22|| Malu ☀
Terlalu merindukan, sampai tidak tahu caranya ber-ekspresi.
☀☀☀
Adzan subuh sudah berkumandang, sedangkan gadis itu masih bergulung di balik selimut Doraemon. Tidur singkat bukanlah suatu hal yang baik. Segala aktivitas menjadi terhambat karena aksi tidur singkat gadis tersebut.
Fira dengan mata terpejam berusaha mengabaikan suara adzan yang sudah menyuruhnya untuk segera bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri lalu membasuh tubuh dengan air wudhu dan melaksanakan kewajibannya sebagai umat muslim.
Akibat semalam ia tidak bisa tidur dan ia keluar rumah sampai pada akhirnya sekarang Fira kesulitan untuk membuka matanya. Decitan pintu terdengar saat seseorang dari luar mendorongnya ke dalam. Endang, sang bunda datang hendak membangunkan putrinya yang masih bermanja-manja dengan kasur empuk miliknya.
"Fira, bangun nak, sudah subuh," ucap Endang begitu lembut.
Fira memutar tubuhnya membelakangi Endang. Fira menarik selimut kesayangannya sampai menutupi seluruh tubuhnya. Hembusan angin menerpa kulit kakinya yang sedikit mengintip dari sela selimut.
Pintu kaca terbuka lebar, gorden sudah tidak lagi menutupi kaca besar hampir menyerupai dinding tersebut.
"Sudah setengah lima, ayo bangun," ucap Endang lagi berusaha membangunkan putrinya.
Fira bergumam tidak jelas dari balik selimut yang ia kenakan. Endang dengan langkah pelan menghampiri ranjang lalu menarik selimut tersebut ke atas. Tapi ternyata Fira menahan selimut tersebut sangat kuat.
"Bangun, Zhafira!" Endang berusaha lebih tegas.
Lagi-lagi Fira membalas dengan gumaman tidak jelas. Endang berjalan ke ranjang dan duduk di dekat kaki Fira. Jari Endang dengan lihai meliuk-liuk di telapak kaki Fira yang tidak tertutup selimut.
Fira menendang keras ke bawah, tidak peduli jika ia harus menendang angin sekalipun. Ia sedang tidak ingin tidurnya terganggu.
Endang menggeleng pelan mendengar dering alarm dari ponsel Fira yang tergeletak di atas nakas. Kepala Endang menengadah menatap langit-langit kamar Fira. Tidak biasanya Fira sulit untuk dibangunkan.
Endang tersenyum jahil lalu berdiri dan kembali menatap selimut yang menutupi tubuh Fira. "FIRA! KAMU SEKOLAH APA ENGGAK? INI UDAH SETENGAH TUJUH LHO!" teriak Endang keras.
Fira menyibakkan selimutnya lalu keluar dari balik selimut. Dengan mata setengah terpejam, Fira berjalan keluar dari kamar menuju kamar mandi dengan tergesa-gesa. Sedangkan di kamar, Endang tertawa puas melihat tingkah putri sulungnya.
Endang melipat selimut, membereskan sprei lalu terkahir membenarkan posisi bantal dan guling. Setelah rapih, Endang melangkahkan kaki keluar kamar Fira menuju kamar Gina.
Beberapa menit setelah Endang keluar, Fira kembali memasuki kamarnya dengan menggunakan celana pendek ketat dan juga kaus dalam berwarna putih. Handuk melingkar di kepalanya menutupi rambut yang basah sehabis keramas.
Fira menatap jam dinding. "Masih jam lima," gumamnya tanpa sadar ada sesuatu yang salah, tapi detik berikutnya ia tersadar akan sesuatu. "Alarm terbaik memang," sambungnya.
Hanya seorang ibu yang mampu merubah waktu secepat kilat lalu kembali mengembalikan waktu ke waktu yang seharusnya. Mengatakan pukul setengah tujuh tapi pada kenyataan masih pukul setengah lima.
Fira memandangi refleksi dirinya di cermin lalu mengulas senyum tipis saat menyadari tidak ada perubahan menonjol mengenai lemak di tubuh Fira. Satu kenyataan pasti, Fira takut gendut.
Fira melihat ke arah ranjang, semua sudah rapih. Tanpa perlu bertanya, Fira sudah tahu ini kelakuan Endang.
Fira mengambil mukena dan sajadah yang terlipat dan terletak di nakas bagian bawah. Fira mengenakan mukena berwarna putih, wajahnya lebih berseri setelah memakai mukena tersebut. Fira mulai melakukan ibadah shalat subuh tanpa memperdulikan suara bising di lantai bawah.
☀☀☀
Di sisi lain, ruang tamu kediaman keluarga Lintang Prawidjaya Winata.
Mario terlibat obrolan ringan dengan Lintang mengenai kejadian semalam. Mario merutuki kebodohannya yang mengajak teman-temannya untuk keluar tengah malam sampai akhirnya mereka mengobrol di depan rumah Fira.
"Jadi sudah baikkan dengan Fira?"
Mario mengangguk.
Lintang terkekeh. "Kamu dari SMP sampai sekarang masih aja cuek, Mar,"
Mario menoleh ke samping. "Enggak, Om,"
"Enggak cuek hanya kepada Fira, ya? Rio," ledek Lintang dengan menyebutkan panggilan Fira kepada Mario dulu.
Mario menggaruk tengkuknya. "Bisa jadi,"
Lintang melipat koran pagi lalu melipatnya dan ia letakkan di atas meja kaca di ruang tamu. "Masalah kalian sudah selesai?" tanya Lintang serius.
"Belum, Fira masih belum memberikan saya kesempatan untuk menjelaskan semuanya," ucap Mario pelan.
"Sabar, nanti pasti ada saatnya Fira membutuhkan penjelasan kamu. Sesungguhnya wanita membutuhkan penjelasan hanya saja mereka terlalu takut mendengar penjelasan yang tidak sesuai harapan mereka," ucap Lintang.
"Iya, Om, Rio paham." Duh, kok Rio.
Lintang terkekeh. "Kangen dipanggil Rio, ya?"
Ya elah tahu aja nih calon mertua.
"Enggak, om, semalam Fira nyebut nama saya Rio," ucap Mario menampilkan senyum.
Lintang teringat sesuatu akan kejadian semalam.
"Semalam kalian bubar jam berapa?"
"Jam setengah tiga lewat, Om,"
"Ngapain aja?"
Mario terdiam saat mata menangkap bayangan Fira yang sedang menuruni anak tangga. Rambut dikuncir kuda, rok span yang melekat pas ditubuhnya, batik bebas berwarna merah maroon sangat cocok ditubuh Fira, belum lagi sepatu putih yang membuat penampilan Fira semakin mempesona hari ini.
Lintang berdehem cukup keras untuk menyadarkan Mario dari lamunannya. "Mirip bidadari, ya, Mar?"
"Iya ... cantik," ucap Mario masih dengan mata yang fokus menatap Fira.
"Mirip bidadari ya, Mar?" tanya Lintang ulang.
"Iya ... manis banget," jawab Mario tidak fokus.
Lintang tersenyum lebar begitu melihat Endang berjalan mendekat. Lintang memberikan tatapan kode kepada sang istri untuk memperhatikan Mario dan Fira yang saling diam menatap satu sama lain.
"Astagfirullah Alazim, zina mata, hush... hush..." Endang mengibaskan sapu tangan merah di antara Fira dan Mario.
Kepala Fira dan Mario bergerak menghindari kibasan sapu tangan Endang agar mereka kembali saling menatap satu sama lain.
"MARIO! FIRA! AMPUN DEH! HEH!" Endang mencak-mencak di tempatnya ia berdiri sekarang, di sela-sela Fira dan Mario berusaha menutupi pandangan mereka.
Lintang tertawa melihat tingkah konyol Endang yang bergerak ke kanan dan ke kiri mengikuti arah kepala Mario dengan tangan yang terbuka lebar.
Lintang berdiri lalu menghampiri Fira yang berdiri di ujung tangga. Lintang merangkul bahu Fira, Fira tersentak lalu menunduk malu.
"Bun, kamu goyang-goyang di sana enggak akan membuat mereka sadar," tawa Lintang kembali terdengar.
Endang diam. "Bunda malu-maluin, ya?"
"Banget!" jawab Lintang cepat lalu kembali tertawa terbahak-bahak.
"Lepas, Yah," pinta Fira.
Lintang melepas rangkulan tangannya. Fira bernapas lega saat Lintang menurunkan tangannya. Fira melangkah menghampiri Mario, Fira mengabaikan Lintang dan Endang yang terlibat perdebatan.
Fira melambaikan tangannya di hadapan Mario. "Hello," ucap Fira.
Mario terkesiap begitu menyadari jarak Fira yang sangat dekat dengannya. Fira ikut tersentak saat Mario reflek memundurkan tubuhnya.
"Anjir, lo teleportasi?!"
Fira mengangguk. "Iya,"
"Anjir, siapa lu?"
"Fira," ucap Fira berusaha menahan tawa.
Mario mengerjapkan mata lalu menggelengkan kepalanya. Mario kembali menatap Fira. "Gua bengong?"
Fira mengangguk.
Mario mengusap wajahnya. "Malu-maluin lu," gumam Mario kepada diri sendiri.
Alis Fira terangkat. "Gua malu-maluin?"
Mario menggerakkan telapak tangannya di hadapan Fira. "Enggak, bukan lo tapi gua," jawab Mario.
Fira melipat tangannya di dada. "Oh, gua,"
Mario salah tingkah. "Eh-- bukan-bukan, bukan gua tapi lu,"
"Oh, lu nya, gua?"
Mati lu, Mar.
"Eh, bukan, Mario malu-maluin, iya ... Mario," ucap Mario.
Fira tertawa melihat ekspresi Mario. Tangan kanan Fira meraup wajah Mario. "Santai dong muka lo!"
Fira dan Mario kembali diam saat menyadari apa yang terjadi di antara mereka. Lalu gelak tawa terdengar di sekeliling mereka, dan itu berasal dari Lintang, Endang, Gina dan Emily.
Fira menoleh ke arah mereka yang berdiri di dekat meja makan. Mata Fira menyipit begitu menyadari kehadiran Emily. "Ngapain lo?"
Emily tertawa. "Nontonin orang yang saling melepas rindu sampai nampak seperti orang bego!"
Fira menatap Emily tajam. Emily mundur selangkah lalu bersembunyi di balik punggung Lintang.
"Yah, Yah, Fira serem, Yah!"
"Ayah gue bukan Ayah lo!"
"Ayah lo, Ayah gua juga!"
"Ayah gua, Em!"
"Ayah gua juga, Fir!"
Mario terus memandangi Fira dan Emily secara bergantian. Mario berdiri lalu mendekati Lintang. "Bapak gua!" ucapnya berusaha mencairkan suasana.
Fira dan Emily menatap tajam Mario. "DIAM!" teriak keduanya secara bersamaan.
"Aduh, udah-udah, Bunda capek lihatnya," ucap Endang.
Gina terkekeh. "Akhirnya dengar kalian ribut lagi," ucap Gina senang.
Fira dan Emily saling menatap lalu tertawa bersama.
Mario mengerutkan keningnya. "Lah? Stress ya?" gumamnya.
"FIRA! FIRA! EMILY! EMILY!" teriak seseorang dari arah luar.
Gina berlari membuka pintu. Gina tersentak kaget saat membuka pintu, seorang pria berjaket hitam dengan topeng putih polos menyerupai wajah menutupi wajah orang tersebut. Gina memukul pelan wajah bertopeng tersebut.
"ADUH!" teriak orang tersebut.
Gina mengenali suara tersebut. "Bang Dika?"
Laki-laki itu membuka topengnya, dan benar dugaan Gina.
"HALLO EVERY BODY!" teriak Dika lantang lalu melangkah masuk ke rumah Fira.
Endang menggeleng pelan melihat tingkah Dika yang tidak pernah berubah. Endang tersenyum senang, semua telah kembali.
"Bunda, kangen sama Dika ganteng enggak, Bun?" ucap Dika sembari melangkah ke arah Endang.
Fira menghalangi langkah Dika lalu menoyor kepala Dika. "JANGAN NGAKU-NGAKU!"
Emily mengikuti Fira, ia berdiri di samping Fira lalu melakukan hal yang sama seperti Fira. "JANGAN NGAKU-NGAKU LO!" teriak Emily.
Dika menatap keduanya secara bergantian. "Sarapan toa, ya, lo berdua?"
Fira dan Emily menyeringai saling melirik lalu mengangguk. "DIKA CEBONG!!!!!" teriak mereka lebih keras dari sebelumnya.
Mario menarik tangan Fira lalu Emily juga ditarik oleh tangan dingin tapi hangat untuk Emily, Andre.
"Pergi!" ucap Mario lalu mengecup tangan Lintang, Endang dan mengulurkan tangan kepada Gina.
Fira, Emily dan Andre melakukan hal yang sama dengan sangat cepat. Setelah itu, mereka berempat berlari keluar rumah meninggalkan Dika yang masih diam karena terkejut mendengar teriakan Fira dan Emily.
"Den Dika, ini bekal untuk kalian ... seperti dulu," ucap Mbak Sum sembari memberikan paper bag berukuran sedang kepada Dika.
Dika mengerjapkan matanya karena tersadar, Dika menepuk dahinya keras lalu mengambil paper bag dari tangan Mbak Sum lalu ia mulai berpamitan dengan pemilik rumah.
"Dika delivery siap mengantarkan makanan sampai tujuan!"
☀☀☀
Maaf atas keterlambatan update:((
10 November 2017
9 Februari 2018
-Fan-
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top