48|| Perpisahan yang tidak diinginkan ☀
Happy reading💙
☀☀☀
Jika hanya kamu yang mampu membawaku kembali, maka lakukanlah. Jangan pergi sebelum aku kembali. Tapi jangan pergi juga setelah aku kembali. Aku mau kamu tetap di sini, di sampingku.
☀☀☀
Percayakah kalian dengan dimensi lain? Dimensi tempat berkumpul para arwah yang belum dapat atau tidak dapat kembali ke tubuhnya.
Awalnya Fira juga tidak percaya dengan adanya dimensi itu. Tapi, sekarang, ia yakin, ia berada di dalam dimensi yang tidak diketahui oleh siapapun itu. Fira merasa terjebak dalam dunia gelap tanpa pencahayaan.
Fira sudah lelah melangkah tak tentu arah. Tidak ada satupun secercah cahaya yang berhasil ia temukan. Hal tersebut membuat Fira selalu berpikir bahwa ia telah mati.
"Ya Allah, di manapun aku berada, aku mohon berikan petunjukmu," gumamnya pelan.
Fira menarik napas lalu kembali melanjutkan langkahnya. Menerobos kegelapan, berharap menemukan cahaya.
"Apapun yang terjadi sama lo, cepatlah sadar, Fir,"
Suara yang entah berasal dari mana mampu membuat hati Fira menghangat. Fira merasa suara tersebut hanya dapat didengar olehnya. Dan Fira sangat yakin bahwa suara tersebut adalah suara seseorang yang mengisi hatinya.
Fira bergerak gelisah di tempatnya berhenti. Tubuhnya bergerak memutar berusaha mencari darimana sumber suara tersebut. Fira mulai berdoa dalam hati berharap ia dapat mendengar suara tersebut sekali lagi.
"Fir, bangun, Fir. Lo gak kangen gue? Katanya lo mau jalan-jalan sama gue, ngabisin waktu liburan bareng gue,"
Doa Fira terkabulkan, harapannya terwujud. Namun, Fira tahu suara kali ini bukanlah milik Mario melainkan milik Emily.
"EMILY!!!" teriak Fira di tengah-tengah kesunyian.
Keringat mulai membasahi sekujur tubuhnya. Hawa yang ia rasakanpun kian semakin panas. "Gue di sini, Em," lirih Fira.
"Kak, ayo sadar, katanya Kakak mau cerita banyak hal sama aku mengenai indahnya masa SMA, aku sayang Kakak,"
"Kakak juga sayang Gina," lirih Fira.
"Fir, gue tahu lo denger gue, gue mohon, kembalilah,"
Fira bergerak semakin gelisah. Kakinya bergerak ke segala arah berusaha mencari dari mana sumber suara-suara yang ia dengar. Fira berlari ke kanan, ke kiri, lalu berputar dan terus seperti itu sampai akhirnya ia menyerah dan memilih berlutut di posisi ia berada sekarang.
"Fir, ingat gak saat gue ngajarin lo mengendarai sepeda, waktu itu lo bener-bener takut. Lo saking paniknya sampai tanpa sadar nabrak pager rumah orang, dan lebih parahnya lagi, rumah itu adalah rumah kakeknya Mario. Gue kangen lo, Fir!"
"Gue juga kangen lo, Em!" ucap Fira hampir berteriak.
Tangis Fira semakin deras saat kenangan-kenangan selama hidupnya tiba-tiba memenuhi pikirannya.
"Gue di sini, Fir, di samping lo, dan akan terus di samping lo,"
"Rendi? Itu lo, 'kan?"
Hati Fira semakin bimbang, sebenarnya apa yang terjadi. Dan kemana Mario? Mengapa ia berbicara padanya hanya satu kali?
☀☀☀
Di sisi yang berbeda, Mario sedang berlutut menghadap yang maha kuasa. Ia berdoa sepanjang malam di masjid. Semua ini ia lakukan karena ia sangat ingin bertemu dengan Fira dalam keadaan sadar.
Sudah tiga hari lamanya Fira tidak sadarkan diri. Matanya terus memejam tanpa ada tanda ingin terbuka. Detak jantungnya terdengar normal, nafas teratur, tapi ia belum juga membuk mata.
Lintang, Mario, dan Vino tidak pernah behenti berdoa dan shalat. Mereka layaknya keluarga ketika bersama. Bergumam, meneteskan air mata, dan berakhir dengan mereka yang saling memeluk satu sama lain.
Walaupun Endang tidak mengizinkan Mario untuk menemui Fira, tapi Mario tidak berhenti untuk mendoakan Fira.
"Mar, Om Martin nyariin lu," ucap Dika berdiri di belakang Mario.
Mario mengangguk lalu menyelesaikan doanya. Ia berdiri dan memutar tubuhnya ke arah Dika. Dika selalu terkejut ketika ia bertemu dengan Mario.
"Muka lo kusut banget sumpah, cuci muka dulu sana!"
Mario mengangguk lalu melangkah gontai keluar dari area masjid. Matanya beredar mencari keberadaan Martin, namun tidak ada Martin di mana-mana.
Mario membuang napas. "Satu hari lagi," gumamnya pelan.
"Ayo, ke ruangan Fira!" ucap Dika di samping Mario.
Mario menggeleng.
"Besok lo pergi, gue yakin Tante Endang ngasih lo izin buat ketemu sama Fira," ucap Dika.
"Papa mana?" tanya Mario.
Dika mengusap wajahnya. "Papa lo gak ada di sini. Dia lagi di rumah packing barang-barang lo,"
"Lo nipu gue?"
Dika tidak menjawab, ia hanya tersenyum miring lalu menarik Mario agar keluar dari teras masjid. Dika membungkuk di depan tumpukkan sendal. Tangannya bergerak mengarahkan sendal Mario ke depan kaki Mario.
"Waktu kita dua puluh menit!" ucap Dika cepat.
Mario diam tidak menjawab. Pikiran dan tubuhnya mendadak diam tidak tahu harus berbuat apa.
Dika berdecak kesal melihat Mario hanya diam. Lagi-lagi ia menarik Mario agar turun dari anak tangga. Bahkan Dika sampai memakaikan sendal ke kaki Mario.
Apakah ini waktu yang tepat untuk menemui Fira?
Haruskah Mario menemui Fira jika pada akhirnya ia harus meninggalkan Fira?
Haruskah ia merelakan Fira berada di dekat orang lain mulai besok?
Apakah besok ia bisa melihat Fira sebelum ia benar-benar pergi?
Dika memukul kepala Mario tidak terlalu keras namun mampu membuat tubuhnya terhuyung ke samping. "Gua mohon sama lo jangan mikir aneh-aneh! Gak ada yang bisa kita ketahui tentang masa depan, besok lo boleh pisah dari Fira, tapi kalau takdir kalian adalah bersama, pasti suatu saat nanti akan ketemu lagi, sama seperti kita," ucap Dika.
Mario menoleh ke arah Dika lalu tersenyum. "Maaf," ucap Mario.
Dika menggeleng pelan lalu kembali menarik pergelangan tangan Mario. Akhir-akhir ini Mario memang tidak banyak menuntut, ia selalu menerima semua yang diperlakukan kepadanya. Bahkan dia hanya diam saja begitu Endang memukuli dadanya.
Selama Fira tidak sadarkan diri, Mario selalu berusaha agar dia dapat menemani Fira. Namun yang ia terima sama seperti saat hari pertama Fira masuk rumah sakit, ditolak oleh Endang. Mario tidak pernah menyerah, ia akan terus menjaga Fira walaupun hanya duduk di bangku yang tersedia di depan ruangan Fira.
Pagi, siang, malam, ia selalu berada di rumah sakit, mengabaikan tatapan orang berlalu lalang yang terus memperhatikan dia dan mengasihani dia. Mario tetap melakukan itu.
Teman-teman Mario bahkan harus menarik paksa Mario agar ia mau membersihkan diri dan juga mengisi perut. Selama di rumah sakit Mario tidak pernah memperhatikan dirinya sendiri. Martin tidak mengucapkan apa-apa kepada Mario, tapi ia selalu berada di samping Mario. Bersedia ikut dicaci maki oleh Endang.
Terkadang Martin harus menerima sebuah tamparan keras dari Endang hanya karena ia memohon izin agar Mario dapat menemui Fira.
Setelah keputusan Mario untuk menuruti kemauan Martin, Martin tidak lagi menuntut Mario untuk menjauhi Fira ataupun menyuruh Mario untuk dekat dengan wanita lain. Semua terlihat layaknya Martin adalah Papa yang baik.
Dika tersenyum tipis mengingat seberapa besar perjuangan Papa-Anak yang benar-benar tidak ada habisnya.
"Mar, suratnya udah lu buat?" tanya Dika.
Mario mengangguk. "Papa mana?" pertanyaan yang sama kembali keluar dari mulut Mario.
"Di rumah, Mar," Dika tidak pernah lelah menanggapi ucapan Mario yang terkadang terus berulang.
Dika selalu berusaha ada di samping Mario, begitupun dengan Andre.
Mario berhenti begitu ia melewati resepsionis. "Dik, gue pulang aja, deh," ucapnya.
"Hessshh.. Gak, gak, lo enggak boleh pulang. Sekarang lo harus temui Fira dulu, baru setelah itu lo pulang, istirahat, besok pagi lo udah berangkat,"
Mario mengangguk pasrah lalu kembali melanjutkan langkahnya. Izinkan aku berharap lagi ... izinkan Fira sadar hari ini.
☀☀☀
Setelah melakukan perdebatan panjang dengan Endang. Akhirnya Mario dapat menemui Fira.
Keadaan Fira saat ini semakin membaik namun ia tidak kunjung membuka matanya, ia terlalu senang menutup matanya dan menyiksa Mario perlahan.
Mario melangkah mendekati ranjang Fira, di seberang Mario ada Emily yang diminta menjaga Fira oleh Endang. Emily tersenyum canggung kepada Mario.
"Fira butuh lu, Mar," gumam Emily pelan namun masih dapat Mario dengar.
Mario hanya diam dan berjalan semakin mendekat sampai tubuhnya sejajar dengan kepala Fira. Mario menunduk memperhatikan luka Fira di wajah, tangannya bergerak perlahan untuk mengelus rambut Fira yang sangat berantakan. Lagi, ia harus merasa tersiksa karena melihat seseorang terbaring lemah di rumah sakit.
Emily terbelalak saat melihat satu tetes air jatuh membasahi jidat Fira dan itu adalah air mata Mario. Emily membuang wajahnya ke sembarang arah, ia tidak sanggup melihat sisi rapuh Mario kali ini.
"Fir, gue mohon sadar, Fir. Apapun yang terjadi sama lo, cepatlah sadar," bisik Mario di telinga Fira.
Mario memundurkan kembali tubuhnya, kali ini ia hanya diam memperhatikan Fira dengan air mata berlinang. Tangannga mengepal kuat di sisi tubuhnya. Emily tidak sanggup menahan air matanya melihat Mario yang begitu berusaha menahan kesedihannya.
Emily melangkah memutari ranjang Fira dan berdiri di samping Mario. Emily menarik kepala Mario agar kepalanya bersandar di bahunya.
"Lo harus kuat, Mar," lirih Emily.
Mario terus memperhatikan Fira. Ia bersandar di bahu Emily yang tubuhnya lebih rendah dari dirinya. Emily dapat merasakan bahunya bergetar mengikuti kepala Mario yang juga bergerak.
Emily ikut menangis melihat sahabatnya yang begitu sedih karena keadaan Fira saat ini. Emily selama ini sudah berusaha keras untuk tidak menangis di depan Fira. Namun hari ini ia kalah, ia menangis di depan Fira.
"Fir, bangun dong, Fir. Lo gak kangen gue? Katanya lo mau jalan-jalan sama gue. Ngabisin waktu liburan berdua," lirih Emily.
Mario menoleh begitu mendengar pintu terbuka. Teman-temannya masuk, memenuhi ruangan Fira. Mata mereka begitu berkaca-kaca menatap Mario, Emily, dan Fira bergantian.
Dika berlari memeluk tubuh Mario, otomatis Emily terhuyung sedikit ke samping karena guncangan. "Mar, gue bakal kangen lo, Mar," bisik Dika.
Mario tidak dapat mengucapkan apa-apa lagi. Ia hanya mampu menangis dan juga membalas pelukan Dika. Tangan kanan Mario direntangkan mengajak Andre untuk ikut bergabung.
Andre melangkah lemas mendekati mereka. Air matanya sudah turun memasahi kedua pipinya. Andre yang dikenal sangat anti menangis, untuk pertama kalinya mengeluarkan air matanya.
Emily melemas di tempat melihat bagaimana cara mereka mengungkapkan perasaan mereka. Air mata adalah cara yang mereka pilih untuk mengungkapkan perasaan mereka. Perasaan tidak ingin berpisah.
"Mar, jangan lupain gue," ucap Andre.
Mario mengangguk dan mempererat pelukannya kepada kedua sahabatnya. "Maaf, kalau gue ada salah sama kalian," lirih Mario.
Dika dan Andre menggeleng bersamaan. "Jangan minta maaf," guman mereka.
Vino ikut mendekati mereka dan turut merentangkan tangannya. "Lo orang terbaik yang pernah gue kenal, Mar, lo merelakan kebahagiaan lo untuk Kak Fira," ucap Vino.
Emily semakin terisak di tempatnya berdiri. Fir, ayo bangun! Lo gak mau lihat Mario semakin sedih, 'kan? Ayo, bangun, Fir!
Mario melepas pelukan teman-temannya. Kini Mario melangkah mendekati Rendi. Mario dan Rendi sempat saling menatap satu sama lain dalam waktu singkat. Kemudian kedua saling memeluk satu sama lain dan menangis.
"Maafin gue, Mar,"
"Maafin gue juga, Ren,"
Dika, Andre, dan Vino tidak hanya diam, mereka memilih untuk ikut bergabung dan menangis bersama.
Cukup lama mereka menangis menumpahkan segala kesedihan mereka atas kepergian Mario yang tidak akan lama lagi.
Hari mulai sore, dan sudah saatnya bagi Mario untuk segera pulang ke rumah dan menyiapkan diri untuk penerbangan panjangnya menuju Jerman. Segala surat-surat kepindahannya ternyata sudah dipersiapkan jauh-jauh hari oleh Martin. Sampai akhirnya keberangkatan Mario ke Jerman dipercepat.
Dalam setiap pertemuan akan selalu ada perpisahan bukan? Lalu, bolehkah kita berharap agar bisa bertemu lagi?
Detik-detik kepulangan Mario ke rumah ternyata adalah detik-detik kebaikan untuk semuanya. Fira membuka matanya untuk pertama kali setelah tiga hari tertidur. Ada jejak air mata di sudut matanya dan juga pipinya. Fira menangis dalam tidurnya seolah merasakan apa yang sahabatnya rasakan.
Setelah kesadaran Fira yang selalu diharapkan, Mario langsung terburu-buru meninggalkan ruangan Fira. Sampai akhirnya yang Fira lihat pertama kali adalah pintu yang terbuka dan punggung yang menjauh.
☀☀☀
Tolong berikan tanggapan kalian dong setelah membaca Speranza sejauh ini. Aku ingin evaluasi agar suatu kesalahan tidak terulang.
2 Januari 2018
19 Februari 2018
-Fan-
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top