.
"Mengharapkan tumpangan dari orang lain?" ucap Camrynn saat aku membuka pintu penumpang.
Aku tahu wajahku pasti terlihat cemberut jika dia menggunakan nada menggoda itu. Dan aku menolak untuk memberinya kesenangan lebih banyak, jadi aku hanya membiarkan itu berlalu.
"Ohhh, ada gadis yang kehilangan Dewa cintanya. Coba tebak, siapa dia?" ucapnya lagi. Menggoda dan terkikik, yah dia terlihat lebih baik dari terakhir kali kami bertemu.
"Setidaknya aku tidak memberikan darahku untuk memberi makan, vampire cantik," balasku. Aku langsung menyesali itu saat tawa Camrynn lenyap. "Maaf," ucapku buru-buru.
Dia mengangkat bahu seolah tidak peduli. Itu tidak berhasil saat matanya berkedip menyembunyikan gelombang kesedihannya. Aku tahu dia masih merasa buruk. "Kau tahu apa?"
"Apa?" ucapku.
"Kita perlu menemukan pria normal. Seratus persen manusia."
Aku mendengus. "Aku tidak berminat."
Dia menjentikkan kepalanya, membuat rambutnya jatuh dengan dramatis menutupi sebagian wajahnya. Dan saat dia membuat senyum separuh di wajahnya aku hanya tahu, dia tidak akan membiarkan aku lolos. "Kamu butuh, dan aku serius tentang itu."
Aku membalas dengan senyum manis yang palsu. "Dan apa tepatnya yang kamu rencanakan, Baby?"
"Malam ini, ada pesta di klub, akan ada banyak spesimen pria alpha di sana. Dan ...." dia menggantung kata-kata itu.
"Aku tidak akan terkesan, katakan saja!"
"Aku punya undangan untuk masuk. Untuk dua orang. Kita akan ada di sana malam ini." Mata penuh harapnya menatapku.
"Tidak."
Dia mengerang. "Sialan Ash! Kau selalu melakukan itu.
"Aku tidak ingin pria, aku hanya ingin hidupku berjalan dengan cukup baik," balasku.
"Sungguh? Kamu pikir aku percaya itu? Kamu ingin Hans, Ash! Itu sangat jelas saat kamu mulai dengan wajah tertekuk hanya karena dia tidak menjemputmu pagi ini," ucap Cam. Aku tidak bisa membantah itu, aku memang merasa buruk tapi itu bukan berarti aku ingin Hans dengan cara seperti itu, bukankah aku benar?
"Aku tidak!" dengusku.
Dia tertawa. "Kalau begitu pergi malam ini," tantangnya.
"Itu bukan alasan aku tidak pergi!" Aku merajuk, jengkel dengan sahabatku sendiri.
"Pergi dan aku akan percaya apa yang kamu katakan."
"Baiklah!"
***
Apa aku tadi sungguh setuju? Apa aku sekali lagi termakan ucapan Camrynn? Oh, ya tentu saja aku melakukannya. Harusnya aku tidak perlu repot-repot membantahnya.
"Kamu akan keluar, Ash?" tanya Mrs. Evans saat aku turun dari tangga ke ruang tamu. Dia mengamati pakaianku dan langsung mengerutkan dahinya. "Dan berpakaian sepeti itu?"
Apa? Aku hanya memakai tanktop dan rok pensil, dan itu hampir mencapai lututku. Pakaianku jelas bukan masalah, aku berani bertaruh Cam akan menunjukkan kulit lebih banyak dari ini. "Cam mengajakku keluar, dan ya, ini tidak terlalu terbuka."
Dari kerutan yang terbentuk di dahi Mrs. Evans, aku jelas tahu dia tidak setuju. "Ambil cardigan, dan celana akan bagus. Itu ... terlalu terbuka, Ash."
"Tapi ...."
"Kamu tidak pergi ke klub, 'kan?" potongnya dan aku tidak punya pilihan.
"Tentu saja tidak. Aku akan menggantinya." Aku tersenyum lebar dan menyelinap kembali ke tangga. Well, dulu tidak pernah ada yang benar-benar peduli dengan apa yang aku pakai. Ibu mungkin peduli, tapi dia hampir tidak pernah ada di rumah.
Aku mengambil cardigan abu-abu yang akan cocok dengan tanktop biru gelapku, memakainya dan menyingkirkan rok untuk ditukar dengan celana pensil. Ini tidak buruk tapi jika itu sungguh pesta seperti yang dikatakan Cam, aku pasti mengerikan. Jadi aku mengirim pesan pada Cam.
Aku butuh pakaian.
Dia akan lebih dari mengerti dengan tiga kata itu. Memasukkan kembali ponselku ke clutch bag hitam lucuku, aku kembali turun dan kali ini tidak ada komentar, hanya senyum setuju. Oke, sekarang aku mengerti kenapa Cam kadang-kadang menjadi muak. "Aku pergi."
"Tentu, pastikan kembali sebelum tengah malam."
"Pasti." Aku hampir berlari ke pintu depan saat aku mendengar klakson dari mobil Cam.
"Apa yang kamu pakai?" ucapnya begitu aku masuk.
"Apa pun yang dianggap Mrs. Evans bagus. Dimana?" Aku melepas cardiganku yang pertama.
"Kursi belakang. Kamu akan membunuh pria dengan itu." Cam menunjuk paper bag yang tergeletak di belakang.
Aku meraihnya dan harus menahan dorongan untuk membenturkan kepala sahabatku ke roda kemudi. "Kamu menjebakku lagi?"
"Itu sama dengan apa yang aku pakai!" Dia menunjuk dirinya, dan itu benar. Dia juga memakai sheath dress ketat hanya saja warnanya hitam bukan silver dengan kilau seperti milikku.
"Apa aku pernah bilang aku ingin membunuhmu?" dengusku. Dia hanya tersenyum.
"Tidak Sayang. Kamu bilang kamu mencintaiku."
Aku berubah dalam waktu kurang dari lima menit, dan rambutku yang tadi masih ekor kuda kini berakhir dengan terurai berantakan.
"Kau sempurna!" ucap Camrynn saat kami berjalan ke pintu masuk klub. Aku hanya bisa memutar bola mataku. Ada dua tukang pukul di sana yang sepertinya memeriksa undangan untuk masuk. "Angkat kepalamu Ash, cobalah bertingkah kau tidak peduli seperti para wanita dewasa."
"Aku tahu apa yang aku lakukan. Maju, dan tunjukkan saja undangannya, Camrynn Baker!" balasku. Dia menyeringai.
"Tentu saja, kau ahlinya."
Kami masuk dengan mudah, kurasa selama kau punya undangan umurmu tidak penting. Atau tukang pukul itu hanya bodoh, aku hampir tidak peduli itu. Lorong di klub bernuansa merah dan hitam dengan cahaya redup. Lantai dari marmer putih yang halus dan lukisan klasik di dinding-dindingnya. Ini hampir mewah, siapa pun yang mengadakan pesta harus menjadi multi-miliarder. Akhirnya kami sampai ke aula tempat pesta itu dan aku harus berhenti di ambang pintu masuk. Bukan, bukan karena ada penjaga lain. Tapi sialan! Ini neraka!
"Cam? Siapa yang memberimu undangan?" desisku. Dia hampir sama pucatnya denganku atau lebih buruk.
"Dia bilang dia teman Elliot, aku bersumpah dia bukan vampire! Dia manusia." Suaranya tercekik. Jadi jelas orang itu juga tidak memberi tahunya apa pun tentang pesta vampire ini.
"Siapa pun dia, aku pikir dia ingin darah kita dikeringkan. Kita lebih baik pergi," ucapku. Cam jelas mengangguk.
"Aster bukan?" ucap laki-laki yang baru saja muncul di sampingku. Oke, dia bukan laki-laki, dia jelas vampire dengan kulit pucat itu.
"Tidak. Kau pasti salah orang," jawabku dan aku memutar tubuhku. Mencengkeram lengan Camrynn erat-erat untuk menyeretnya.
"Aku tahu kamu, Baby. Kenapa tidak bergabung?" Dia melirik Cam. "Camrynn bukan? Pacar Elliot?"
Camrynn tidak menjawab apa pun.
"Kami salah klub!" desisku.
Dia terus mengejar kami dengan seringaian lebar yang tidak pernah luntur. "Hanya yang memiliki undangan yang bisa masuk. Kamu jelas tidak salah tempat Sayang."
"Yah! Kalau begitu anggap saja kami ingin pergi sekarang." Dia meraih lenganku. Ini jelas tidak baik.
"Kalian tamu khusus. Aku jelas mendapat instruksi untuk mencegah kalian pergi, jadi maafkan aku Sayang. Aku harus membuatmu tinggal."
"Apa yang kamu inginkan?" desisku.
"Biarkan Ash pergi, kumohon," ucap Cam. Vampire itu hanya menyeringai dan jelas Cam tidak menyukainya seperti dia menyukai Elliot.
"Camrynn sayang. Ash yang mereka inginkan," balasnya.
"Kalau begitu biarkan Cam pergi!" desisku.
"Instruksiku jelas. Tahan dua gadis, Camrynn Baker dan Aster Ackerley."
Aku mendengus, marah dengan nama itu. "Aku bukan Ackerley!"
Dia tidak peduli dan hanya menyeret kami seolah kami tidak melawan dan baru melepaskan kami saat kami sudah berada di ruangan yang lebih tenang. Itu ruangan yang elegan dan sekali lagi itu bernuansa merah dan hitam. "Tunggu di sini sementara aku memanggil orang yang ingin bertemu kalian."
Hanya seperti itu, dia menghilang di balik pintu yang mengunci kami. Sialan!
"Maaf."
"Ya! Kamu harus minta maaf!" bentakku.
Tuhan? apa yang akan terjadi sekarang? Tanpa sadar aku sudah meraih liontinku. Tabung kaca dengan darah Hans. Aku berharap dia di sini.
"Dia sungguh manusia, dia tidak pucat atau dingin. Seratus persen manusia, hanya matanya yang aneh," ucap Cam.
"Mata?"
"Warnanya keemasan."
"Werewolf!" desisku. Dia menganga.
"Oh, aku tidak tahu itu ada," desahnya. Cam praktis hampir menangis.
"Itu tidak penting sekarang, yang penting adalah cara kita keluar dari sini hidup-hidup." Aku meremas tasku dan merasakan sesuatu yang keras dan pipih ... ponsel! Sial! Aku bisa menelepon!
Aku memutar nomor Hans dan mengutuk saat hanya terdengar nada sambung.
Sial! Angkat teleponmu Hans!
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top