14|| Kebimbangan Fira ☀
Aku berharap waktu berhenti saat aku melihatmu tersenyum, dan saat kita bersama.
☀☀☀
Masih dengan perasaan senang, tidak percaya, dan terkejut, Fira duduk melahap nasi goreng Bu Ikmal. Tidak dapat dipungkiri, perasaan senang yang membuncah tersebut mampu membuat nafsu makan Fira naik.
Bahkan, Emily di seberang Fira hanya melongo melihat seberapa rakusnya Fira. Satu piring nasi goreng telah kosong, dan sekarang Fira melahap nasi goreng di piring kedua. Emily benar-benar tidak mengerti dengan Fira, mengapa nafsu makan yang bak seorang kuli bangunan ini tidak membuat tubuh Fira menjadi gemuk.
"Makan atau gua habisin?" pertanyaan berupa ancaman bagi Emily terlontar begitu saja dari mulut Fira.
Sejenak Emily terdiam, lalu saat melihat ucapan Fira yang tidak main-main ia buru-buru memakan nasi gorengnya. Nasi goreng kedua Fira telah habis. Dan Fira baru ingat jika satu botol air minumnya sudah habis.
"Minum," tutur Mario duduk di samping Fira sembari meletakkan satu botol air mineral dingin.
Fira berusaha tidak terkejut dan menutupi kegugupannya. Baru tadi Fira merasa jantungnya memompa cepat, sekarang ia harus kembali merasakan itu. Fira berkeringat di bagian telapak tangannya. Tapi dengan berbagai cara ia harus berani menutupi semuanya, ia tidak boleh terlihat senang berada di dekat Mario.
Setelah insiden di lapangan tadi, ia tidak menyangka Mario yang biasanya langsung diam, kini malah semakin memberanikan diri mendekati Fira secara terang-terangan. Fira merutuki kebodohan Vino, ia yakin ini berkat ucapan Vino di lapangan tadi. Fira kini berusaha bersikap seperti biasanya kepada Mario, mengabaikan usaha keras Mario.
"Makasih," ucap Fira lalu meraih botol tersebut.
Fira memutar pelan tutup botol berwarna biru tersebut dengan mudah, lalu menegak air di dalamnya. Emily menatap iri kedua sahabat di hadapannya. Melihat Mario dan Fira yang duduk bersebelahan membuatnya teringat dengan Andre.
Andre yang sedang dipikirkan Emily, tiba-tiba saja menempati kursi kosong di sebelah Emily. Andre memberikan hal yang sama dengan Mario, sebotol air mineral. Bedanya, Andre membukakan tutup botol itu di depan Emily lalu menyodorkan ke arah Emily.
"Minum dulu," ucap Andre lembut.
Fira tersenyum melihat Amdre dan Emily. Ia sangat tahu kedua sahabatnya itu saling menyayangi dan mereka menjaga perasaan Fira selama ini. "Langgeng, ya," ucap Fira santai setelah menutup kembali tutup botolnya.
Uhuk.
Uhuk.
Andre dan Emily tersedak secara bersamaan, mereka tidak percaya Fira mengatakan hal tersebut. Fira berbicara seolah-olah Andre dan Emily memiliki hubungan spesial. Padahal terlihat jelas yang memiliki hubungan spesial adalah Fira dan Mario.
"Pelan-pelan minumnya, Em," ucap Andre begitu perhatian.
Emily tersenyum. "Lu aja, yang enggak minum bisa batuk gitu,"
Andre mengangguk lalu menoleh ke arah Fira. "Langgeng apanya?"
"Hubungannya," jawab Fira.
"Kita enggak ada hubungan apa-apa," sahut Emily cepat.
Fira tersenyum. "Yaudah, cepet-cepet punya hubungan kalau gitu,"
Mario di sampingnya menarik bibirnya lebar, senyum unjuk gigi ditampilkan oleh Mario. "Kode, hum?"
Fira melotot lalu menoleh ke arah Mario. "Mereka! Bukan lo!"
Emily dan Andre terkekeh, walaupun Fira terlihat membantah tebakan Mario tapi ia tidak pandai menutupi wajahnya yang merona. Emily dan Andre tidak terlalu paham dengan apa yang terjadi dengan Fira sampai mood-nya berubah-ubah seperti ini. Jika mereka tidak salah tebak, ini semua karena Mario.
"Fir, mual, enggak?" Emily tersenyum meledek.
Fira menoleh kembali ke arah Emily. "Enggak, kenapa?"
Emily terkekeh. "Yakin enggak mual? Emang di perut lu enggak ada kupu-kupu gitu dengar pertanyaan Mario?" Emily tersenyum meledek.
"Enggak," jawab Fira lalu kembali melahap nasi gorengnya, mencoba mengabaikan keberadaan Mario.
Mario merapatkan bibirnya begitu melihat Fira berusaha mengabaikan dirinya dengan terus memakan nasi gorengnya yang tersisa setengah. Emily dan Andre tiba-tiba merasa canggung satu sama lain.
"Fir?"
"Hm," dehem Fira.
Fira menaruh sendok dan garpunya di atas piring lalu meraih botol air mineral dan bangkit berdiri dari kursinya. "Gue duluan," pamit Fira kepada temannya.
Emily ingin menahan Fira, tapi ia sadar, Fira menjauhi Mario. Mario menghela napas panjang begitu kaki Fira melangkah meninggalkan meja mereka. Lagi, Mario merasa gagal mendekatkan dirinya dengan Fira.
Dika tiba-tiba saja datang dan duduk di samping Mario, ia menempati kursi yang tadi ditempati oleh Fira. Mario memejamkan mata lelah begitu melihat wajah Dika di hadapannya.
"Fira-nya mana?" tanya Dika pelan.
Emily dan Andre menatap pintu keluar kantin yang terhubung ke koridor sekolah secara bersamaan. Tanpa harus bertanya dua kali, Dika mengetahuinya. Fira telah pergi.
"Terus kenapa kalian diam-diaman? Marahan?" kini Dika melontarkan pertanyaan kepada mereka semua.
Mario menatap tidak minat ke arah Dika lalu bangkit berdiri dan meninggalkan teman-temannya tanpa pamit. Hal tersebut memmbua Andre dan Dika saling lempar pandang.
"Ini ada apa, sih?" tanya Emily bingung.
"Mar, ingat perjanjian kita!!!" ucap seseorang sembari sedikit berteriak kepada punggung Mario yang berjalan semakin menjauh.
Mario melambaikan tangannya ke atas. Sedangkan Rendi, orang yang tadi berteriak, menggebrak meja kantin cukup keras. Dan hal tersebut berhasil menarik perhatian Emily dan pengunjung kantin lainnya.
"Ada perjanjian apa Mario sama Rendi?" tanya Emily menatap curiga ke arah Dika dan Andre yang menunduk entah karena apa.
"Jangan membuat gua semakin buta informasi! Ini ada apa?!" lirih Emily. Emily ingin meluapkan kekesalannya tapi ia sedih karena ia merasa dirinya tidak mengerti apa-apa.
Andre menoleh ke samping lalu tangannya terulur mengacak pelan rambut Emily. "Kalau gua jelasin juga lu enggak akan paham, masalahnya terlalu rumit,"
Emily terbelalak mendengarnya. Hati Emily terasa sakit begitu mendengar itu semua. Ia merasa sangat bodoh kali ini. "Fix, gua merasa semakin bodoh sekarang, sesulit apa, sih; mencerna pembicaraan kalian? Kenapa cuma gue yang enggak paham semuanya, dan kenapa enggak ada yang mau membuat gue paham, kenapa?" lirihnya.
Andre mengelus lembut tangan Emily yang terkepal berharap ia dapat meredakan emosinya. "Singkatnya, Mario mempertaruhkan kebahagiaan Fira ke Rendi,"
Hati Emily mencelos, bahkan hancur berkeping-keping. Emily merasa ia berjalan di atas pecahan kaca, sakit dan perih. Semudah itu Mario melepaskan kebahagiaan Fira? Sekarang Emily tahu, sikap dan sifat Fira kepada Mario tidaklah salah. Mario pantas mendapatkan itu semua setelah apa yang dia perbuat. Ia sekarang paham sakit yang dirasakan oleh Fira, walau sedikit.
"Em, jangan ambil kesimpulan sendiri," ucap Andre pelan.
Dika hanya diam mendengar ucapan Andre yang sedang membongkar sedikit dari sekian banyaknya masalah. Ingin Dika ikut menimpali semuanya, tapi ia yakin, itu semua akan menimbulkan kesalahpahaman yang lebih besar. Dika merasa masalah ini terlalu sulit untuk seorang pelajar sepertinya.
"Boleh gua bilang Mario jahat?" Emily menatap kesal Andre yang masih menatapnya.
Andre tidak menyangka Emily berpikir jika Mario-lah yang jahat.
"Em, tolong jangan mengira Mario yang salah." ucap Andre pelan.
Emily menoleh ke arah Rendi. "Dre, lihat Fira, Dre. Dia terluka,"
Dika tidak dapat berkata apapun. Masalah ini adalah masalah terumit yang pernah ia alami. Ingin mengatakan namun hatinya akan sakit, ingin diam tapi sahabatnya disalahkan.
"Tolong, jangan ambil kesimpulan dari satu sisi, karena dalam menyelesaikan masalah, kita harus melihat dari segala sisi," Dika akhirnya membuka suaranya.
"Gue harus lihat dari sisi mana lagi, Dik? Jelas-jelas Mario menyerahkan kebahagiaan Fira ke Rendi. Padahal sudah jelas kalau Mario yang disayang Fira, bukan Rendi." kesal Emily.
Fira menatap ketiga temannya secara bergantian dari kejauhan. Fira merasa iba melihat Emily yang sedang menahan tangis, sakit dan juga emosi. Fira tahu ini akan terjadi, saat rahasia permasalahannya akan terbongkar satu per satu.
Tapi sungguh, Fira sangat tidak ingin membahasnya secara terus menerus. Dan, Fira menghindari Mario karena inilah salah satu alasannya. Ia tidak ingin temannya terlalu memikirkan permasalahan yang terjadi di antara dirinya, Mario, dan orang-orang yang terlibat.
Fira tidak dapat menahan air matanya melihat seberapa peduli sahabat-sahabatnya. Fira ingin berhenti, namun ia kembali mengingat apa yang sudah ia mulai. Ia tidak dapat menghentikan menghentikan semuanya sebelum benar-benar berakhir.
Fira menempel lebih dekat dengan tembok pembatas. Hatinya nyeri melihat Emily beradu kata dengan Andre dan Dika yang sudah sangat jelas, Emily menentang segala ucapan Andre dan Dika. Fira menarik napas dalam lalu membalikkan tubuhnya.
Ia terkejut begitu melihat laki-laki berpakaian serba hitam yang berada di ujung lorong sekolah. Kalian yang terlibat, perlahan-lahan akan muncul.
☀☀☀
Fira duduk sendiri di dalam ruangan besar yang biasa digunakan untuk pertunjukkan teater dan segala pertunjukan lainnya, seperti: tari, pentas seni, musik, dll. Berada di antara banyaknya bangku-bangku yang menghadap panggung, selalu membuatnya merasa kesepian sekaligus tenang. Gelap dan sunyi menemani kesendirian Fira kali ini.
Fira memejamkan matanya beberapa saat sampai sebuah cahaya mengganggu dirinya. Fira membuka matanya dan langsung terkejut karena sinar lampu menerangi wajahnya. Fira menunduk untuk menghindari sinar lampu tersebut.
"Siapa di sana?" tanya Fira dengan suara tegas dan bergema.
Hening. Lampu yang tadi menyorotnya tiba-tiba saja mati. Dan kini lampu-lampu kecil yang tadi sempat menerangi ruangan ini juga ikut mati. Ruangan pertunjukkan tersebut menjadi benar-benar gelap gulita.
Fira mendesah lalu berusaha untuk tetap tenang. Fira sudah pernah menghadapi masalah seperti ini sebelumnya. Jika Fira tidak salah ingat, beberapa menit lagi lampu-lampu kecil yang berada di segala sisi ruangan akan kembali menyala dan akan muncul seseorang di atas panggung dengan pakaian serba hitam.
"Siapapun tolong keluarlah!" tegas Fira masih bersikap tenang.
Fira merogoh saku roknya dan mengeluarkan ponselnya. Fira menyalakan flash di ponselnya dan mengarahkan cahaya yang dipancarkan dari ponselnya ke segala arah. Mulai dari kanan dan memutar sampai ke depan.
Fira terkejut bahkan hampir melepas ponsel dari tangannya begitu mendapati seseorang duduk di sebelah kirinya. Dia adalah seorang laki-laki yang mengenakan jaket abu-abu. Fira memukul ringan lengan laki-laki tersebut begitu ia berhasil mengenali siapa dia.
"Kebiasaan banget, sih, Vin! Hampir aja lu gua timpuk HP," kesal Fira.
Vino, laki-laki yang duduk di samping Fira hanya terkekeh pelan melihat kekesalan kakak sepupunya. "Lu ngapain di sini sendirian?" tanya Vino.
Fira enggan menjawab pertanyaan Vino, ia lebih memilih untuk menyibukkan diri dengan ponsel di tangannya. Ada banyak pesan masuk dari berbagai aplikasi di ponselnya, dan Fira hanya sekedar melihat-lihat tanpa ingin menjawab.
Vino tahu jika yang Fira lakukan sama sekali tidak berguna. Membuka aplikasi lalu menaik turunkan tampilan aplikasi tersebut, menutupnya, lalu membuka aplikasi yang lain, dan melakukannya seperti sebelumnya. Itu adalah cara Fira menunjukkan jika ia sedang berpikir.
"Kak?" panggilnya.
Fira tersontak kaget, bukan karena panggilan Vino, tapi karena lampu ruangan ini yang tiba-tiba menyala secara keseluruhan. Tidak biasanya lampu ruangan pertunjukkan menyala seluruhnya. Fira langsung mengedarkan pandangannya begitu merasa ada yang tidak beres di sini.
"Hentikan, saya mohon!" teriak Fira begitu batinnya merasa tidak enak.
Vino menatap bingung ke arah Fira. Dan perhatiannya teralih ke panggung. Di sana terlihat dengan jelas ada seseorang bertubuh tinggi sedang meletakkan sebuah kertas. Vino tanpa berkata, langsung bangkit berdiri dan melewati banyaknya bangku.
Fira mendesah begitu melihat Vino berlari ke arah panggung. Hal itu terjadi lagi.
Fira berjalan pelan menghampiri panggung dan menunduk begitu ia melihat selembar kertas tergeletak begitu saja. Sedangkan Vino sudah berjalan keluar mengejar seseorang yang sudah dapat Fira tebak, jika keberadaannya tidak akan ditemukan oleh Vino.
Fira duduk di atas panggung yang cukup luas tersebut sembari melipat kedua kakinya. Fira membuka pelan sepucuk surat yang ia temukan tadi dan membacanya pelan-pelan.
Teruskan apa yang sudah kamu lakukan, maka saya akan membuat dia lebih lama bersamamu.
Satu kalimat yang berhasil menguatkan Fira untuk tetap mempertahankan tembok pembatasnya. Fira terkekeh begitu menyadari jika Vino berlari tanpa melihat ke arah surat yang ditinggalkan orang tadi. Setidaknya ia tidak perlu lagi, pengirim surat bohongan.
☀☀☀
Thank you for reading❤
Fansr.
30 Oktober 2017
28 Januari 2018
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top