28|| Pilihan ☀
Happy reading❤
🍫🍫🍫
Karena tanpa kita sadari, takdir yang membawa kita ke sebuah pertemuan, dan pilihan yang membawa kita ke sebuah perpisahan.
🍫🍫🍫
Fira mengulas senyum tipis kala ia tersadar dan melihat sang bunda dan ayah berada di samping ranjang rumah sakitnya. Secercah senyum muncul di wajah Endang dan Lintang. Sudah tiga jam lamanya Fira 'tak sadarkan diri.
Endang memanggil dokter untuk memperiksa Fira lebih lanjut. Endang dan Lintang menepi membiarkan dokter memeriksa Fira. Dokter Tifani tersenyum ramah kepada Fira.
Gorden berwarna hijau menutupi sepanjang area ranjang Fira.
"Apa yang kamu rasakan, Fir?" tanya Dr. Tifani.
Fira hanya diam enggan menjawab pertanyaan dokter karena baginya semua terasa sakit. Dan tidak ada yang dapat menjelaskan sakit seperti apa yang Fira rasakan.
"Kamu patah hati sampai jatuh sakit?" tebak Dr. Tifani.
Fira diam tidak mengangguk dan tidak menggeleng. "Saya merasa takut, cemas, gelisah,"
Dr. Tifani bingung dengan jawaban Fira, sampai akhirnya ia memilih untuk memeriksa suhu tubuh, tensi, dan juga detak jantung Fira. Dr. Tifani juga memeriksa bagian perut Fira yang mengeras.
"Kamu suka telat makan?" tanya Dr. Tifani.
"Iya,"
Dr. Tifani menganggukkan kepalanya lalu memeriksa tensi Fira dan juga detak jantung Fira. Seusai memeriksa Fira, Dr. Tifani tersenyum tipis lalu menyibak gorden hijau di depan Fira. Sekarang terlihat jelas wajah Endang, Lintang, Vino dan Mario yang sedang menatap Dr. Tifani.
Fira membuang muka saat matanya bertemu dengan mata Mario. Jangan bertingkah seolah kamu peduli, jika pada kenyataannya kamu juga memperdulikan wanita lain.
Fira menarik napas dalam lalu membuangnya, Fira berusaha turun dari ranjang. Tapi tiba-tiba saja Fira kehilangan keseimbangan tubuh, beruntung Mario sempat menahan tangan Fira agar tetap berdiri tegak.
Fira menurunkan cengkraman tangan Mario di lengannya. "Terima kasih," ucap Fira formal.
Vino terbelalak mendengar Fira begitu cuek kepada Mario. Setahunya, kemarin keduanya baik-baik saja, bahkan Mario menemani Fira selama di UKS. Tapi mengapa sekarang Fira bertindak seperti tidak mengenal Mario.
"Pak, Bu, Fira hanya kelelahan. Dia kurang istirahat, minum dan makannya juga tidak tepat waktu. Mulai sekarang pastikan Fira tidak meninggalkan jam makannya, karena ia memiliki maag yang cukup serius. Telat makan sekali akan membuatnya merasakan mual berlebih," ucap Dr. Tifani kepada Endang dan Lintang.
"Lho, kamu kemarin belum makan, Kak?" tanya Endang cemas.
Fira menggeleng lalu tersenyum tanpa dosa. Jika saja tidak ada jarak 'tak kasat mata di antara keduanya, Mario ingin sekali rasanya menegur Fira. Tapi, jarak 'tak kasat mata itu hadir di tengah-tengah mereka layaknya dinding pembatas.
🍩🍩🍩
Fira turun dari mobil dibantu oleh Vino, dititahnya Fira sampai menuju kamarnya. Tubuh Fira tidak sepanas sebelumnya setelah ia meminum obat yang dianjurkan dokter. Fira merebahkan tubuhnya di atas ranjang, memejamkan matanya, mengistirahatkan tubuh, hati, dan pikirannya.
Mario berdiri di ambang pintu memperhatikan bagaimana Fira terlihat begitu lemas 'tak berdaya. Mario memperhatikan bagaimana Vino menyelimuti tubuh Fira dengan lembut. Mario tidak yakin, hubungannya dengan Vino akan baik-baik saja setelah ini.
"Vin, boleh gue masuk?" izin Mario.
Vino menatap Fira sebentar lalu menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. "Masuk, Mar," ucapnya.
Vino mengelus pelan puncak kepala Fira lalu mendaratkan satu kecupan singkat di dahi Fira yang masih sedikit terasa hangat. Mario membuang muka tidak ingin melihat itu semua.
"Jelasin apa yang perlu dijelasin, gue di depan kamar lu. Jangan pernah kabur dari masalah, sekarang waktunya. Waktu untuk menjelaskan semuanya dan mengakhiri semuanya," gumam Vino di samping telinga Fira.
Mata Fira memanas mendengar penuturan Vino. "Sakit, Vin," lirih Fira berusaha menahan agar air matanya tidak jatuh.
"Tenangin pikiran lu, jelasin apa yang perlu aja. Ingat jangan pakai emosi,"
Fira mengangguk pelan 'tak mampu menjawab lagi. Mario sudah berdiri di samping Vino, menatap lurus ke arahnya.
Vino menegakkan tubuhnya lalu menatap Mario. Vino menepuk bahu Mario dua kali. "Setelah semuanya selesai gua mohon lo keluar dari kamar ini, cukup dua kali gua lihat Kakak gua drop kayak gini. Kalau sampai ada yang ketiga kali, gua enggak akan pernah maafin lu, Mar!" ucap Vino penuh peringatan.
Vino melangkah meninggalkan Fira dan Mario dalam kesunyian yang mereka ciptakan. Vino menutup rapat pintu kamar Fira, memberikan waktu untuk mereka.
Siapkah aku mendengar segala penjelasannya? Penjelasan yang sudah aku ketahui kebenarannya, penjelasan yang sama sekali tidak lagi ingin aku ketahui. Ini bukan masalah waktu untuk menerima penjelasan, tapi ini tentang waktu untuk memaafkan segalanya. Tanpa perlu kamu menjelaskan semuanya, aku sudah lebih dulu tahu.
Fira memejamkan matanya sesaat begitu ada rasa yang mendesak ingin keluar dari hatinya. Fira kecewa untuk kesekian kalinya.
Aku menerimamu karna aku tahu, hidup dilingkupi rasa bersalah tidaklah enak. Tapi apalah kamu tahu, aku sudah memaafkan segala kesalahan kamu, Mar.
Mario menatap lekat tubuh Fira yang terbalut selimut. Lututnya menyentuh karpet, tangannya berusaha menggenggam tangan Fira. Fira membiarkan jarinya saling bersentuhan dengan jari Mario.
"Sampai kapan mau nyiksa diri sendiri, Fir?" tanya Mario.
Fira membuka matanya. "Sampai kapan kamu berpura-pura, Mar. Sampai kapan kamu menyalahkan Ayah dan Rendi? Sampai kapan?" Fira merubah kosa katanya menjadi aku-kamu.
Mario meremas jari-jari Fira. Mario merasa 'tak berguna mendengar rentetan kalimat dari Fira. "Gu-- Aku dijebak, Fir,"
Fira tersenyum tipis. "Sampai kapan kamu akan terus berbohong?"
Sampai kapan kamu memutar balikkan fakta, Mar? Sampai kapan? Aku sudah mengikuti alur permainanmu selama ini, tapi mengapa tidak pernah mengatakan sejujurnya.
"Berbohong? Berbohong tentang apa?"
Fira tersenyum kecut saat Mario bertanya. Fira benar-benar sudah 'tak kuasa menahan semua yang terpendam.
"Kalau kamu ingat, aku tidak mengalami amnesia, Mar, hanya karena kecelakaan tiga tahun lalu," gumam Fira menatap kosong langit-langit.
Fira menahan agar air matanya tidak luruh hari ini, izinkan Fira lebih lama merasakan hangatnya tangan Mario di dalam genggamannya. Dan, izinkan Fira menyelesaikan semuanya, berharap ini adalah akhir.
"Fir, lu ngomong apa, sih?"
Fira menoleh ke arah Mario. "Aku-kamu, Mar. Jangan ada emosi dipercakapan ini," pinta Fira.
Mario menegang mendengar Fira berbicara lembut persis seperti satu tahun silam, saat Fira memberinya kesempatan kedua.
"Ok-okee!" Mario gugup ditatap begitu intens oleh Fira.
Fira merubah posisinya menjadi duduk bersandar ke sandaran bantal, tanpa melepas pautan tangan mereka.
"Mar," panggil Fira dengan suara serak.
Mario menatap Fira. "Iya?"
"Enggak capek bohong terus? Enggak lelah terus bersembunyi? Ini sudah hampir empat tahun, Mar. Kamu tidak ingin membuat sebuah pengakuan? Pengakuan dosa, mungkin?"
Deg!
Tatapan Fira mulai sendu, Fira sudah menyiapkan diri untuk ini. Ini waktu yang tepat, tidak boleh ditunda lagi. Mario menegang mendengar penuturan Fira.
Fira melepas pautan tangan mereka lalu tangannya bergerak mengelus wajah Mario secara perlahan dan lembut. Hati Fira berdesir merasakan sesuatu yang hangat merasuki relung hatinya, dan rasa perih yang menjalar. Fira menggigit bibir bawahnya membiarkan tangannya bergerak mengelus wajah Mario.
"Aku sayang kamu, Mar, tapi mengapa terus berbohong? Mengapa kamu melindungi dia dengan terus membuatku terluka?" ucap Fira lirih.
Mario merasakan tangan dingin Fira yang bergerak secara perlahan di permukaan wajahnya. Mario diam mematung membiarkan Fira melanjutkan kata-katanya, merasakan kenyamanan yang diciptakan oleh Fira dengan tangan mungilnya.
"Mar, tatap aku," ucap Fira mengarahkan dagu Mario agar menatap Fira.
Fira menggeser duduknya menjadi berhadapan dengan Mario. "Lihat aku, Mar! Apakah selama ini aku pernah berpura-pura menyayangimu? Apakah aku terlihat berpura-pura memaafkanmu? Apakah kamu mengira aku tidak ingin mendengar penjelasanmu karena kamu merasa aku terlalu marah? Apa--"
Mario mengangguk-anggukkan kepalanya berulang kali layaknya burung pelatuk. "Iya, Fir, Iya. Tebakan kamu benar semua. Iya, aku mengaku aku berbohong, Fir. Ak--"
Fira meletakkan jari telunjuknya dibibir manis Mario, menghentikkan ucapan Mario yang belum selesai.
"Kita udahan, ya? Berhenti untuk saling mengejar dan saling berharap, terima kasih karena sudah jujur jika kamu telah berbohong," ucap Fira membuat hatinya kembali merasa sakit.
Mario meremas tangan Fira yang masih setia berada di wajahnya. "Fir, maaf, aku mohon, maafin aku," ucap Mario sendu.
Fira diam menatap Mario. Mata mereka mulai berkaca-kaca, merasakan sakitnya ucapan-ucapan yang tidak sempat keluar di bibir mereka. Ingin rasanya Mario merengkuh tubuh Fira, dan Fira ingin sekali mendorong Mario jauh-jauh.
Fira menarik tangannya dari wajah Mario, ia melihat air mata terjun bebas dari ujung mata Mario. Fira terhenyak beberapa saat melihat Mario menangis di hadapannya untuk pertama kali.
"Kasih gue pilihan, Fir," lirih Mario di sela-sela tangisnya.
"Lo yang pergi atau gue yang pergi?"
🍫🍫🍫
Aku mau tau dong, bagaimana perasaan kalian setelah membaca kisah Speranza sejauh ini ? Tolong dijawab ya^^
28 November 2017
11 Februari 2018
-Fan-
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top