13|| (M)ario ☀

"Kata benci hanya kata pengganti rasa kecewanya dia. Kalau memang dia bilang benci sama lo, maka arti kata benci sebenarnya adalah benar-benar cinta."

-Vino Aldrian Mandala-

☀☀☀

Fira berlari sembari men-dribble bola di tangan kanannya. Langkah kaki dan gerakan tangannya begitu berirama. Rambut yang dikuncir kuda bergerak terayun ke kanan ke kiri sesuai dengan langkah Fira.

Fira mengabaikan teriakan seseorang yang terus memanggil namanya. Fira ingin melupakan dia sejenak. Setidaknya sampai ia bosan bermain basket di lapangan saat pelajaran Bahasa Indonesia berlangsung.

Saat mengetahui Mislan selaku guru Bahasa Indonesia tidak dapat mengajar di kelas XI-IPA 1. Fira beranjak dari kursinya tanpa pamit ke sekretaris ataupun ketua kelas guna memberikan alasan mengapa ia keluar kelas. Fira bersikap seolah teman-temannya tidak menyadari kepergiannya meninggalkan kelas.

"Fira,"

Fira mengabaikan panggilan tersebut, ia tahu pasti siapa pemilik suara itu. Fira terus melangkahkan kakinya lebih dekat lagi dengan ring basket. Fira melakukan lay up dan masuk.

Fira menangkap bola yang baru saja meloloskan diri dari ring. Menarik napas kesal lalu berbalik badan dan melempar bola basket di tangannya ke orang yang sejak tadi memanggilnya.

Dia terkejut dan menerima bola tersebut dengan sangat mudah. "Satu lawan satu, hum?"

Fira menggeleng lalu melangkah meninggalkan lapangan dan juga laki-laki yang berdiri mematung dengan bola basket di kedua tangan dan dalam pelukannya.

"Makasih, Fir,"

Fira berhenti melangkah. "Iya,"

Laki-laki itu terkekeh. "Lu menjawab iya seakan-akan tahu, gue berterima kasih atas apa,"

Fira memutar kepalanya sedikit sampai matanya dapat melirik laki-laki dengan tubuh tegap, bibir tebal, dan alis yang sangat tebal. "Makasih atas senyumannya?" Fira tersenyum miring seakan ia benar.

"Seratus untuk, Zha," laki-laki itu terkekeh.

"Stop it, Mar," Fira menghela napas lelah setiap kali Mario mulai menyebut nama panggilannya saat beberapa tahun lalu.

Laki-laki dengan tubuh tegap, bibir tebal, dan alis terbal adalah Mario Ramadhan Putra.

☀☀☀

Mario mengikuti langkah Fira yang tergesa-gera keluar dari kelas. Dengan gaya cool dan tidak pedulinya ia melangkah mengikuti langkah Fira. Hatinya berdesir setiap kali melihat langkah kaki Fira membelah sepinya koridor sekolah.

"Besok-besok kita jalan bersampingan lagi, ya," ucap Mario pelan masih terus memandangi punggung Fira yang sudah hilang di belokan tangga.

Mario terus memperhatikan langkah Fira sampai bahunya tanpa sengaja menyentuh bahu seseorang. Mario mengernyit saat dilihatnya orang asing yang baru saja menabrak bahunya berlari meninggalkan Mario.

Mario tidak mencurigai laki-laki yang menggunakan jaket hitam lengkap dengan penutup kepalanya. Mario ingin kembali melanjutkan langkahnya, namun perhatiannya jatuh kepada kertas yang di lipat kecil tepat berada di samping sepatu Mario.

Mario membungkuk mengambil lipatan kertas kecil tersebut. Dibuka kertas tersebut dengan sangat pelan dan Mario terbelalak saat menemukan tulisan yang sama seperti tulisan di surat yang ia temukan beberapa bulan lalu.

Mata Mario terbelalak setiap ia membaca setiap kalimat yang ada. Keningnya berkerut, bibirnya bergumam membaca yang ia lihat.

Jaga dia layaknya barang antik, ka(m)u lengah sedikit saja, (m)aka dia akan rusak.

Hello, (M)ario:)

Mario meremas kertas tersebut lalu ia masukkan ke saku celananya. Kalimat yang sama dan tulisan yang sama setelah beberapa bulan ia tidak mendapatkan surat ini lagi.

Samar-samar Mario mendengar pantulan bola dari lapangan. Mario sangat yakin hari ini olahraga dilakukan di lapangan
Indoor. Mario yakin Fira yang membuat suara pantulan bola tersebut.

"Hello too, secret admirer." ucap Mario seraya melangkah turun tangga.

Sesampainya Mario di tepi lapangan, ia langsung melihat keberadaan Fira yang sedang men-dribble bola basket. Hati Mario selalu berdesir melihat wajah serius Fira. Ingin rasanya ditatap begitu serius oleh Fira, walaupun Mario harus berubah menjadi bola basket sekalipun untuk mendapatkan tatapan itu.

"Fira," ucap Mario.

Mario tahu Fira sudah menyadari kehadirannya. Setidaknya kehadiran Mario disadari oleh Fira walaupun diabaikan. Itu sudah cukup untuk saat ini.

"Fir," Mario memanggilnya lagi, berharap kali ini ia mendapatkan jawaban.

Fira tetap fokus dengan bola basket. Mario terkekeh saat Fira berhasil melakukan shoot dengan cara lay up.

"Fira,"

Fira yang baru saja menangkap bola basketnya langsung berbalik badan dan melempar ke arah Mario. Mario dengan siap menangkap bola tersebut.

"Satu lawan satu, hum?" ucap Mario dengan kepala sedikit ia miringkan.

Fira menggeleng lalu melangkah menjauh. "Makasih, Fir," ucap Mario berhasil menghentikan langkah Fira.

"Iya,"

Mario tersenyum mendengar suara Fira setelah ia menunggu beberapa menit atau mungkin beberapa tahun sebelum akhirnya Mario berhasil membuka mulut Fira yang selalu membungkam. Tepat di hari saat turun hujan.

Mario terkekeh saat Fira menjawab pertanyaan Mario seakan-akan ia memang mengetahui maksud Mario.  Mata Mario melebar mendengar Fira mengatakan Mario harus berhenti. Berhenti memanggil Fira dengan Zha.

"Stop it? Lo pikir segampang itu gua menghentikan semuanya. Please Fir, sudahi kesalahpahaman ini," ujar Mario dengan tangan yang sudah mengepal kuat di sisi tubuh.

Fira menghela napas pasrah. Fira pasrah jika harus kembali membicarakan hal yang sangat membuat luka itu kembali terbuka. Pasrah setiap kali melihat wajah memelas Mario, seakan bukan dialah yang salah.

Pasrah jika ia harus disalahkan oleh semua orang yang melihat kejadian ini. Kejadian dimana Mario memohon maaf dan memberikan penjelasan. Sedangkan Fira bertingkah tidak peduli padanya.

"Gua benci lo, Mar," ucap Fira dengan suara pelan bahkan hampir menyerupai bisikan.

"Lo tahu, mendengarkan terkadang lebih baik daripada melihat, Fir,"

Fira terkekeh. Ia memutar tubuhnya menghadap Mario. Jarak satu meter seakan bukanlah penghalang bagi mereka berbicara dengan suara pelan. "Dan lo tahu, terkadang melihat langsung dan merasakan langsung lebih baik daripada mendengarkan," ucap Fira penuh penekanan.

"Setidaknya kasih gua kesempatan," Mario seakan tidak ingin menyia-nyiakan waktu yang ada untuk memberikan penjelasan yang seharusnya Fira dengar sejak lama.

"Gua pernah ngasih lo kesempatan, tapi apa? Lo berbohong, Mar. Gua benci sama orang pembohong dan pengecut kayak lo!" ucap Fira lantang.

Mario tersenyum bahkan hampir tak terlihat. "Hati lo beku hanya karena sakit hati yang lo rasain, sampai akhirnya lo bersikap egois, Fir,"

Fira terkekeh sembari memberikan tatapan sinis kepada Mario. "Dan lo yang bikin gua ngerasain sakit hati!" ucap Fira penuh emosi, bahkan wajah Fira sekarang sudah memerah.

Bukan memerah karena malu atau tersipu, ia memerah karena menahan marah.

"Lo yang buat semuanya menjadi rumit, Fir,"

"Lo yang memperumit semuanya dari awal!"

Fira terus saja melontarkan kalimat-kalimat menentang ucapan Mario.

"Gua ibaratkan barang antik, sekali lo lengah maka rusaklah gua, dan sekarang gua udah rusak, Mar. Hati gua yang rusak lebih tepatnya, hati gua hancur," ucap Fira lalu memutar tubuhnya meninggalkan Mario.

Kali ini Fira melangkah tanpa menoleh ke belakang lagi. Dan Mario terdiam di tengah lapangan ditemani suara pantulan bola yang baru saja terlepas dari pelukannya. Mario tertegun mendengar ucapan Fira.

Fira adalah barang antik. Sekali dia lengah maka barang itu akan rusak. Dan dia sudah pernah lengah, sekarang hati Fira telah hancur.

Pemikiran itu baru saja muncul di kepala Mario. Mario menggeram marah saat melihat Fira sudah melangkah naik. Ia gagal lagi membuat Fira paham akan dirinya.

"Lo itu bodoh atau kurang beruntung, sih, Mar?!" ucap seseorang di belakang Mario.

Mario terkejut lalu memutar tubuhnya. Di sana, di belakang Mario, berdiri Vino dengan tatapan sinis. Vino tersenyum lebar melunturkan tatapannya saat melihat Mario begitu terkejut melihat dirinya.

Vino mendekat ke Mario lalu menepuk bahu Mario sekali. "Kak Fira masih sayang sama lo, buat hatinya percaya bahwa segala penjelasan lo itu benar. Jangan selalu menuntut dia untuk mendengar semuanya sampai dia percaya omongan lo, tapi lo juga harus kasih dia waktu untuk mengerti semuanya,"

Alis Mario menyatu. 'Orang gendeng dari mana ini?'

"Cukup sekali lo ngejelasin semuanya, enggak perlu berkali-kali. Sekarang waktunya lo untuk membuktikan penjelasan lo dulu yang sama sekali enggak dipercaya sama Kak Fira. Buktiin bahwa penjelasan lo benar. Keadilan selalu berpihak pada yang benar, bukan yang salah," lanjut Vino.

Mario terkekeh. "Kayaknya lo tahu banyak tentang kita,"

Vino tertawa meledek. "Kita siapa yang lo maksud? Lo sama Kak Fira? Ngarep amat lo sama kakak sepupu gua satu itu,"

Mario tersenyum lebar. "Setidaknya kita tahu kalau kita saling sayang,"

Vino tertawa terbahak-bahak. "Pede sekali, Bung. Lo enggak lihat tatapan benci dia ke lo?"

"Oke, gua ulang," Mario pasrah. "Setidaknya, kita tahu bahwa dulu kita saling sayang,"

Vino terkekeh, ia dapat mendengar dengan jelas nada tidak terima dari Mario. Vino tahu perasaan Mario begitu besar terhadap Fira. Vino juga tahu bahwa ada seseorang yang memperhatikan mereka berdua dari lantai dua. Wanita dengan rambut di kuncir satu, menatap tajam ke arah lapangan. Ia seakan-akan penasaran dengan percakapan di sini.

"Lo lihat ke belakang, lihat seberapa peduli dan ingin tahunya dia tentang lo," tutur Vino sembari menunjuk wanita yang sejak tadi memperhatikan mereka dengan dagunya.

Mario memutar tubuhnya ke belakang. Senyum terukir di wajah Mario saat ia melihat Fira sedang salah tingkah karena tertangkap basah melihat Mario.

"Lihat seberapa bingungnya dia. Dia sayang tapi dia juga kecewa. Kata benci hanya kata pengganti rasa kecewanya dia. Kalau memang dia bilang benci sama lo, maka arti benci sebenarnya adalah benar-benar cinta," ucap Vino lalu melangkah maju, menyejajarkan tubuhnya di samping Mario.

Mario tersenyum, untuk pertama kalinya ia merasa lega. Setidaknya ucapan Vino bukan hanya sekedar kalimat, tapi juga berupa fakta.

"Makasih, Vin," gumam Mario pelan tanpa menoleh, matanya masih fokus ke arah pintu kelas yang tertutup tanpa ada seorang wanita lagi yang berdiri di sana.

Vino terkekeh. "Cowok cuek nan dingin tapi berhati lembut yang dibilang orang seantero sekolah ternyata benar. Hati lo lembut ke satu orang dan mungkin beberapa orang, Fira dan sahabat lo,"

Mario mengernyit mendengar sebutan yang dipakai untuk dirinya. Cowok cuek nan dingin tapi berhati lembut.

"Mereka spesial," ucap Mario.

"Terutama Fira," lanjut Vino. "Masuk kelas sana, sebentar lagi pergantian jam!"

Mario mengangguk lalu melangkah meninggalkan Vino tanpa pamit.

"Woi! Walaupun gua adik sepupunya Kak Fira, gua ini kakak kelas lo! Songong banget lo!" teriak Vino saat menyadari Mario tidak menghiraukan kakak kelasnya.

Mario mengangkat tangannya dan melambaikan tangan tersebut tanpa mengucapkan sepatah kata atau menoleh sedikitpun ke arah Vino.

Vino menggeleng pelan. "Semoga bahagia,"

☀☀☀

Hiruk-pikuk suara orang di kantin saat jam istirahat berlangsung merupakan hal biasa di setiap sekolah. Sama halnya SMA Taraka, tidak ada kata sepi di kantin saat istirahat. Semua meja penuh dengan piring, gelas dan mangkuk serta tempat duduk yang mulai dipadati siswa-siswi.

Bilik kecil terlihat penuh oleh beberapa murid yang sibuk mengantri untuk membeli sesuatu yang mengganjal perut. Fira berada di salah satu bilik penjual nasi goreng.

Fira berdesak-desakan dengan murid lain, tidak peduli jika sepatunya harus terinjak oleh orang lain. Yang terpenting ia dapat menikmati makan siangnya.

Fira tertarik ke belakang saat lengan kokoh merangkul tubuhnya agar tidak terhuyung ke sana-sini akibat desakan orang-orang. Pergerakan lain di sekitar Fira juga terhenti, sampai akhirnya mereka menoleh ke satu arah yaitu Fira dan laki-laki yang merangkul Fira.

"Woi yang di bilik nasi goreng minggir woi! Best couple SMA Taraka mau beli woi!" teriak Dika sangat keras dari meja pojok kantin.

"Lepas!" bentak Fira seraya menyingkirkan lengan Mario dari bahunya.

Mario menurut, ia melepaskan tangannya dari bahu Fira. "Bu, Fira diduluin, ya, Bu, cacing di perutnya sudah meronta karena lapar soalnya, kasih tiga porsi buat Fira, ya, Bu," ucap Mario kepada Bu Ikmal, penjual nasi goreng.

Bu Ikmal tampak bingung lalu akhirnya mengangguk, "Iya, Den, iya,"

Mario tersenyum lalu mengacak pelan rambut Fira dan meninggalkan Fira begitu saja. Pekikan tertahan terdengar di penjuru kantin, semua yang menatap iri mereka berdua. Mario terlalu manis.

"Anjir, gua mau digituin."

"Aaaa!!! So sweet banget,"

"Woi itu Mario yang cuek dan dingin itu? Gila gila gila, meleleh gua,"

Kalimat-kalimat tidak percaya terus saja menggema di seluruh kantin, sedangkan Mario hanya bertingkah tidak peduli dan kembali ke mejanya. Meja pojok kantin, tempat favorite Mario, Andre dan Dika. Sedangkan meja di sebelahnya adalah meja favorite Emily dan Fira.

Fira terbengong di tempat. Hatinya menghangat dan jantungnya memompa sangat cepat.  Meleleh aku, Mas.

Bahkan panggilan Bu Ikmal saja tidak didengar oleh Fira. Fira terlalu kaget dengan perlakuan Mario. Fira mengulas senyum setipis mungkin, Fira menoleh ke kanan tepat ke arah Bu Ikmal yang sedang memegang nampan berisi tiga piring.

"Meleleh gitu ya, Mbak, hatinya. Saya jadi keinget masa muda saya, Den Mario sangat perhatian dan lembut," ucap Bu Ikmal lalu menyodorkan nampan berisi tiga piring nasi goreng tersebut ke arah Fira.

Fira mengangguk lalu melenggang pergi ke mejanya, tanpa membayar terlebih dahulu.

'Biar waktu yang menjawab,'

☀☀☀

29 Oktober 2017
25 Januari 2018
-Fan-

Jadi kemarin ada yang minta dibuatin grup khusus readers Speranza, kalian setuju kah? Ah bukan, pertanyaanku yang sebenarnya adalah, emg ada yg mau join? 😂😂

Kalau yg mau join banyak, nanti coba aku pertimbangan lagi deh untuk bikin grup itu😅 kesannya gaya bgt belum apa" udh bkin grup segala😂😂

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top