30|| Perjuangan Fira di Masa Lalu ☀
Tuhan tidak akan menguji umatnya di luar batas kemampuan.
🌹🌹🌹
Lintang menatap heran sang putri sulung, saat ia pulang malam hari dengan tatapan sendu dan mata yang begitu merah. Ingin rasanya ia bertanya, namun teringat kesalahan yang pernah Fira lakukan.
Hari demi hari berlalu, Lintang dan Endang masih mengacuhkan Fira. Hanya Gina yang masih menganggap Fira ada di sana.
Fira hanya mampu tersenyum, setiap kali melihat keluarganya berkumpul tanpa mereka. Fira akan mencari segala bukti agar ia kembali merasakan hangatnya kasih sayang seorang ayah dan ibu.
"Kak, sini kumpul," ucap Gina sembari menepuk karpet kosong di sebelahnya.
Fira diam menunggu jawaban yang akan dilontarkan ayahnya.
"Ayah enggak sudi duduk di ruangan yang sama dengan seorang anak yang tidak tahu diri," tegas Lintang.
Fira tersenyum singkat lalu berlalu menaiki anak tangga. Sakit rasanya tidak di anggap oleh keluarga sendiri.
Gina berlari menyamai langkah Fira, Gina memeluk tubuh Fira dari belakang. Gadis yang masuk menduduki Sekolah Dasar itu begitu menyayangi Fira.
"Kak, jangan lama-lama, ya, berantemnya sama Ayah, Bunda,"
Fira hanya mengangguk lalu melepas pelukan Gina dan berlalu menaiki tangga dan masuk ke dalam kamar.
Fira menatap pantulan dirinya did depan cermin. Fira melempar tasnya asal, Fira lelah. Fira duduk di lantai dan menekuk lututnya.
Lagi-lagi ia gagal. Ia gagal menemukan Mario dan ia gagal mencari bukti. Bukti kebenaran seakan lenyap bersamaan dengan hilangnya Mario.
"Mar, kenapa kamu menghilang di saat aku terpuruk?"
"Mana janjimu yang akan selalu ada untukku,"
Fira menangis di atas lekukan kakinya. Harapannya seakan sirna diterpa angin, tidak ada tanda-tanda bahwa Fira menemukan apa yang ia cari.
Fira merogoh saku celananya mencoba menghubungi Mario sekali lagi. Fira mengumpat saat operator yang menjawab panggilan tersebut.
Sudah puluhan cara Fira lakukan demi sebuah bukti untuk mengembalikan kepercayaan keluarganya yang sedang hilang.
Dan berpuluh kali juga ia gagal.
Fira tersenyum, berusaha mengusir pikiran negatif tentang Mario. Fira mencoba menghubungi Dika, berharap Dika sudah menemukan Mario.
"Dika, udah ketemu Mario?"
"...."
"Kalau udah, kasih tau gue, ya, Dik,"
"...."
"Serius? Kak Rendi tahu dimana Mario? Lu kata siapa?"
"...."
"Gue ke sana, Dik, tunggu gue,"
Fira mengakhiri panggilan lalu menghapus air matanya. Fira kembali memakai tas ranselnya dan melangkah ke keluar kamar. Lintang menatap tajam Fira saat Fira telah menginjakkan kakinya di tangga terakhir.
Fira menarik napas lalu mendekat ke arah mereka. Fira hendak salim dengan kedua orang tuanya, tapi tangan Fira ditepis kasar oleh mereka. Hanya Gina yang menerima uluran tangan Fira.
"Yah, Bun, Fira izin keluar ya, nanti kalau aku udah menemukan bukti, aku langsung kab---"
"Kamu pergi dari rumah ini sekalipun, saya tidak peduli!" potong Lintang.
Fira tersenyum berusaha terlihat baik-baik saja. "Terima kasih, Yah, Assalamualaikum..."
🌳🌳🌳
Fira telah sampai di tempat yang Dika sebutkan. Rumah kosong yang dipenuhi coretan, dan terlihat sangat ramai penghuni. Di dalam rumah kosong tersebut ada banyak remaja yang sedang menghabiskan waktu malam mereka dengan bersenang-senang.
Fira tidak mengerti apa yang mereka lakukan di tempat segelap dan semengerikan itu. Tapi Fira mengetahui sesuatu, ini adalah tempat maksiat. Begitulah pikiran Fira begitu turun dari ojek.
"Bismillah, semangat, semoga dapat jawaban," gumam Fira menyemangati dirinya dan berharap ia akan baik-baik saja.
"Fira!"
Fira menoleh ke belakang dan mendapati Dika yang sedang berlari ke arahnya. Dika menarik Fira sampai memasuki gang kecil dan lumayan jauh dari keramaian tadi.
"Lo gila?! Ngapain ke sini?! Ini bukan tempat anak baik-baik kayak lo, Fir! Kalau Mario tahu lo ada di sini, dia pasti marah besar sama lo!" omel Dika.
Fira tersenyum.
"Kalau memang kehadiran gue di sini, mampu mengembalikan Mario, maka gue lakuin," ucap Fira.
Dika menggeleng seraya menatap Fira. "Gila! Lo gila, Fir! Di sana, di dalam sana. Banyak orang-orang yang gak bener, mereka mabuk-mabukkan, berciuman, berpelukan, bahkan sampai bersetubuh, Fir! Itu tempat laknat, lo gak boleh datang ke sana lagi!" cerocos Dika tanpa rem.
Fira menunduk. "Gue butuh Mario, gue butuh bukti, Dik. Dibenci keluarga itu sangat menyakitkan," lirih Fira.
Dika terdiam. Ternyata alasan Fira nekat mendatangi tempat seperti itu hanya karena ingin mengembalikan semuanya.
"Ikut gue, gue tahu siapa yang salah,"
Fira langsung menatap Dika. "LO TAHU BUKANNYA KASIH TAU ISH!"
Dika menggaruk tengkuknya lalu menuntun Fira untuk ikut dengannya ke suatu tempat.
🌳🌳🌳
Fira menatap bingung ke arah Rendi yang sedang duduk di salah satu bangku taman. Tangannya sibuk memutar-mutar pensil, sedangkan kakinya sibuk menggerak-gerakan bola.
Perlahan Fira mencoba mendekati Rendi, seseorang yang sempat Fira sukai sebelum hadirnya Mario.
"Kak,"
"Ya?"
"Boleh duduk di sini?" tanya Fira sopan.
Rendi mengangguk lalu membiarkan Fira duduk di sampingnya.
"Kakak kenal Mario, 'kan?" Fira tidak ingin berlama-lama di sini, hari sudah semakin larut.
"Kenapa?"
"Hmm, apa Kakak tahu Mario ada di mana?"
Rendi terkekeh lalu menendang bola futsal sangat keras sampai menabrak dinding di seberang mereka.
"Kamu nyamperin aku, cuma untuk menanyakan Mario? Mario yang jelas-jelas sudah jahat sama kamu. Ngapain kamu mencari dia?" ketus Rendi.
Fira heran, bagaimana Rendi mengetahui semuanya.
"Aku wakil AMAPA, Mario ketua-nya, kita semua tahu busuknya Mario,"
Fira menggeleng kuat. "Mario baik, Mario enggak salah, Kak!"
"Oh, ya?" ucap Rendi meledek. "Buktinya dia sekarang lagi senang-senang tuh dengan Nabila di Bandung, tidur bareng malah," sahut Rendi dan hendak meninggalkan Fira.
Fira bangkit dan menahan tangan Rendi. "Nabila siapa, kak?"
Rendi menoleh lalu tersenyum. "Pacarnya Mario,"
Deg!
Ada segumpal perasaan yang menyatakan hati Fira terluka. Fira ingin tidak percaya, namun, Rendi lebih dulu menunjukkan foto kemesraan mereka yang terlihat tidur di satu ranjang yang sama.
Mata Fira membulat saat menyadari di foto tersebut, Mario dan seseorang yang disebut Nabila itu tidak memakai pakaian hanya tertutup selimut.
Matanya memanas seketika, Dika yang menyadari perubahan raut wajah Fira langsung berlari mendekat.
Dika mendorong bahu Rendi kuat-kuat sampai Rendi mundur beberapa langkah. "GUE BAWA FIRA KE SINI AGAR LO JELASIN APA YANG SEBENARNYA TERJADI!! BUKAN MEMBUAT SEMUANYA SEMAKIN SALAH!" teriak Dika di hadapan Rendi.
Fira menutup wajahnya dengan kedua tangannya dan mulai menangis sampai bahunya bergetar.
"Dik, gue mau pulang," lirih Fira.
Dika diam dan menoleh ke arah Fira lalu menoleh ke arah Rendi yang sedang tersenyum mengejek.
"APAPUN FOTO YANG LO TUNJUKIN KE FIRA GUE HARAP BUKAN FOTO MARIO DAN---" Dika menggantungkan kalimatnya, dan tentu saja itu menarik perhatian Fira.
"Dan siapa?"
"Dan Nabila," jawab Rendi.
Kaki Fira melemas, tubuhnya serasa melayang dan langsung jatuh ke jurang menghantam kerasnya batu-batu besar. Sakit namun tidak berdarah.
"Fir, itu semua ulah Rendi, sumpah, Mario gak senakal itu," bela Dika.
Fira menggeleng kuat-kuat, tangannya mengepal di samping tubuhnya.
"Gue kecewa sama Mario, gue butuh dia dan dia senang-senang di sana," lirih Fira.
"Fir, dengar, Mario dijebak,"
"Please, Dik. Antar gue pulang," pinta Fira.
Dika diam dan mengangguk, mereka melewati Rendi yang masih diam seraya meremas ponselnya.
🌳🌳🌳
Sesejuk angin, serindang pohon, setentram laut, dan seputih awan, kau begitu nyaman dan begitu menakutkan di sisi lain.
Fira mengetuk pintu rumahnya berkali-kali berharap ada yang masih membuka mata. Waktu sudah menunjukkan pukul dua belas malam, Fira yakin Lintang akan semakin marah.
Fira mencoba men-dial nomor orang tuanya, tapi tidak ada satupun yang aktif. Dika sudah pulang beberapa menit lalu, dan sekarang hanya Fira seorang diri. Berdiri di depan pintu, berharap ada yang membukakan pintu untuknya.
Waktu terus berjalan, dan Fira masih diam duduk di lantai teras rumahnya dengan kaki yang tertekuk di depan dada. Fira menangis menumpahkan segala rasa sakit yang ia terima.
Dia yang Fira harapkan telah menghilang. Dia satu-satunya harapan Fira untuk mengembalikan kepercayaan orang tuanya. Dia yang terlibat dalam masalah ini.
Fira menatap layar ponselnya yang telah mati sepuluh menit lalu. Tidak ada harapan baginya untuk dapat menghubungi kedua orang tuanya. Fira merasa kesepian.
"Dimana, kamu dimana? Di sini, bukan," Fira menyanyikan sepenggal lirik lagu Kesepian dari Vierra.
Hatinya tersentuh hanya karena satu bait kalimat yang menggambarkan apa yang dia rasa. Mencari seseorang yang tidak ada di sini, di dekatnya.
"Ada banyak cara untuk menyakiti saya, tapi mengapa harus dengan cara seperti ini, ya Allah. Saya pernah merasa benci kepada orang tua saya, saya tahu itu salah. Dan sekarang saya tahu, bagaimana rasanya di benci oleh orang-orang yang kita sayang." gumam Fira menatap rumput di hadapannya.
"Bun, Yah, maafin Fira kalau Fira salah, tapi jujur kali ini bukanlah kesalahan Fira, ini hanya fitnah yang tertuju kepada kami berdua,"
"Yah, mengapa mendengarkan terlihat begitu sulit untukmu?"
Fira terus bergumam kepada rumput-rumput di hadapannya, berharap orang tuanya mendengar segala keresahan hatinya.
"Fira capek, Yah. Tujuh hari, Fira mencari Mario dan mencari bukti, tapi hasilnya nihil. Bagaimana cara agar kalian percaya?"
"Yah, Fira, sakit ... Bun, Fira, kecewa. Kenapa kalian begitu marah sama Fira padahal itu bukan kesalahan Fira? Apa perlu aku bersujud di hadapan kalian, agar kalian percaya. Putrimu ini tidak bersalah,"
Fira terdiam membiarkan isak tangis menggantikan segala kalimat yang menggambarkan perasaan.
"Mar, dingin ...." Fira memeluk tubuhnya sendiri saat merasakan terpaan angin malam yang menyentuh kulitnya.
Tubuhnya menggigil di bawah langit malam, di depan teras rumah, ditemani oleh luka yang sangat menyayat.
-------------
Fira terkejut saat kenangan masa lalu kembali menghantui tidur malamnya. Sesak rasanya saat melihat seberapa sakit hatinya diperlakukan demikian oleh orang di sekelilingnya.
"Semua sudah kembali, Fir, hanya satu yang menghilang, Mario pergi," gumamnya.
Aku harus menemui Mario, aku harus kembali menjadi teman dekatnya. Membiarkan dia menumpahkan segenap perasaannya yang begitu sesak bila ditahan. Tentang luka, tentang taruhan, tentang Nabila dan tentang Kita.
Fira tersenyum lalu meraih ponselnya di atas nakas, mencari kontak Mario dan mengirimkan pesan untuk Mario.
Zhafiraaa
Bsk hrs sklh.
Butuh waktu dua menit sampai Mario membalas pesannya.
Mario Rmdhn
Y
Fira tersenyum mendapati sikap Mario yang mulai angkuh kepadanya. Ingin Fira marah, tapi ini adalah kesalahannya. Dia yang memberikan pilihan, tapi dia juga yang 'tak sanggup menerima jawaban.
🌳🌳🌳
3 Desember 2017
11 Februari 2018
-Fan-
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top