37 || Kejujuran Vino ☀

Menuduh seseorang tanpa bukti adalah hal yang buruk dan sungguh kejam.

🌹🌹🌹

Fira berlari memasuki rumah Vino. Fira mengabaikan teriakan Tante Hilda yang terus bertanya ada apa. Fira ingin segera menemui Vino.

Tadi setelah Mario mengantarkan Fira sampai depan rumahnya, Mario mengucapkan sederet kata yang mampu membuatnya terbang, bahagia, sekaligus takut. Mario hanya ingin mengikuti alur yang dibuat seseorang agar Fira dan Mario berjauhan. Dan Mario sedang menyusun rencana agar mereka --Fira dan Mario-- tenang dari ancaman seseorang.

Mario masih menyayangi Fira.

Fira turun dari motor Mario dengan kaki gemetar mengingat ini adalah terakhir kalinya Mario dekat dengannya. Hati kecilnya ingin menahan Mario tetap di sampingnya sebagai sahabat, teman dan kakak. Tapi, Fira tahu, hal itu tidak dapat dipaksakan.

Mario tersenyum, tangannya terulur mengacak rambut Fira yang sebenarnya sudah berantakan karena terpaan angin sore.

Fira mematung diperlakukan demikian oleh Mario. "Mar," tegur Fira berusaha menghentikan aktivitas Mario.

Mario menggeram dan menarik tangan Fira agar tubuhnya mendekat ke arah Mario. "Gue gak sanggup jauh dari lo, Fir," gumamnya hampir menyerupai bisikan di telinga Fira.

Tangan Fira bergetar, ia bingung harus menjawab apa. Tadi Mario mengatakan ia akan pergi dan tidak ingin Fira mengenalnya lagi. Mario bilang, ini semua adalah awal dari melupakan kenangan.

"Mar, lo kenapa?" tanya Fira ragu.

Mario mendadak gelisah, ia menoleh ke sekelilingnya seperti mencari sesuatu. Mario menunduk dan berbisik sedikit kepada Fira. Mengucapkan 3 kata yang mampu membuat Fira tersenyum senang sekaligus bingung.

"You are Mine, Fir. Jangan dekat sama cowok lain selagi jauh dari gue, mulai sekarang, siapin hati lu untuk terluka atas kepura-puraan gue. Tapi kali ini gue gak akan biarin lu terluka sendirian, karena gue juga akan terluka." bisik Mario di telinga Fira.

Fira menegang berusaha mencerna setiap kata yang keluar dari mulut Mario. Sederhana namun cukup membuatnya mutar otak.

Mario mengelus pelan rambut Fira. "Papa mau gue dekat sama Nabila, Inayah, dan Ellen untuk beberapa lama. Ini semua gue lakuin demi keselamatan lu. Gue gak mau lu celaka seperti dua tahun lalu. Tunggu gue ya?"

Fira masih kesulitan mencerna setiap kata yang Mario keluarkan. Jadi, sebenarnya apa yang Mario rencanakan?

"Lu tanya se-detail mungkin sama Vino, dia tahu semua alasan gue jauhin lu untuk sementara. Dan gue mohon, tunggu gue, Fir. Sedikit lagi ... semua akan selesai," Mario mengatakan semua apa yang ada dipikirannya.

Fira diam berusaha menelaah arti setiap kalimat. Fira menyentuh bahu Mario karena tidak sanggup menahan berat tubuhnya.

"Gue bingung," hanya kalimat itu yang keluar dari bibir Fira.

Mario tersenyum lalu membawa tubuh Fira ke sisi tubuhnya. Memeluk Fira dari samping, menenggelamkan wajahnya di lekukan leher Fira. Fira hanya diam di dalam pelukan Mario yang menurutnya sangat nyaman.

Fira tersenyum, Mario tidak benar-benar pergi. Ini hanyalah bagian dari rencana. Fira berusaha mengerti.

"I Love You, Zha." bisik Mario sebelum melepas pelukannya.

Fira membuka mulut hendak membalas ucapan Mario, tapi langsung dihentikan oleh Mario dengan suaranya.

"Izin ayah sana! Gue antar lo ke rumah Vino!"

"Ngapain?"

Mario terkekeh. "Butuh penjelasan gak?"

Fira mengangguk layaknya burung pelatuk. "Butuh,"

Fira kembali tersenyum mengingat perlakuan Mario. Manis. Tidak ada bicara singkat, tidak ada wajah datar, yang ada hanya wajah ketakutan dan suara bergetar.

Fira paham, masalah yang hadapi bukanlah suatu masalah yang besar, melainkan masalah nama baik. Fira yang pernah dijadikan bahan taruhan, Mario yang difitnah meniduri Nabila, Rendi yang dianggap orang suruhan pelaku sebenarnya, sampai Lintang yang juga ikut terlibat dalam masalah ini. Lintang dan Martin adalah sahabat saat SMA tapi semenjak Fira dan Mario bertengkar, mereka ikut menjaga jarak.

"Lo ngapain sih, Kak? Berisik banget malem-malem." ujar Vino yang bersandar di kusen pintu.

"Masuk." ucap Fira seraya melangkah masuk kamar Vino melewati sang empu kamar begitu saja.

Vino mengeluarkan napas pasrah dari mulutnya. "Serasa ini kamar punya lo, ya,"

Fira diam dan memilih duduk di kasur Vino yang berukuran king size dan sangat lembut. Fira bingung harus memulai percakapan dari mana, sampai akhirnya ponsel Vino berdering menandakan ada panggilan masuk.

Vino meraih ponsel yang berada di samping Fira. Ia langsung menggeser tombol hijau di layar, dan langsung menempelkan ponselnya di telinga.

"Halo, Mar, kenapa?"

"....."

"Ngapain?"

"...."

"Semuanya?"

"...."

"Emang gak--- oh iya-iya gue jelasin. Oke!"

Fira diam menyimak Vino dengan seseorang yang ia yakini adalah Mario.

"Sahabat lo posessif," ucap Vino lalu terkekeh.

Fira mengangkat bahunya. Vino duduk di samping Fira lalu membawa tangan Fira ke genggaman tangannya.

"Kunci dari masalah lu adalah melihat, mendengarkan, dan percaya akan kata hati lu." ucap Vino.

Fira mengangguk.

"Seseorang yang berniat jahat sama lu dan Mario dari awal adalah Om Martin, Papa-nya Mario,"

Fira menegang begitu Vino langsung mengatakan pelaku sebenarnya. Fira pikir Vino tidak tahu, hanya dirinya yang mengetahui kebenaran tersebut. Tapi ternyata adiknya ini jauh lebih tahu dari dirinya.

"Maaf, gue gak ngasih tahu lu karena gue pikir ini adalah masalah lu. Gue cuma bisa menghindari hal-hal buruk yang mungkin aja menimpa lu kalau Om Martin berbuat nekad,"

Fira hanya mampu diam dan mengangguk, membiarkan Vino mengatakan apa yang ingin ia katakan. Walaupun sebenarnya Fira sudah mengetahuinya, kecuali di bagian rencana Mario dan perubahan sikap Mario belakangan ini.

"Om Martin melakukan ini atas tujuan balas dendam sama Pa'de Lintang,"

Fira membuka matanya lebar-lebar begitu mendengar motif Martin.

"Om Martin sama Ayah bukannya sahabat?"

Vino menggeleng. "Itu dulu, sebelum Tante Olin meninggal,"

Fira semakin membuka matanya dan mencari kebohongan dari mata Vino, tapi ia tidak menemukannya. Ini murni sebuah kejujuran.

"Tante Olin, Mama-nya Mario?"

Vino mengangguk lalu tersenyum getir. "Tante Olin ternyata selama hidupnya, beliau masih menyayangi Pa'de Lintang,"

"Gue kira, mereka udah move on."

"Pa'de Lintang sudah melupakan Tante Olin, Pa'de Lintang sangat mencintai Bu'de Endang. Fir, cinta orang dewasa berbeda dengan cinta anak remaja, mereka cenderung menaruh hati mereka terlalu dalam,"

Fira mengangguk enggan untuk melanjutkan percakapan tentang masa lalu orangtua-nya dan orangtua Mario. Baginya semua sudah selesai, dan tidak perlu dilanjut.

"Kenapa lo bisa tahu?"

Vino tersenyum. "Anggaplah gue seorang penulis yang menulis kisah kalian dari sudut pandang orang ketiga serba---"

"Jangan berlebihan!" peringat Fira seraya memukul lengan Vino.

Vino tertawa melihat ekspresi kesal Fira yang menurutnya sangat lucu.

"Lanjutin, ih!"

Vino menarik napas dalam lalu membuangnya. "Mario selama ini gak bermaksud nuduh Pa'de Lintang dan Rendi, tapi lo yang selalu motong semua penjelasan dia,"

Fira mengangguk. "Iya, gue tahu, gue salah,"

"Mario selama ini selalu mengira bahwa lu benci sama dia, tapi gue selalu berusaha membuat Mario merasa lu itu peduli sama dia, lu itu sayang sama dia. Tapi sayang, Mario meragukan semua ucapan gue,"

Fira menunduk berusaha menahan dadanya yang mulai sesak karena mengingat semua perlakuannya dulu kepada Mario. Mengabaikan, mendiamkan, dan membentak Mario.

"Vin, kenapa Mario memilih pergi saat itu?"

Vino menggenggam erat tangan Fira berusaha menyalurkan kehangatan dari telapak tangannya.

"Karena Mario ingin melindungi lu dari semua bahaya yang akan datang,"

Fira menggeleng. "Tapi, waktu itu, ucapan dia, cara dia ngomong sama gue, seolah dia emang udah capek sama gue dan mau ninggalin gue, Vin."

Vino melepas genggaman tangannya. Memegang kedua bahu Fira.

"Mario selalu punya seribu satu cara untuk membuat dunia lo berputar,"

Fira mengangguk membenarkan ucapan Vino tepat ketika air mata menetes dari sudut matanya.

"Mario selalu ada buat lo, Fir, jangan pernah ngerasa kalau Mario itu jauh dari lu. Karena yang sejauh langit terkadang sedekat nadi,"

Bolehkah Fira menangis karena merasa beruntung dikelilingi oleh orang-orang yang begitu sayang padanya?

☀☀☀

Fira duduk di balkon kamarnya ditemani secangkir teh dan satu novel tebal miliknya. Fira menatap langit dengan tenang, bintang malam ini tidak terlalu banyak tapi bulan bersinar begitu terang.

Sejak pulang dari rumah Vino, Fira hanya berdiam diri di balkon kamarnya. Memikirkan segala kemungkinan yang terjadi pada dirinya dan juga Mario ke depannya nanti. Bisakah Fira melewati masa sulit seperti ini dan menunggu Mario kembali ke sisinya?

Mario begitu baik padanya selama 4 tahun, dan Fira mengabaikan kehadiran Mario hampir 3 tahun lamanya. Seandainya Fira tidak menuntut kejujuran Mario dan tidak pernah memotong ucapan Mario, mungkin sekarang Fira sudah tenang tidak dihantui rasa bersalah seperti ini.

"Mario akan terus memperjuangkan lo, Fir. Bukan untuk status tapi untuk sebuah hubungan yang lebih dari sekedar status. Mario ingin terus melindungi lu, menjaga lu, dan selalu di samping lu, walaupun dia bukan pacar lu,"

"Mario anak yang baik, Fir. Gue yang lebih tua dari dia aja gak pernah ada pikiran untuk menjaga dan melindungi seseorang sampai begitu nekad, melawan semua ucapan Papa-nya, hanya karena lu Fira, orang yang menurutnya spesial dan patut dilindungi,"

"Mario gak menuntut suatu hubungan sama lo, Fir, tapi Mario ingin kalian itu terus dekat sampai Allah memberi izin kepada Mario untuk bersama lu,"

Fira meneteskan air mata mengingat semua kalimat yang keluar dari mulut Vino beberapa jam lalu.

"Dan sekarang lu berpura-pura menjaga Nabila, Ellen dan Inayah," gumam Fira.

"Boleh gue bersikap egois? Gue gak mau lo sama mereka, Mar," lirih Fira.

"Selama ini yang dia lindungi lo, Fir. Hanya lo, bukan Nabila, Ellen ataupun Inayah yang sama sekali gak dia kenal. Saat lo dihukum di ruang musik, alasan Mario menunggu dan memperhatikan bukan karena disuruh Ms. Yuli, tapi itu karena Mario yang meminta kepada Ms. Yuli untuk menjaga kalian, dan Mario gak mau lo sampai dijahati sama Nabila. Alasan Mario menyuruh Nabila ke kelas, bukan karena ia peduli kepada Nabila, tapi dia gak mau lu kerja sendirian, dia memilih untuk mengerjakan tugas Nabila karena dia pedulinya sama lo,"

"Lo boleh bilang, lo gak percaya, karena saat itu Mario ngomong lembut banget sama Nabila tapi sama lo judes, ketus, singkat. Itu dia sedang menahan diri, karena Nabila berdiri memperhatikan kalian dari balik pintu,"

Fira merasa tangisannya semakin lama semakin kencang. Fira benar-benar mampu menahan diri selama di rumah Vino agar tidak menangis, tapi di rumah. Fira menangis hanya karena mengingat semua perkataan Vino.

Mario begitu perhatian kepada Fira.

"Ingat surat yang gue kasih buat lo?"

Fira mengangguk.

"Surat itu gue yang tulis, jadi gue selama ini mengirimkan kalian surat sebagai surat pengganti dari Om Martin. Om Martin selalu memberikan surat selama beberapa bulan sekali dan itu berisikan sebuah ancaman untuk lo dan Mario, karena gua gak mau menambah beban pikiran kalian, akhirnya isi suratnya gue ganti supaya Mario terus melindungi tanpa lengah, dan lu juga seolah menerima dilindungi sama dia. Dan kata MINE di surat terakhir, itu adalah inisial nama seseorang yang harus lo hindari, dan Mario harus jaga lo agar lo gak dekat dengan mereka. Martin, Inayah, Nabila, dan Ellen."

"Saat Mario menyuruh lo berhenti setelah lo ngomong apa yang gue suruh. Itu karena Mario sempat berpikir itu bukan karena perintah surat itu, tapi karena emang lu mau ngomong itu. Sampai akhirnya dia mengaku dia salah dalam menyikapi. Dia kembali ke sekolah setelah ia menemui Papa-nya di SMA Bakti Nusa untuk menemui lo, dan mengatakan apa yang mau dia katakan. Tapi, saat ia menuju ke sekolah, dia jatuh, Fir, dari motor."

Fira semakin terisak bahkan Fira sampai meremas novel di pangkuannya. Mario-nya tidak pernah berhenti berjuang yang seperti Fira pikirkan.

Fira ingin rasanya berlari ke rumah Mario lalu memeluk Mario begitu erat, ia tidak menyangka di balik sifat angkuhnya Mario selama ini. Mario selalu melindunginya jauh dari yang Fira bayangkan. Dan yang membuat Fira terkejut lagi adalah Mario berdiri di depan gerbangnya menatap ke balkon kamarnya.

Terima kasih, karena sudah melahirkan Mario, Tante Olin. Maafin Fira yang pernah jahat sama Mario. Anak Tante sangat baik dan penyayang. Fira merasa beruntung bisa mengenal Mario. Cowok cuek, dingin, tidak peduli, dan penuh rahasia.

Fira tersenyum menatap langit lalu kembali menatap Mario yang masih setia berdiri di sana.

☀☀☀

Hayo nyesel gak udah bilang Vino pelakunya?

Untuk bukti kenapa Martin pelakunya, nanti aku ungkap di bab berikutnya ya:)


15 Desember 2017
14 Februari 2018
-Fan

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top