35|| Semakin Dalam ☀

Sekuat apapun pikiran menyuruh kita berbohong, jika hati sudah menyuruh kita jujur maka kita akan lebih memilih jujur. Itulah sebabnya ada kata 'Ikuti kata hati' bukan 'Ikuti kata pikiran'

☀☀☀

Mario pikir, menemui Fira di ruang kesehatan tidaklah salah. Tapi, ternyata salah, ia harus menahan semua gejolak perasaan yang memenuhi relung hatinya. Fira terus meracau di dalam tidurnya, menyebut namanya berulang kali, sampai Mario tidak tahu apa yang harus ia lakukan selain diam berdiri di samping ranjang yang ditempati Fira.

Di ruang kesehatan hanya ada Mario dan Fira, semua yang menemani Fira sebelum Mario datang telah kembali ke ruang kelas masing-masing.

Ada sedikit perasaan bersalah di benak Mario, namun ia berusaha menepis perasaan itu. Fira hanya kelelahan, tubuhnya terlalu banyak melakukan aktivitas hari ini. Namun, jauh dari pikiran Mario, Fira sedang dalam masa tidak baik-baik saja. Ia menahan lelah lahir batin, dan juga fisik.

Mario beringsut duduk di bangku yang tersedia di sampingnya. "Sampai kapan lo tidur?" ucap Mario lembut.

Andaikan Fira sedang tidak memejamkan matanya, sudah dapat dipastikan ia akan tersenyum senang.

"Cepat bangun."

"Mar--Mario," lirih Fira dalam tidurnya.

Mario tahu Fira bukan memejamkan mata karena sedang menikmati bunga tidurnya, tapi Fira pingsan.

"Gue di sini," jawab Mario.

"Mar, come back, please." Fira terus meracau tidak jelas.

Mario mengacak rambutnya kasar. Ia dapat melihat ketakutan di wajah Fira. Lo takut gue pergi dari lo? Atau lo takut karena gue akan menemui pelakunya?

"Gue di sini, Fir, di samping lo."

Setetes air mata mengalir dari sudut mata kanan Fira. Mario yang melihat itu langsung mengusap dengan ibu jarinya. "Bangun." ucapnya sedikit berbisik.

Fira semakin mengeluarkan bulir-bulir air mata dalam tidurnya.

Mario merasa dihantam ribuan ton batu karang, melihat Fira menangis ketika memejamkan matanya mampu membuat hatinya sesak. Kasih gue alasan kenapa lo nangisin gue?

Kepala Fira bergerak ke kanan ke kiri. Mario yang melihat ada tanda-tanda Fira sadar, ia langsung bangkit berdiri dan melangkah cepat meninggalkan ruang kesehatan. Dirinya enggan berbalik untuk memastikan Fira benar sadar atau tidak.

Fira tersenyum tipis lalu membiarkan air matanya turun semakin deras. Fira sebenarnya sudah sadar sejak Mario datang ke ruang kesehatan, namun Fira ingin mendengar sepatah kata dari mulut Mario yang membuktikan bahwa ia sebenarnya masih peduli. Dan, Fira mendapatkannya.

Bukan tanpa alasan Fira melakukan itu semua. Fira hanya ingin menguatkan hatinya bahwa Mario tidak benar-benar jauh darinya. Dan apa yang Fira lakukan tadi tidak sepenuhnya berbohong, ketika Fira tersadar tadi, Vino mengatakan bahwa ia terus menyebut nama Mario.

"Mar, kenapa lo pergi? Katanya lo ada di samping gue? Tapi sekarang? Hanya sisa wangi parfum lo yang ada di sisi gue?" lirih Fira di sela-sela tangisnya.

☀☀☀

"Fira tadi udah bangun! Dan lo bohongin gue?!"

Dika yang dibentak cukup keras oleh Mario hanya mampu menyandarkan tubuhnya ke dinding kamar Mario. Hubungan Mario, Andre dan Dika kian membaik kala mendengar penjelasan bahwa Mario selalu berusaha jujur kepada Fira.

"Dik! Gue gak ngerti kenapa lo selalu ikut campur masalah gue sama Fira?!"

Dika menggeleng. "Sumpah gue gak tahu kalau Fira udah sadar," ucapnya.

Mario membaringkan tubuhnya ke kasur. "Dia nangis, dan saat itu gue sadar kalau dia pura-pura pingsan. Matanya berkedut seolah memaksanya untuk membuka mata." ucap Mario seraya menutupi wajahnya dengan lengan.

Andre terkekeh. "Jadi, sekarang lo mikir dia bohong?"

"Ya jelas itu bohong. Ngapain pura-pura gitu," kesal Mario.

Dika melangkah duduk di sisi ranjang Mario. "Mungkin dia mau lo ada di sampingnya," ucapnya lembut.

"Dan dia sudah mendapatkannya." jawab Mario.

Dika mendekat ke arah Mario, menggeser kaki panjang Mario dan duduk di sampingnya. "Lo beneran mau bikin dia lupain semua tentang lo?" tanya Dika sangat penasaran.

Andre hanya mendengarkan dan membiarkan Dika yang terus menginterogasi Mario. Karena sifat kepo bukan ada pada dirinya, tapi sudah mendarah daging pada tubuh Dika. Dia dapat menjadi wartawan dalam sekejap mata.

"Enggak." jawab Mario singkat.

Dika tersenyum. "Yaudah, semoga ini keputusan yang terbaik."

Mario mengangguk sebagai jawaban.

☀☀☀

Seandainya kau tahu,
Aku di sini,
Berdiri di belakangmu,
Tapi seolah tidak terlihat olehmu.

Dimana kamu? Dimana hatimu?

Mana kamu yang dulu berada di belakangku, melindungi dari jauh.
Mana kamu yang dulu berada di sampingku kala aku merasa kesulitan.

Apa ini sebuah karma?
Atau sebuah penyesalan?

Sekarang, aku berdiri tanpa ada seseorang di belakang ataupun di sampingku. Seseorang yang menjagaku seperti kamu.

Fira menghentikan gerakan pena yang menari di atas lembaran putih. Fira menunduk dan menjatuhkan kepalanya di atas tumpukan lengannya di atas meja belajarnya. Waktu sudah menunjukkan pukul 12 malam, tapi Fira belum juga mengantuk.

Fira menatap lembaran kertas yang terbuka di hadapannya. Perasaannya perih mengingat perjuangan Mario dulu. Perjuangan yang menurut Mario telah disia-siakan.

"Lo mau ke mana?" tanya Mario masih mengikuti langkah Fira.

"Bukan urusan lo." singkat Fira.

Mario memilih diam dan terus mengikuti langkah Fira. Bahkan, Mario ikut masuk ke dalam angkot ketika Fira masuk ke dalam. Mario tidak masalah jika harus berdesakan dengan ibu-ibu atau bapak-bapak yang bau keringat. Baginya keselamatan Fira adalah nomor satu.

Saat itu, Fira sedang ingin ke toko buku sepulang sekolah. Fira mengabaikan keberadaan Mario yang terus berada di belakangnya. Fira berjalan berkeliling toko buku mencari sebuah novel yang menarik untuknya.

Pilihannya jatuh ke sebuah novel terjemahan yang berada di rak yang cukup tinggi. Fira memutar tubuhnya hendak meminta tolong petugas untuk mengambilkan novel tersebut. Tapi sayang, tubuh Mario menghalangi pandangan Fira ketika ia berbalik.

Mario mengambilkan buku yang Fira inginkan dan langsung memberikannya kepada Fira.

"Anggap gue mas-mas Gramed yang mau bantu pembeli," ucap Mario kemudian berbalik dan melangkah ke rak novel lain.

Fira tersenyum.

Mario mengikuti Fira 'tak sampai toko buku, bahkan ketika Fira mampir ke sebuah kedai pecel lele di pinggir jalan, Mario tetap mengikutinya. Mario memilih kursi yang 'tak jauh dari Fira. Mario memesan apa yang Fira pesan, memastikan semuanya aman untuk dimakan. 'Jika Fira sakit, gue juga.' Begitulah menurut Mario.

Mario menghabiskan makanannya lebih cepat dari Fira, bahkan Mario juga membayar semua pesanan Fira.

Fira kembali menggoreskan penanya atas lembar berikutnya. Hatinya sedikit sesak begitu menyadari sebenarnya dirinya dan Mario saling memperhatikan dalam diam.

Tak sadarkah kamu?
Bahwa sebenarnya selama ini aku juga melakukan apa yang kamu lakukan padaku.
Yakni; berjuang.

Fira memilih untuk menutup bukunya lalu berjalan ke arah kasur, berharap malam ini ia dapat tidur nyenyak. Fira merebahkan tubuhnya dan mulai memejamkan matanya. Jika dulu aku membenci mimpi tentang Mario, kali ini, mimpi itu adalah mimpi indahku.

☀☀☀

Mario dan Dika berjalan bersamaan memasuki area sekolah. Hubungan keduanya terlihat baik-baik saja. Dika tidak menuntut Mario untuk segera berbaikan dengan Fira dan Dika tidak mengorek semuanya terlalu dalam. Dika tahu, Mario memiliki niat terselubung dengan menjauhi Fira.

Vino yang berada di parkiran hanya tersenyum melihat punggung Dika dan Mario tanpa adanya Andre di sana. Devan dan Rendi yang baru sampai parkiran langsung berjalan menghampiri Vino yang senyum-senyum sendiri.

"Kak Vin, gigi lo kering tuh nanti, ketawa terus." tegur Devan.

Vino menoleh ke arah kakak-adik yang sudah berdiri di sampingnya. "Gue lebih suka Dika yang nemenin Mario. Semua terlihat baik-baik aja jadinya, kalau ada Andre, Mario sama Kak Fira benar-benar terlihat musuhan," ucapnya.

Rendi mengangguk menyetujui kalimat Vino. "Diamnya Andre, terkadang berhasil membuat Mario melakukan apa yang dia mau. Kalau dengan Dika, Mario bisa memikirkan akibat dari tindakannya." balas Rendi.

Devan hanya menatap keduanya bergantian. "Gue pikir, lebih baik ada Andre daripada ada Dika. Dika berisik banget soalnya," tambah Devan.

Vino mengangguk lalu tersenyum. Ia menepuk bahu Rendi dan Devan bersamaan. "Biarkan ini menjadi masalah mereka." Vino menoleh ke arah Rendi. "Semua sesuai sama keinginan lo, mereka berjauhan tanpa adanya campur tangan dari lo. Sekarang, dekati Kakak gue dengan cara yang baik," ucap Vino lalu merangkul keduanya untuk memasuki area sekolah.

Rendi terkekeh, mengikuti langkah Vino. "Fira terlalu sayang sama Mario, gue lihat kemarin dia sampai nangis depan Mario. Itu sudah membuktikan seberapa sayang dia sama Mario, gue gak bisa dekati dia hanya sebagai pelampiasannya aja. Dan gue pikir, gue ini cuma bagian dari masa lalu aja. Gue anggap ini karma buat gue," tutur Rendi yang berhasil membuat Devan melongo.

Rendi berusaha agar tidak terlihat lemah, walaupun hatinya terus meronta kesakitan. Rendi berusaha tersenyum.

"Lo sebenernya baik, Bang. Cuma mulut lo itu kadang membuat gue mikir, lo itu jahat."

Vino tertawa. "Abang lo satu ini, gak pernah macam-macam, Van. Kalau dia berani macam-macam, gue udah maju satu langkah buat menghalangi langkahnya dia. Dia dalam pengawasan gue," ucap Vino.

Sepanjang jalan menuju lantai dua, mereka terus saja meledek Rendi yang sedang berusaha melepas hatinya dari Fira.

"Bang, kalo misalkan gue yang sama Fira, lo setuju gak?" tanya Devan asal.

Tatapan horor dari Rendi mampu membuat nyali Devan menciut. "Gak, Bang! Gak jadi. Sumpah gue gak ada niat nikung lo." ucap Devan panik.

Vino dan Rendi tertawa menanggapi kepanikan Devan.

Saat mereka ingin menaiki anak tangga, tiba-tiba saja seorang gadis memakai seragam yang berbeda dengan SMA Taraka menghampiri mereka.

"Permisi, gue boleh nanya." ucap gadis itu.

Vino, Rendi dan Devan saling menatap seolah saling bertanya 'dia siapa?'.

"Gue Ellen dari SMA Bakti Nusa," ucap gadis tadi seolah tahu laki-laki di hadapannya bingung.

"Oh... Mau nanya apa?" tanya Rendi.

Ellen mengambil sesuatu dari balik punggungnya --Memasukkan tangannya ke dalam tas ransel-- lalu memberikan dua surat dengan amplop cokelat ke arah mereka.

"Kalian kenal Mario Ramadhan dan Zhafira Renata 'kan?"

Devan menatap amplop tersebut dengan seksama, seolah berharap bisa melihat isinya.

"Gue titip ini untuk mereka, jangan sampai ketuker ya. Di amplopnya sudah ada nama pemiliknya kok," Ellen seolah tidak mengizinkan salah satu dari mereka berbicara.

Ellen meraih tangan Rendi lalu meletakkan dua amplop tersebut di atas telapak tangan Rendi. "Terima kasih," ucapnya lembut lalu berlari meninggalkan mereka.

Ellen mengabaikan teriakan Vino, Rendi dan Devan yang menyerukan namanya seraya berlari mengejar dirinya. Ellen lebih dulu masuk ke dalam mobil begitu ia sampai di gerbang. Mereka kehilangan jejak Ellen.

"Itu siapa?" Devan membenarkan tas ranselnya yang sedikit merosot sehabis berlari.

Vino mengangguk. "SMA Bakti Nusa," sekolah yang dipimpin ayahnya Mario.

Vino mengambil alih dua amplop di tangan Rendi, lalu langsung berlari meninggalkan Rendi dan Devan menuju kelas Fira. Rendi dan Devan yang lelah berlari hanya membiarkan Vino mengambil alih semuanya. Mereka berjalan santai kembali menelusuri koridor.

Vino telah sampai di lantai tiga, dimana kelasnya berada. Vino mengambil napas lega karena amplop tersebut telah berhasil ia sembunyikan. Vino duduk di kursinya kemudian berkutat dengan dua lembar kertas.

Vino mulai menuliskan serangkaian kata di masing-masing surat. Setelah selesai, Vino langsung memasukkan kertas tersebut ke dalam amplop cokelat yang telah kosong.

"Gue gak mau ikut campur, tapi ini untuk keselamatan Kakak gue." Vino menutup amplop itu dengan gusar.

Tepat ketika Rendi menduduki kursinya, Vino bangkit berdiri dan melangkah keluar kelas. Kali ini, ia benar-benar memberikan amplop tersebut kepada penerima.

☀☀☀

Aku suka lihat kalian menebak-nebak😂
Ceritanya kemarin mau double update, tapi karena ada sesuatu yg lebih penting jadi hari ini ya aku up.

Semakin penasaran dengan apa yang terjadi? Pantengin terus ya:')

Ada yang kangen Emily gak?

11 Desember 2017
13 Februari 2018
-Fan-

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top