36|| M I N E ☀
Terkadang, ada kalimat yang begitu menyenangkan bila didengar, dan menyakitkan bila diingat. Contohnya:
I Love You.
☀☀☀
"You are mine,"
Bumi seolah berhenti berputar, jam berhenti berdetak, dan angin berhenti berhembus. Mario merasa dunia berputar di bawah kakinya, ia terbang jauh menembus awan. Mario merasa bahagia, bahkan sangat bahagia.
Fira membuang muka saat melihat Mario yang tersenyum senang hanya karena mendengar 3 kata 1 kalimat memiliki arti. Hati Fira berdesir melihat senyuman Mario. Senyuman yang hanya ia lihat di saat tertentu.
Mario menunduk menatap Fira, lalu tertawa kencang. "Stop it, please." tuturnya pelan.
Fira menegang, suara selembut kapas namun mampu menusuk hati. Fira menahan napas hanya karena Mario menyuruhnya berhenti. Fira merasa jatuh untuk kesekian kalinya.
Mungkin benar adanya, Mario yang dulu memperjuangkannya akan pergi darinya. Meninggalkan serpihan kenangan dan goresan luka.
Mario melihat tatapan sendu Fira yang mencerminkan seberapa sedihnya ia mendengar perkataan Mario.
"Fir, jangan menciptakan suatu harapan jika kamu sendiri tidak tahu akhirnya," ucap Mario tegas.
Fira meremas roknya gemas. "Kenapa?"
"Berhenti." tegas Mario lalu meninggalkan Fira seorang diri di taman belakang sekolah.
☀☀☀
Fira duduk merenung di dalam kelas. Mood-nya tidak baik-baik saja setelah Mario menyuruhnya berhenti. Bukan Fira namanya jika memikirkan Mario adalah sesuatu hal yang menganggu konsentrasi belajarnya.
Selama kegiatan belajar mengajar berlangsung, Fira tetap mengikuti pelajaran tersebut dengan seksama. 'Tak jarang ia menjawab pertanyaan yang terlontar dari guru.
Emily yang duduk di samping Fira tidak berani menganggu ketenangan dan kesendirian Fira. Hanya sesekali menegur Fira lalu kembali memperhatikan Fira.
"Fir, makan dulu, nanti sakit lagi," ucap Emily pelan.
"Enggak," jawab Fira singkat.
Emily mengeluarkan napas lelah. "Jadi ceritanya, sekarang lo kena karma?"
Fira mengangkat bahu. "Bisa jadi," sahutnya.
"Fir, sebenarnya lo sayang gak sih, sama Mario?".
Fira menoleh.
"Menurut lu, gue merhatiin dia dari jauh, jalan di depan dia tanpa menghindar, dan memberikan kotak makan setiap hari, itu bukan sayang?" ucapan Fira membuat Emily terkejut.
Sejak kapan Fira memberikan kotak makan kepada Mario? Jika dia sendiri saja tidak membawa kotak makan? Apa selama ini kotak makan yang Dika berikan kepada Mario itu dari Fira?
Berbagai pertanyaan muncul di kepala Emily, Emily merasa menjadi sahabat yang tidak berguna dan tidak berarti. Bagaimana mungkin ia tidak mengetahui tentang sahabatnya. Emily yang tidak benar menjadi sahabat atau Fira yang terlalu misterius?
"Kenapa gue enggak tahu?"
Fira mengangkat bahu, lalu bangkit berdiri begitu melihat Mario dan Dika keluar dari kelas. "Ayo latihan!" ajak Fira.
Bel pulang sekolah baru saja berdering dan murid langsung berteriak heboh. Mereka berbondong-bondong melangkah hendak meninggalkan kelas.
Fira merasa hatinya berdenyut. Jika biasanya Mario duduk diam sampai Fira keluar kelas, kini sekarang terbalik. Fira yang duduk diam sampai Mario melewati mejanya.
Fira keluar kelas dengan terburu-buru, berusaha mengejar langkah Mario. Tapi pemandangan di koridor lantai satu membuat semuanya berhenti, Mario dan Nabila berjalan bersampingan membiarkan siswa-siswi lain berbisik tentang mereka.
Kaki Fira melemas, Mario-nya benar-benar telah pergi. Jangan jadikan seseorang yang baik menjadi jahat karena berada di antara kalian.
Fira mengulas senyum berharap satu senyuman mampu mengangkat beban yang ia terima sekarang. Ia sangat paham, semua telah terlambat.
Fira meremas kuat tali tas punggungnya. Fira menyesal tidak memberikan kesempatan bagi Mario jauh sebelum Nabila berada di sini.
Jadi, cukup sampai sini perjuangan lu, Mar?
Fira berusaha menahan diri agar tidak berlari menuruni tangga dan menghadang mereka berdua. Hati Fira terkikis secara perlahan, Fira tidak terima dengan keputusan Mario yang memilih pergi.
Fira melangkah lemas menuju ruang tari, ia butuh pelampiasan untuk menutupi luka yang terus terbuka semakin lebar bahkan sebelum ia berhasil menutupnya. Jadi, ini rasanya tidak dilihat dan tidak dianggap.
Sekarang Fira mengerti mengapa Mario lebih terluka. Fira hanya perlu menahan diri agar luka tertutup tapi Mario membiarkan luka terbuka dengan berjuang dan terus bertahan.
Terima kasih atas perjuanganmu. Fira menelan salivanya kasar.
"Kak," tegur salah satu adik kelasnya begitu Fira memasuki ruang tari.
"Hari ini saya izin dulu, ya, tolong sampaikan kepada Emily," tutur Fira lalu berbalik melangkah meninggalkan ruang tari.
☀☀☀
Kejadian yang tidak pernah Mario duga sebelumnya, Fira mengatakan bahwa dirinya adalah milik Fira. Sebuah kalimat yang sudah sejak lama ia harapkan, jauh sebelum semua masalah datang. Mario ingin berbalik, kembali memperjuangkan Fira. Tapi, ini baru awal dari menyelesaikan suatu masalah.
"Mario sudah menemui Ellen," tutur Mario kepada sang Papa, Martin.
Martin tersenyum. "Bagus. Bagaimana menurutmu?" tanya Martin singkat.
Mario mengedarkan pandangannya ke dinding bercat putih dan juga hiasan-hiasan yang terpampang di ruang kerja Martin.
"Tidak ada yang lebih baik dari Fira," jawab Mario.
Martin melipat tangannya di atas meja. Menatap anak semata wayangnya dengan begitu serius. "Papa dengan senang hati akan memindahkan kamu ke SMA Bakti Nusa jika kamu masih berhubungan dengannya." tegas Martin.
Mario mengulas senyum sinis untuk sang Papa. Papa dan dirinya tidak akan pernah sejalan. Mario paham itu.
"Mario bersama Nabila," balas Mario.
Martin tersenyum.
"Bagus. Setelah bertemu Ellen, kamu harus menemui Inayah," ucap Martin.
Mario terkekeh lalu menatap Martin. "Papa lagi buka biro jodoh?"
Martin menggeleng. "Semua untuk kebaikan kamu,"
Mario mengangguk. "Ya. Semua orangtua selalu menginginkan yang terbaik untuk anaknya, tanpa memperdulikan perasaan anaknya." Mario dengan beraninya membalas setiap kata yang dikeluarkan Martin.
"Mario, kamu adalah penerus Papa. Papa tidak ingin kamu merasakan apa yang Papa rasakan,"
Mario melirik jam tangan yang melingkar di tangan kanannya, lalu bangkit berdiri dan membungkuk hormat. "Maaf, Pak Martin, sudah waktunya saya kembali ke SMA Taraka." ucap Mario formal.
Tok. Tok. Tok.
Mario dan Martin menoleh secara bersamaan ke arah pintu yang perlahan dibuka dari luar. Dan muncullah sosok perempuan yang memakai seragam putih kotak-kotak memasuki ruangan kepala sekolah. Ya, Martin adalah kepala sekolah SMA Bakti Nusa.
"Selamat sore, Pak. Apa benar Bapak memanggil saya?" tanya perempuan itu sopan.
Mario memundurkan kursi yang ia duduki lalu melangkah mendekati pintu, menggeser bahu perempuan tadi agar tidak menghalangi jalannya dan Mario melengos pergi.
"Pulanglah dengannya, Ellen. Papamu tidak dapat menjemput," ucap Martin.
"Baik, Pak."
Ellen membungkuk lalu keluar ruangan dan berlari mengejar Mario yang melangkah lebar meninggalkan area sekolah SMA Bakti Nusa.
"Mario!"
Mario berhenti melangkah dan menoleh ke belakang. Mario kembali memperhatikan ponsel yang sejak tadi menampilkan fitur Ojek online.
Ellen berlari mendekati Mario dan motor merahnya. "Gue di suruh pulang sama lo,"
"G."
"Tapi--"
"B-jek udah di depan. B 4326 EZR." ucap Mario cepat lalu menaiki motornya dan langsung menancap gas agar segera pergi dari sana.
Ellen mencibik kesal karena ucapannya sama sekali tidak ditanggapi oleh Mario. Ellen tersenyum, setidaknya Mario memesan Ojek Online untuknya. Itu tandanya ia peduli.
Ellen melangkahkan kakinya menuju gerbang sekolah, mencari motor dengan plat nomor B 4326 EZR. Begitu ia menemukan motor tersebut, Ellen tersentak kaget karena bukan Ojek Online lah yang menjemputnya, melainkan mantan pacarnya. Alexander.
"MARIO GILAAAAAA!!!!!"
☀☀☀
Mario menelusuri koridor sekolah yang mulai ramai oleh siswa-siswi yang baru saja selesai kegiatan extrakurikuler. Mario melangkahkan kakinya mendekati Emily dan Zahra yang baru saja keluar ruang tari. Mata Mario mengedar ke sekeliling mereka mencari sosok yang sedang ia cari.
"Lo nyari Fira?" tebak Emily.
Mario mengangguk.
"Fira izin enggak ikut latihan hari ini," jawab Emily.
"Kenapa?"
Emily mengangkat bahunya tidak tahu. Emily meneliti penampilan Mario dari ujung kepala sampai ujung kaki. "Lo habis jatuh?" tanya Emily.
Mario mengangguk singkat, lalu berbalik badan dan berlari dengan kaki kanan yang sedikit terseok-seok.
"FIRA ADA DI TAMAN KOMPLEK!" teriak Emily berusaha membantu Mario dengan menyebutkan dimana Fira berada.
Mario terus berlari melupakan rasa sakit disekujur tubuhnya karena baru saja terjatuh dari motor ketika ia ingin ke SMA Taraka. Tidak ada yang parah menurut Mario, hanya luka ringan di bagian tangan serta kakinya.
Mario kembali menancapkan gasnya dengan kecepatan di atas rata-rata. Ia harus menemui Fira secepat mungkin.
Sesampainya Mario di taman ia langsung menemukan Fira. Fira duduk termenung menghadap danau, bahunya bergetar dan kepalanya bergerak naik turun seiring gerakan tangannya yang mengusap wajah.
Mario tahu, Fira menangis karena ucapannya. Mario turun dari motor dan melangkah tertatih ke arah Fira. Mario menyampirkan jaket yang tadi ia kenakan ke bahu Fira.
"Jangan nangis. Jelek." tutur Mario mampu membuat Fira menegakkan tubuhnya karena terkejut.
"Kok lo di sini?" ucap Fira dengan suara bergetar.
Mario mengangguk. "Iya. Boleh gue duduk?"
Fira mengedipkan mata berkali-kali. Mario benar-benar mampu membuat dirinya jatuh bangun hanya karena ucapan dan tingkahnya yang berubah-ubah.
"Ngapain?" tanya Mario singkat.
Fira mengangkat bahu lalu menghapus jejak air matanya yang masih membasahi pipi. Mario duduk di samping Fira dengan jarak yang lumayan jauh.
"Kangen," lirih Fira.
Kini gantian Mario yang menegakkan tubuhnya. "Buat apa?"
"Ha?"
"Buat apa kangen kalo faktanya kangen itu tidak terbalaskan?" jawab Mario.
Fira menggigit bibirnya kuat, ia tidak menyangka Mario akan mengatakan itu. Yang secara tidak langsung mengatakan bahwa ia tidak merindukan Fira juga.
"Lupain tentang kita," sambung Mario berusaha mengembalikan kesadaran Fira.
Fira mengangguk, otaknya belum kembali ke tempatnya berada.
"Dan, jangan pernah bilang you are mine ke gue, ataupun ke cowok lain." ucap Mario tiba-tiba.
"Kenapa?" tanya Fira penasaran.
"Karena yang seharusnya mengatakan itu cowok bukan cewek," balas Mario seraya mengangkat bahunya 'tak acuh.
Fira memperhatikan Mario dari dekat, ada luka di tangannya, seragam yang ia kenakan juga sedikit kotor. Fira melirik lengan jaket yang menutupi sebagian tubuhnya, ada bercak cokelat yang ia yakini karena terjatuh ke tanah.
"Lo jatuh?" tanya Fira hati-hati.
Mario menggeleng. "Enggak, tadi habis nolongin kucing kecebur got,"
Fira ingin tertawa tapi wajah Mario terlampau serius. "Kok celana lo robek?"
"Iya tadi nyangkut kena paku," balas Mario.
Fira ingin sekali tidak percaya, tapi Mario seolah memaksanya untuk percaya.
"Kenapa luka-luka?"
Mario berdiri dengan mennghentakkan kakinya terlebih dahulu. "Berhenti peduli sama gue, Fir!" ucap Mario hampir menyerupai bentakan.
"Luka lo harus diobati, Ma--"
"Berhenti, Fir! Berhenti! Sebelum semuanya semakin rumit!" Mario terus berbicara layaknya membentak Fira.
Nyali Fira menciut karena suara Mario, beruntung taman ini selalu sepi pengunjung.
"Dan gue harap lo berhenti melakukan apa yang tertulis di surat yang dikirim Vino!" ucap Mario tegas.
Fira dilanda kebingungan yang teramat luar biasa. "Kenapa?"
"BERHENTI!! Berhenti untuk peduli sama gue, berhenti untuk dekat dengan gue, berhenti untuk berjuang, dan berhenti mengenal gue." ucap Mario dengan meneriakan kata berhenti di awal.
Fira tidak tahu harus merespon bagaimana setiap kalimat yang keluar dari mulut Mario.
"Untuk terakhir kalinya." Mario menarik napas dalam. "Pulang sama gue!"
Fira berusaha mencerna kalimat pertama Mario. Terakhir kali? Itu tandanya tidak akan ada kesempatan lagi untuk Fira? Semua telah selesai sampai sini?
Kaki Fira mendadak lemas tidak dapat digerakkan, tubuhnya lunglai 'tak kuasa menahan berat tubuhnya sendiri, kepalanya terasa berkunang-kunang.
"Jadi ini adalah akhir?"
Mario menggeleng. "Ini adalah awal. Awal untuk saling melupakan."
Jika ini adalah akhir, maka izinkan aku menikmati waktuku lebih lama dengannya.
Fira berharap dalam hati, dan semoga kali ini harapannya terwujud tidak sirna begitu saja.
"Darimana lo tahu gue dapat surat dari Vino?" Fira merutuki dirinya yang tidak mampu menahan rasa penasarannya.
"Sekarang waktunya lo pulang, setelah itu lo tanya sama Vino tentang surat."
Mario melirik Fira yang masih setia duduk di bangku taman. "Sekarang, Fira!"
Fira bangkit berdiri dengan terburu-buru dan melangkah meninggalkan Mario menuju motor Mario. Fira tidak menyadari bahwa Mario di belakangnya berjalan dengan tertatih dan terus meringis kesakitan karena sakit yang teramat luar biasa di bagian kakinya.
☀☀☀
Fansr
14 Desember 2017.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top