49|| Tidak Terduga ☀

Harapan dan doa harus berjalan beriringan.

☀☀☀

Tubuh kaku layaknya sebatang kayu yang tak mampu digerakkan, itulah keadaan Fira saat ini. Setelah dokter melakukan pemeriksaan kepada Fira. Dokter langsung memberikan obat dan juga suntikan yang mampu membantu mempercepat pemulihan Fira.

Emily dan Vino yang sejak tadi menemani Fira tidak beranjak sama sekali dari tempat mereka berada sekarang. Bahkan dokter yang ingin memeriksa Fira harus mengerti keinginan dua remaja tersebut. Fira tersenyum haru melihat kedua orang tersebut begitu menyayanginya.

Suster yang membantu Dokter tersenyum sangat ramah kepada Fira. "Pacar kamu setia banget, dia nunggu dua kali dua puluh empat jam di rumah sakit. Kamu beruntung mempunyai pacar seperti dia," ucap suster tersebut.

"Pacar?" Emily membeo dari balik punggung suster.

Suster tadi mengangguk sembari menerima kapas di nampan stainless dari dokter yang sedang membersihkan luka Fira dan mengganti perban Fira.

"Yang selalu duduk di depan ruangan," jawab suster itu.

Fira melirikkan matanya sedikit ke arah Emily. Bibirnya masih sulit untuk digerakkan. Mario? Tebak Fira dalam hati.

"Itu sahabat kita, Sus," sahut Vino seraya melipat kedua tangannya di depan dada.

Dokter Lina terkekeh, hal tersebut menarik perhatian suster, Vino, Emily dan juga Fira.

"Dia yang rela berlari dari lobby sampai ruangan Fira, hanya sahabat Fira?" tanyanya Lina tidak percaya.

Vino mengangguk. "Iya," jawabnya tertahan.

Fira berusaha menarik senyum tipis namun ternyata luka di wajahnya membuat ia kesulitan menarik sudut bibirnya menciptakan satu lengkungan. Fira memejamkan matanya sembari meringis begitu merasakan alkohol mengenai lukanya.

"Sshhh.." desisnya.

Lina tersenyum memperhatikan perubahan raut wajah Fira. "Tahan, ya, perihnya hanya sebentar, kok," ucapnya.

Emily bersandar di bahu Vino, lalu berbisik pelan. "Fira mirip mummy," ucapnya sendu.

"Kamu beruntung mempunyai sahabat yang begitu sayang sama kamu. Mereka adalah orang-orang pilihan, Fir, kamu harus bersyukur karena dapat memiliki mereka," ucap Lina sembari melilitkan perban di tangan kanan Fira.

Fira ingin sekali mengangguk dan mengatakan iya kepada Lina. Namun, semua itu tidak dapat ia lakukan selain hanya mengiyakan dalam hati. Mereka lebih dari keluarga, mereka adalah rumah, tempat aku untuk memperoleh perlindungan.

Emily tiba-tiba saja meneteskan air matanya dan tepat membasahi kaus tipis yang dipakai oleh Vino. Vino menoleh cepat dan langsung mendapati Emily sedang mengusap sudut matanya.

"Dok, nanti hasil pemeriksaannya langsung diberitahu ke Bu'de Endang atau Pa'de Lintang saja, ya," Vino berusaha mengalihkan topik pembicaraan.

Dokter Lina melempar senyum kepada Vino. "Tentu saja,"

Emily dan Vino mengangguk tipis mendengar jawaban Lina. Vino memperhatikan mata Fira yang terus menerawang ke arahnya dengan tatapan sedih dan berkaca-kaca. Jika Vino tidak salah menebak, Fira seperti itu pasti karena Mario.

Lina menyudahi kegiatannya membersihkan luka Fira dan mengganti perban Fira. Lina langsung berpamitan kepada ketiga remaja tersebut lalu melangkah keluar ruangan diikuti suster.

Kini di ruangan serba putih yang kental bau obat-obatan hanya ada Fira, Emily, dan juga Vino. Vino dan Emily langsung mendekat ke ranjang Fira.

"Kak,"

"Hm," Fira hanya mampu berdehem pelan.

"Gue sangat bersyukur lo bisa sadar, Kak," gumamnya.

Vin, ada apa?

Vino menunduk lalu tangannya bergerak menyentuh jari-jari Fira yang tidak tertutup perban. "Nabila pindah ke luar kota," ucapnya pelan.

Bibir Fira bergetar saat mendengar ucapan Vino. Bagaimana Fira harus merelakan kepergian Nabila, jika ia belum sempat mengucapkan terima kasih karena telah menolongnya?

"Ayah dan Bunda lu, udah mewakilkan lu bilang terima kasih ke Nabila. Nabila, dia ...," Vino terdiam semakin menundukkan kepalanya. ".... Dia sudah meninggal," sambungnya lalu tidak mampu menahan air matanya.

Fira merasa tubuhnya dihantam batu yang sangat besar. Beban di tubuhnya terasa semakin berat saat ini, bukan hanya lukanya yang membuatnya sakit, tapi fakta  yang mengatakan Nabila telah meninggal dunia juga mampu membuat Fira merasa sakit.

Air mata Fira luruh membayangkan kejadian beberapa hari lalu. Nabila mengorbankan nyawanya untuk menyelamatkan Fira. Yang Fira ingat, Fira dan Nabila terpental jauh begitu dihantam truk berukuran besar, bukan bagian depan truk namun bagian samping.

Fira tidak pernah menduga jika kecerobohannya berlari tanpa memperhatikan jalan, mampu merenggut nyawa orang lain. Pikiran Fira kembali ke sore tadi saat dirinya membuka mata. Saat itu, Mario pergi menjauh meninggalkan Fira.

Apakah ia begitu terluka karena Nabila sudah berpulang ke pelukan Allah sampai ia tidak sanggup melihat Fira?

Fira semakin merasa bersalah dengan apa yang sudah menimpa orang-orang di sekitarnya.

Fira terdiam dan kembali ke dunia nyata begitu merasakan sentuhan lembut di kepalanya. Fira menangis semakin menjadi-jadi bahkan sampai ia melupakan rasa sakitnya yang semakin menjalar ke seluruh tubuh.

Emily mengusap lembut kepala Fira yang terbalut perban. "Jangan benci Nabila lagi, ya, dia seolah berusaha menebus kesalahannya dengan cara yang sama sekali tidak kita duga sebelumnya," ucap Emily.

Fira ingin sekali menggeleng, namun lehernya tidak dapat digerakkan karena tertahan oleh gips yang melingkari lehernya. Bibir Fira bergetar dan air matanya terus keluar dengan deras. Vino bahkan sampai berlutut di samping ranjang Fira.

"Fir, maafin semua kesalahan Nabila selama ini, ya," ucap Emily sembari meneteskan air mata.

Bahkan gue belum sempat bilang makasih sama lo, Bil. Kenapa lo pergi lebih dulu dari gue? Kenapa, Bil? Sekarang gue tahu kenapa Mario betah berada di sisi lo, lo adalah orang baik, Bil. Tapi orang lain merubahnya.

Kata lo, lo gak sayang sama Mario, tapi lo sayang sama Rendi. Lo sama Rendi juga belum sempat saling mengungkapkan perasaan, kenapa lo gak berjuang lebih kuat lagi agar bisa menemui Rendi, Bil? Rendi juga sayang sama lo, Bil.

Maafin gue, Bil. Maaf karena gue, lo harus merelakan kehidupan lo, lo layak bahagia, Bil. Semoga setelah ini, kehidupan lo selanjutnya membahagiakan, ya. Maaf kalau gue membawa mala petaka buat lo.

"Nabila mengalami kebocoran lambung karena terbentur mobil sangat keras," gumam Vino.

Tubuh Fira menegang, semua terasa sangat sakit bagi Fira.

"KALIAN!!! Berhenti membuat anak saya TERTEKAN!!!" teriak Endang dari kusen pintu sembari menekankan kata kalian dan tertekan.

Waktu berjalan seolah terlalu cepat, baru kemarin Fira bertemu dan mendengarkan penjelasan Nabila. Tapi mengapa ia harus kehilangan Nabila begitu cepat. Fira sangat tahu, setiap pertemuan pasti akan ada perpisahan dan setiap kehidupan pasti akan ada kematian.

Sekuat tenaga Fira berusaha menghentikan tangisannya dan melirik ke arah Bunda yang terlihat begitu lelah.

"Bu ... bun ...." gagap Fira dengan suara pelan.

Endang berlari ke sisi Fira, menggeser tubuh Vino dan juga Emily dengan kasar. "Iya sayang, Bunda di sini, sayang," lirih Endang sembari mengelus tangan Fira dan juga kepala Fira.

"Ma ... af," eja Fira sekuat tenaga di sela-sela tangisnya.

Endang menggeleng. "Kamu gak salah sayang, enggak, jangan minta maaf. Kamu enggak salah, Papa-nya Nabila sudah mengikhlaskan Nabila. Kamu enggak perlu khawatir kalau mereka dendam sama kamu, karena itu tidak akan terjadi--"

"Bun ...." bisik Fira.

"Iya, sayang?"

"Ma ... rio, ma-na, Bun?"

Endang membeku, ia tidak menjawab pertanyaan Fira. Endang memilih untuk memilin rambut Fira secara lembut. "Kamu istirahat, ya, sayang. Jangan terlalu memikirkan sesuatu yang enggak penting, sekarang tugas kamu adalah berjuang agar lekas sembuh,"

Fira menutup matanya perlahan membiarkan air mata turun sampai mengenai tangan Endang yang menempel di salah satu pipinya.

Endang menarik selimut, menutupi tubuh Fira lalu mengecup lama kening Fira yang dibaluti oleh perban. "Bunda senang ingatan kamu utuh," gumamnya lalu menegakkan tubuhnya dan melangkah menjauhi ranjang Fira.

Jika Mario akan pergi jauh, aku mohon Ya Allah, izinkan aku melihatnya sekali lagi sebelum ia benar-benar pergi.

Bila ini adalah hukuman atas apa yang telah hamba lakukan kepada Nabila, maka hamba menerimanya. Namun, izinkan aku melihatnya sekali lagi. Melihat wajahnya, bukan punggungnya.

Mulai hari ini biarkan aku terus berharap dan berdoa sampai salah satu harapanku terwujud.

☀☀☀

3 Januari 2018
20 Februari 2018
-Fan

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top