Dua
Angin berhembus ketika aku keluar dari mobil Camrynn, membuat rambutku tersibak ke belakang. Camrynn mengikutiku keluar dan langsung menarik buku catatan Biologi dari tasnya. Dan mulai membacanya sambil berjalan.
"Oh, lihat! Betapa rajinnya dirimu?" godaku sambil menyikut lengannya. Membuat lengan yang memegang bukunya bergoyang dan membuatnya tidak fokus membaca.
Dia mendengus. "Ini hari terakhir ujian. Aku tak akan menasihatimu untuk ikut belajar karena bagaimana pun nilaimu bakal tetap oke. Tapi berhenti menggodaku. Ini Biologi dan kau tahu aku payah dalam hal ini."
Aku mengangkat alisku. "Aku bisa berbagi jawaban denganmu jika kau mau."
Dia langsung menghadiahiku dengan tatapan membunuhnya dan itu tidak membuatku takut tapi malah tertawa.
Baiklah aku akan deskripsikan mukanya saat ini. Kira-kira seperti ini: Mata bulatnya melotot, dengan cuping hidung yang kembang kempis, bibirnya di tarik membentuk garis lurus dengan dua pipi chubby yang menggembung dan memerah. Beberapa anak rambutnya yang lepas dari kuncir ekor kudanya menutupi matanya.
"Aku tidak mau! Lagi pula kita beda kelas. Dan berhentilah tertawa!" gerutunya.
Jika ada hal lain yang dapat membuatnya marah, selain omong kosong tentang cinta. Hal itu adalah melanggar peraturan. Ayahnya seorang pengacara kenamaan, tapi dia malah ingin jadi hakim. Mungkin obsesi terbesarnya adalah menggagalkan kasus ayahnya. Mungkin. Karena aku sendiri juga tidak tahu.
"Oke, Cam. Aku tak akan mulai lagi." Aku mengangkat tanganku tanda menyerah. Dia memutar bola matanya dan kembali tenggelam dalam buku catatannya.
Ini ujian terakhir di tahun kedua kami. Setelah itu, satu tahun lagi dan kami lulus. Cam ingin meneruskan ke Yale University. Sedangkan aku? Entahlah, aku tidak yakin. Mungkin jika aku mendapat beasiswa aku ingin ke University of Pennsylvania di fakultas kedokteran. Tapi aku tidak berharap banyak. Bukan karena nilaiku buruk tapi aku tidak yakin bisa mininggalkan ibuku sendirian di sini bersama pria brengsek itu.
Jadi mungkin hidupku akan berakhir menjadi salah satu pelayan di Bar atau Casino yang tersebar di Las Vegas. Menyedihkan. Sangat menyedihkan.
Saat aku memasuki kelasku, seperti biasa tak ada yang memperhatikanku. Semua orang di sini sudah cukup tau untuk tidak mencari masalah denganku. Meski masih tetap ada beberapa gadis yang cukup bodoh, memilih untuk ikut campur urusan pribadi keluargaku, yang akan berujung dengan helai rambut mereka tercabut dari kepala dan berakhir di tanganku. Atau pria-pria bodoh yang tak bisa menahan diri untuk tidak menggodaku dan artinya mereka sudah siap menerima tendangan di....
Yah, kalian tahukan?
Kursi di sebelahku selalu kosong. Tak ada yang cukup bodoh atau cukup tidak waras hingga mereka mau duduk satu bangku denganku. Dan aku sangat menghargai hal itu.
Tak lama Mrs. Walter masuk dan membagikan kertas ujian kami.
***
Kurasa makan siang hari ini tidak akan berlangsung dengan tenang. Karena saat aku menunggu Camrynn di depan kelasnya. Dia muncul dengan wajah yang ditekuk dan sangat menggambarkan rasa frustasinya.
Aku mencoba melempar senyum dan baru akan membuka mulut untuk memberi dia sedikit semangat tapi dia sudah membentakku terlebih dahulu.
"Holy shit! Sebaiknya kau diam!" Dia mengatakannya sambil menarik lepas kuncir ekor kudanya membuat rambutnya langsung jatuh tergerai di punggungnya dengan berantakan.
"Aku bahkan belum mengatakan apapun!" balasku. Aku memutar bola mataku.
"Kurasa aku hanya dapat menjawab benar separuh saja tadi," gerutunya. Dia menatapku. "Bagaimana denganmu?"
"Well! Aku tidak terlalu memikirkannya," jawabku santai.
Sejujurnya aku cukup yakin dengan semua jawabanku tapi kalau aku bilang begitu, Camrynn akan benar-benar meledak. Dia sangat sensitif dengan urusan pelajaran. Dan dia sudah menandaiku sebagai rivalnya sejak aku mendapat peringkat pertama. Dan dia di posisi ke dua.
"Bullshit! Aku tahu kau bisa menjawab semuanya."
"Hell! Kalau sudah tau kenapa bertanya?" balasku bosan dan melenggang pergi meninggalkannya.
"Aster!" teriaknya. Berlari mengekor dibelakangku.
Aku langsung berhenti dan berbalik menatapnya. "What the hell? Berhenti memanggilku seperti itu!" Aku memberinya tatapan mengintimidasi yang biasanya berhasil untuk gadis-gadis sialan itu.
Dia hanya mengangkat bahunya tak acuh. "Itukan namamu. Dan aku mau bilang," dia mengeluarkan novel dari tasnya, "apa kau mau ikut liburan ke Malibu bersamaku? Musim panas ini?"
"Are you seriously?" Aku memgangkat alisku.
"Hm. Kau tidak mau?" tanyanya.
"Bukan begitu. Tapi kurasa aku tidak bisa. Kau tahukan ayahku?" aku mendesah kecewa. "Mungkin aku malah akan bekerja part time di Cafe atau Bar."
"Ayolah! Kau selalu menolak. Ayahku sudah menyiapkan semuanya dan jika kau tidak ikut sepupuku yang akan menggantikanmu. Kau tahukan betapa menjengkelkannya dia?" Dia memasang wajah hopeless yang membuatku merasa sangat tidak nyaman.
Sepupunya bernama Sharen dari Lousiana. Gadis dengan rambut pirang ikal yang manjanya minta ampun. Aku pernah bertemu dengannya sekali. Saat dia mengunjungi Camrynn pada waktu musim panas. Aku ingat dia selalu mengeluh tentang segala hal bahkan tentang pakaian yang kupakai waktu itu.
Oke. Mungkin waktu itu aku memang memakai pakaian yang sangat berantakan. Aku hanya mengenakan kaos berkerah V yang warnanya sudah kelewat kusam dan celana training serta sepatu Sneakers yang kebetulan belum kucuci. Tapi waktu itu kamikan hanya pergi jogging. Jadi apa masalahnya?
"Aku juga ingin. Siapa juga yang tidak ingin liburan ke Malibu? Tapi tetap aku tak bisa meninggalkan ibuku. Bisa-bisa waktu pulang ibuku sudah sekarat di ruang ICU." Aku menepuk pundaknya mencoba membuatnya mengerti.
"Oke. Tapi jika kau berubah pikiran, beri tahu aku!"
"Of course buddy!" Aku mengalungkan lenganku ke lehernya dan menariknya ke caferaria.
"Apa pendapatmu tentang Gerald?" tanya Camrynn saat kami sudah duduk di salah satu bangku cafetaria. Matanya mengawasi pria yang duduk di bangku paling pojok cafetaria dan dikelilingi banyak gadis.
"Menjijikan?" jawabku. Melirik sekilas pria itu yang jelas-jelas sedang mengusap paha gadis yang duduk di sebelahnya.
"Ayolah! Bukankah dia tampan?" Camrynn masih memandangi pria itu dan tersenyum konyol.
Satu lagi kekurangan Camrynn. Dia terlalu mudah tertarik pada pria tampan. Tunggu! Aku tidak bermaksud bilang kalau Gerald itu tampan! Sungguh! Tiga hari yang lalu si Gerald ini membantu Camrynn mencari kunci mobilnya yang hilang. Dan well, Camrynn langsung berpikir kalau dia orang yang baik.
"Buka matamu, Cam! Kau tak bisa jatuh hati pada tiap pria yang menolongmu!" balasku.
Aku bahkan masih ingat sebulan yang lalu dia naksir kakak kelas yang menolongnya membuat tugas Bioligi.
"Aku tidak seperti itu," bantahnya matanya tak berhenti memandangi Gerald.
"Hell yeah!" Aku memutar bola mataku. Dan menggigit buah apelku.
"Lihat! Betapa manisnya dia ketika tersenyum," ucap Camrynn dan dia meremas tanganku.
"Novel yang kau baca itu tentang apa? " ucapku mengalihkan perhatiannya dari si Gerald.
"Hm?" Akhirnya dia berhenti memandang pria itu. "Kau tahu Werewolf?" Dia membuka novelnya.
"Monster mengerikan?" jawabku asal.
"Tidak. Bukan yang itu, yang bisa berubah menjadi serigala. Dan tiap Werewolf punya mate." jelasnya penuh semangat.
"Shapeshifter? " tebakku. Dia mengangguk.
"Kurasa sejenis itu. Kau tahu cerita cinta mereka begitu manis dan murni." Dia membuka beberapa lembar halaman novelnya lalu menyodorkannya padaku.
Aku membacanya sekilas lalu mengernyit. "What the hell? Dia menggigit leher pasangannya dan menjilat darahnya?"
"Dia menandai pasangannya," gerutu Camrynn karena aku tak mengeti hal itu.
"Aku tidak mengerti, di bagian mananya cerita ini akan mengubah prespektifku tentang cinta?" Aku membuat tanda kutip dengan jariku saat mengatakan kata cinta.
Suara mendesis pelan keluar saat aku membuka kaleng diet coke milikku. Aku menenggak isinya dan membiarkan rasa dingin dan sedikit keras mengalir melewati tenggorokanku.
"Mereka itu setia. Dan selalu dapat menghadapi tiap masalah yang datang. Dan yang terpenting mereka tidak bisa hidup tampa satu sama lain." jelasnya padaku. Dia megigit sandwich lalu meminum orange juicenya.
"Itu terdengar konyol," jawabku tak acuh. Dan di saat itu si Gerald melangkah ke meja kami lalu duduk di samping Cam. "What the fuck?" ucapku spontan dan Camrynn memelototiku.
"Jangan dengarkan Ash! Kau tahu dia memang seperti itukan?" ucap Camrynn dengan nada yang diulur-ulur.
"Well yeah. Aku hanya ingin bertanya apa kau mau pergi kencan denganku? Sepulang sekolah?" tanya Gerald. Camrynn tersipu hingga mukanya merah padam. Aku mendengus jijik mendengar nada sok manisnya.
"Camrynn bersamaku," ucapku memperingatkan pria itu.
"Kau bisa pulang dengan Kate nanti," balasnya enteng.
Aku mulai menggertakkan gigi begitu tangannya mulai turun ke paha Camrynn dan Camrynn juga mulai menggeliat tidak nyaman dengan perlakuannya dan dia bergeser menjauh dari Gerald. Tapi Gerald terus mendesak Camrynn.
"Quit fucking around! Bastard!" pekikku. Aku sudah berdiri dengan jemari yang mengepal di atas meja.
"Bitch! Kau pikir kau siapa?" balasnya membuatku benar-benar naik pitam.
"shut up!" teriakku membuat seisi cafetaria menoleh ke arahku.
"Well, apa yang akan kau lakukan Jika aku tidak diam?" Dia memamerkan seringai konyolnya dan dengan itu aku menarik kerahnya, membuat wajahnya lebih dekat denganku lalu aku meninju hidungnya.
Darah segar langsung mengalir dari kedua lubang hidungnya. Dia memekik sekali dan mencoba menghentikan aliran darah itu. "Damn!"
Siswa lain mulai berkerumun untuk membantunya dan aku meraih tangan Camrynn untuk membawanya pergi.
"Kau akan kena masalah karena itu," pekiknya. Tangannya masih menutupi mulutnya. Tak percaya dengan apa yang baru saja kulakukan.
"Just shut up! Cam," balasku.
Aku tahu sebentar lagi aku akan dipenggil ke ruang kepala sekolah. Tapi itu tidak penting. Yang penting Camrynn tidak akan berakhir di ranjang bersama pria brengsek macam Gerald.
"Aku seharusnya mendengarkanmu. Dia bukan pria yang baik," gumam Camrynn.
Aku mengangguk. "Kubilang juga apa? "
Kemudian seorang anak perempuan yang aku tak tahu namanya memanggilku dari belakang. "Ash!"
Aku memutar badanku kebelakang dan menatapnya tajam. Ia langsung mengkerut ketakutan. "What the hell?"
"Mrs. Evans mencarimu. Dia menunggumu di kantornya." begitu dia selesai bicara dia langsung berbalik dan pergi.
"Kau jadi kena masalah karenaku," ucap Camrynn benar-benar merasa bersalah.
"Ini bukan masalah besar. Kau tahu aku pernah terlibat masalah yang lebih besar dari ini," aku memamerkan seringaiku lalu melenggang pergi.
***
Aku mengetuk pintu ruangan Mrs. Evans.
"Masuk!" sahut suara serak yang kukenali sebagai suara Mrs. Evans. Karena aku sudah terlalu sering terkena masalah dan harus berurusan dengannya.
Mrs. Evans adalah seorang janda yang tidak memiliki seorang anak pun. Suaminya adalah seorang Angkatan Udara yang kebetulan gugur saat menjalankan tugas di Timur Tengah. Dia tak ingin lagi menikah karena sudah terlanjur cinta mati pada suaminya.
Menurutku itu sangat konyol. Karena usianya baru 38 tahun.
Aku mendorong pintu itu terbuka dan langsung masuk lalu duduk di bangku yang ada di depan meja Mrs. Evans.
"Kau tahu kesalahanmu?" mulai Mrs. Evans bahkan dia tidak repot-repot mengalihkan pandangan dari dokumen yang dia baca.
"Memukul seorang pria brengsek," jawabku membuat Mrs. Evans mendongak menatapku.
"Aku mengerti kau mencoba melindungi temanmu. Tapi coba gunakan cara yang halus!" ucapnya lalu kembali membaca dokumen.
"Aku sudah mulai dengan cara halus lalu umpatan dan karena itu tidak berhasil aku terpaksa harus memukulnya," jawabku.
"Kau seharusnya melaporkan tindakannya pada kami! Jika seperti ini terus kau bisa dikeluarkan," ucapnya sambil membenarkan letak kaca mata berbingkai perseginya.
Aku hanya memutar bola mataku. Peringatan itu sudah kudengar ratusan kali. Faktanya mereka akan berpikir dua kali untuk mengeluarkanku karena hampir seluruh trofi yang dipajang di rak itu adalah hasil kemenanganku.
"Saya mengerti," jawabku seperti biasa.
"Baiklah. Hukumanmu membantu membersihkan cafetaria." Mrs. Evans mendongak menatapku sekilas. "Kau boleh pergi."
Ini juga sudah sangat biasa bagiku.
"Baik Mrs. Evans." Aku mengangguk sekali dan berdiri. Melangkah meninggalkan ruangan kantor itu.
A/N :
Oke!!!
Bagaimana pendapat kalian? Kalian dapat feelnya atau tidak?
Udah aku ngomong singkat aja. Udah mau bobok.
- Arum Sulistyani
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top