08|| Flashback Singkat☀

Aku berbohong jika aku mengatakan aku tidak merindukanmu. Aku berbohong jika aku mengatakan aku tidak peduli padamu. Aku berbohong jika aku mengatakan aku tidak mengharapkanmu kembali. Aku berbohong setiap kali aku mengatakan, "Aku benci kamu."

Itu semua adalah kebohongan yang diciptakan oleh lisanku.

Aku sadar. Bahkan sangat sadar, jika sebenarnya aku masih menginginkan kamu. Menginginkan kehadiranmu yang menemani hari-hariku.

Tapi maaf, egoku terlalu tinggi untuk mengakui itu semua. Kekecewaan masa itu membekas begitu indah di hati ini. Seakan tak ada obat untuk menyembuhkannya.

Maaf jika sampai saat ini, aku harus terus membohongi diriku sendiri, dan juga dirimu.

Maaf jika sampai saat ini, aku belum bisa mendengarkan penjelasan dari mulutmu.

Maaf jika aku masih menutup rapat telingaku, mataku, dan hatiku, untukmu.

Pahamilah aku, pahami keinginanku. Biarkan aku menyembuhkan lukaku terlebih dahulu. Tiga tahun seakan tidak cukup untuk menghilangkan bekas luka itu.

Aku mohon ... sabarlah. Tunggu aku, jangan pergi. Aku butuh waktu.

"Ck," Fira mengumpat kesal saat menyadari apa yang baru saja ia tulis.

Hari ini pelajaran dikosongkan karena dewan guru serta jajaran staff sedang mengadakan rapat. Setiap kelas terdengar sangat bising namun tidak sampai berteriak-teriak seperti halnya yang terjadi kemarin.

Banyak murid yang sudah beranjak meninggalkan kelas saat mengetahui pelajaran hari ini dikosongkan. Tapi berbeda dengan beberapa murid yang lebih memilih untuk tinggal di kelas untuk beberapa jam ke depan.

Seperti saat ini, di kelas XI-IPA 1. Ada sekumpulan wanita yang sedang nonton drama korea, sekumpulan laki-laki di pojok kelas sibuk memainkan game online mereka, ada yang sibuk dengan mimpi indahnya, ada yang sibuk membaca novel, ada pula yang mendengarkan musik dan beberapa yang lain sudah berada di luar kelas duduk di balkon, dengan alasan 'Wifi-nya lebih kenceng.'.

Fira dan Emily tetap berada di kursinya, enggan beranjak kemana-mana. Kaki dan tubuhnya seakan berat untuk meninggalkan kelas.

"WOI! Enggak ada yang ke kantin?"

"Belom istirahat, nanti ajalah. Cabut kantin nanti aja siangan,"

"Fir, mau ke lapangan indoor gak?" tanya Emily pelan.

Fira menegakkan tubuhnya. "Males."

Emily menjatuhkan kepalanya di atas meja. "Gue bosen di kelas, lu dari tadi sibuk curhat sama buku. Lah, gue ngelihatin doang,"

Fira tersadar begitu mendengar ucapan Emily tentang buku, dengan cepat Fira merobek lembar yang baru saja ia tulis lalu dibuat menjadi satu gumpalan. Emily tersenyum melihat tingkah Fira. "Salah nulis?"

Fira menggeleng.

Alis Emily terangkat satu. "Terus? Jelek kata-katanya?"

Fira menggeleng lagi.

Emily tersenyum sumringah dan langsung menegakkan tubuh kemudian ia dekatkan ke Fira, jari telunjuknya terangkat menunjuk Fira. "Lo flashback, ya?" ucapnya penuh menggoda.

"Enggak," balas Fira cepat.

Emily terkekeh saat melihat pipi Fira yang merona. "Udah ayo ke lapangan indoor, biar puas flashback-nya."

Fira membuka matanya sempurna. "Gila,"

"Woi kalian enggak ada niat keluar kelas?" Dika tiba-tiba saja muncul di hadapan keduanya. Tentu diikuti Mario dan Andre.

"Mau ke lapangan indoor, sih, tapi Fira gak mau," jawab Emily santai.

Andre melirik Fira yang sepertinya sibuk menyembunyikan sesuatu dari balik mejanya. "Kenapa, Fir?"

Fira terkejut saat Andre mengetahui kegelisahaannya. "Enggak,"

Andre terkekeh lalu menepuk bahu Mario yang berdiri tepat di sebelahnya. "Sabar, lupain dulu yang kemarin."

Andre seakan paham bahwa Mario begitu takut untuk mengajak Fira bicara seperti biasanya. Mario kali ini memilih untuk diam karena takut jika Fira semakin menjauh. Mario juga teringat cara Fira memperlakukan dirinya belakangan ini, menghindar.

"Iya,"

"Mar, jangan nempel di tembok gitu, dong. Nanti gua suka gimana?!" ucap Kintan di belakang tepat di kumpulan wanita yang sedang menonton drama korea di laptop.

"Tau ih, Mar, kakinya turunin,"

Andre menoleh ke samping, memastikan bagaimana posisi Mario saat ini. Ternyata Mario hanya menyandar di tembok dengan kaki yang di tekuk agar telapak kakinya menyentuh tembok sedangkan kedua tangannya ia masukkan ke dalam saku celana.

"Orang ganteng, mah, bebas," sahut Dika saat memahami pesona temannya yang memang tidak tertandingi.

Fira bergidik mendengar ucapan Dika. Walaupun kenyataan itu benar adanya, tapi Fira berusaha keras menepis pikirannya tentang Mario. Fira akan berusaha menentang apapun yang berhubungan dengan Mario.

"Ganteng gitu dinajisin! Fir, Fir, bingung gua sama lu. Cowok kayak Mario lu cuekin mulu, nanti dia berenti ngejar lo, lo kehilangan jangan nyesel, ya?" ucap Hazmi sembari terkekeh.

Mario tersenyum mendengar ucapan Hazmi, sedangkan Fira sudah memutar tubuhnya ke arah Hazmi dan memberikan tatapan tajam kepada Hazmi. "Enggak peduli!" ucapnya keras.

"SEKARANG SOK-SOK ENGGAK PEDULI, NANTI DITINGGAL NYESEL!" teriak Bimo dari belakang.

Fira muak setiap kali teman-temannya menyudutkan Fira hanya karena Fira terlalu mengabaikan Mario. Sebenarnya bagi Fira, Fira tidak terlalu mengabaikan Mario. Karena terkadang ia masih ingin menjawab perkataan Mario, dia tidak benar-benar mendiamkan Mario. Hanya saja yang dilihat orang lain berbeda.

Fira beranjak dari duduknya, dan tangannya menarik tangan Emily agar ikut berdiri. Terlalu kesalnya Fira sampai ia tidak menyadari kertas yang ia kepal kuat-kuat terjatuh ke lantai. Andre dan Mario menyadari itu, tapi mereka hanya diam.

Fira menarik paksa Emily keluar kelas, Fira benar-benar malas di kelas jika topik pembahasannya adalah dirinya dan Mario. Fira dengan kasar menyenggol bahu Dika yang ingin menghalangi langkah Fira. Dan akhirnya Dika mengalah saat melihat kode dari Mario untuk membiarkan mereka ke luar kelas.

Mario menurunkan kaki kirinya yang dari tadi menempel di tembok lalu berjalan maju. "Lain kali jangan sudutin Fira, kayak tadi," ucap Mario pelan, datar, namun penuh penekanan.

Bahkan wanita yang mulai ikut membisikkan tentang perlakuan Fira terhadap Mario langsung terdiam saat mendengar ucapan Mario.

"Mar, hati lo terbuat dari apa, sih? Lo tuh udah dicuekin abis-abisan sama Fira dari kelas sepuluh. Tapi lo masih aja ngejar dia, yaelah, cewek enggak cuma dia kali, Mar!" ucap Sera.

"Nah, iya tuh, Mar. Lagian banyak kali cewek yang suka sama lo, contohnya Sera, Sera enggak kalah cantik, kok, dari Fira!"

"Iya, Mar. Cewek enggak cuma Fira!"

Mario kesal dengan ucapan-ucapan teman sekelasnya,l. "DIAM!" bentak Mario.

Banyak yang terkejut mendengar nada tinggi Mario. Mereka tidak menyangka bahwa Mario akan semarah ini hanya karena perkataan seperti itu. Andre bergerak maju dan menepuk pelan bahu Mario, berusaha menenangkan sahabatnya. "Keluar duluan sama Dika!" Andre menatap Dika yang diam di ambang pintu. "Dik, ajak Mario keluar."

Dika mengangguk dan menarik tangan Mario keluar dari kelas, tidak ada penolakan dari Mario saat Dika menariknya. Namun ia teringat akan satu hal, dan dengan cepat ia menghentikan langkahnya yang sudah ingin keluar dari kelas.

"Apaan lagi?" tanga Andre saat melihat Mario kembali melangkah masuk.

Mario diam lalu membungkuk, mengambil sesuatu dari kolong meja Fira, kemudian kembali melangkah keluar.

Saat Dika dan Mario sudah keluar dari kelas, kelas kembali bising dengan bisikkan-bisikkan mengenai sikap Mario. Dan hal tersebut membuat Andre geram.

"GUYS!" teriak Andre di depan kelas.

Semua diam, mereka fokus ke arah Andre. Bahkan yang di luar pun berbondong-bondong masuk ke dalam saat mendengar teriakan Andre.

"GUA MOHON ... Jangan ada lagi yang bahas tentang perlakuan Fira ke Mario, biarin itu menjadi masalah mereka. Gue tahu, sebagai seorang teman apalagi sekelas, itu sangat tidak baik, mendiamkan temannya yang lain. Tapi, coba pikirin Fira-nya juga, ya, dia pasti ada alasan kenapa secuek itu sama Mario. Kalau dia cuek ke semua orang, baru kalian boleh tegur dia, tapi tidak dengan menyerbu dia seperti tadi, cukup tegur pelan-pelan dan baik-baik. Tapi, Fira tidak secuek itu, 'kan, sama kalian? Jadi untuk apa kalian ikut campur urusan dia?" Andre menatap sekelilingnya, mereka mulai menatap satu sama lain seperti bingung.

"Gue pernah bilang, 'kan, sama kalian. Setiap orang berhak berubah. Anggap aja sekarang memang Fira cuek sama Mario, tapi, 'kan, mungkin aja bulan besok dia enggak cuek lagi. Jadi, please.. stop ikut campur masalah Fira dan Mario," tambah Andre.

"Silahkan kalian membicarakan Fira di belakang, silahkan. Setidaknya dia tidak merasa tertekan dengan kata-kata kalian," Tambah Andre lagi dengan santai melangkah keluar dari kelas setelah mengatakan sederet kata yang mampu membuat mereka terdiam.

☀☀☀

"Fir, ingat enggak, saat Mario perhatian banget sama lo waktu lo sakit?" tanya Emily.

Kini keduanya sedang duduk di tengah-tengah lapangan indoor. Fira berusaha melupakan ucapan teman-temannya mengenai Mario. Fira sadar dia terlalu jahat, karena beberapa kali mengabaikan Mario. Tapi bukan berarti dia tidak menganggap Mario ada.

"Gue masih ingat semua, Em," lirih Fira.

Emily 'tak kuat bila harus melihat temannya kembali merasa bersalah kepada Mario seperti sekarang ini. Emily menggenggam tangan Fira. "Fir, gue tahu, semua butuh waktu, butuh proses. Jangan dipikirin ucapan mereka. Gue yakin Mario kuat dan enggak akan nyerah gitu aja untuk merebut hati lu lagi," ucapnya.

Fira mengangguk. "Gua tahu, dia enggak akan nyerah, tapi gua takut harapan dia tentang gua sirna,"

Emily tertegun mendengar ucapan Fira. "Jadi, sebenernya lo masih sayang dia?"

"Enggak tahu, semua terlalu abu-abu,"

"Ingat gak dulu Mario pernah melototin gua, cuma gara-gara gua mau ngerjain lu pake jelly halus?"

Pikiran Fira melayang ke kejadian beberapa tahun lalu.

Saat itu, Fira dan Emily baru saja membeli bola-bola air atau mereka sering menyebutnya jelly. Jelly ini berbentuk lingkaran dan jika direndam dengan air maka ukurannya akan membesar. Awalnya mereka beradu perang dengan jelly tersebut, namun lama kelamaan dengan usilnya Fira menghancurkan jelly tersebut di satu wadah.

"Em, lucu, nih, kalau hancur gini, kayak bubur gitu," ucapnya sembari terus menghancurkan jelly-jelly berukuran sedang tersebut menggunakan sendok.

Emily bergedik saat melihat jelly yang sudah hancur tersebut. "Geli ih, kayak apa gitu, lembek-lembek, iiihhhhh ...." ucap Emily.

Fira dengan tingkah jailnya mencolek jelly yang sudah hancur tersebut dan menoel pipi Emily. Jadilah pipi Emily penuh dengan jelly halus tersebut.

Awalnya Emily terlihat geli, tapi karena serangan Fira yang terus menerus, Emily ikut mencolek jelly tersebut ke pipi Fira. Fira yang tidak ingin dikenai jelly hanya dapat berlari keluar rumah dan terus berlari agar terhindar dari serangan Emily.

Di genggaman tangan Fira sudah ada jelly halus juga, itu sebagai balasan untuk Emily nanti. Tapi yang harus ia hindari saat ini adalah Emily, karena di tangan Emily terdapat banyak sekali jelly yang sudah dihaluskan, dan siap untuk ditempelkan ke wajah Fira.

"Jangan lari!!" teriak Emily sembari mengejar Fira.

"SUMPAH, ITU BANYAK BANGET. GAK MAU GUE, LO JAHAT ELAH!"

"DIKIT, INI!"

"EM, SUMPAH ITU BANYAK! NANTI MUKA GUA RUSAK!"

"YAELAH ENGGAK AKAN RUSAK, PALING GATEL!"

"EM, CAPEK, EM!" ucap Fira seraya duduk di pinggir jalan aspal.

Saat Emily sudah berada di dekat Fira yang terduduk karena kelelahan berlari menghindari Emily, Emily ingin sekali meluncurkan aksinya, yaitu mengusap wajah Fira dengan tangan penuh jelly.

Namun, aksinya terhenti saat melihat Mario di seberang jalan sedang menatap tajam ke arah Emily.

"Anjir, berhentinya depan doi!" ucap Emily kesal.

Emily langsung menepuk-nepuk tangannya yang penuh jelly halus dan membersihkan tangannya yang masih ada sisa jelly.

"HAHAHA! ENGGAK JADI, 'KAN, LO NGERJAIN GUA!" tawa Fira penuh kemenangan.

Sebelum ia berhenti, ia memang sudah melihat Mario di seberang sana, sepertinya ia melihat segala aksi Fira dan Emily hari ini. Mario menatap tajam ke arah Emily saat mengetahui Emily ingin berbuat jail kepada Fira. Memang sorot mata Mario tidak dapat dibantah, padahal hanya sorot mata bukan ucapan yang berupa kalimat perintah.

"Bersihin mukanya!" perintah Mario kepada mereka berdua.

Fira menggeleng dan berdiri lalu memutar tubuhnya ke arah Emily, dan langsung melayangkan telapak tangan penuh jelly halus tersebut ke wajah Emily. Emily yang terkejut hanya menutup mata berharap jelly tersebut hanya mengenai bagian pipi saja.

"ANJIR! HAHAHA! MUKA LO! HAHAHA! ANJIR!" tawa Fira meledak saat itu juga, melihat bagaimana berantakannya wajah Emily yang sudah dipenuhi jelly halus.

"DRE, BANTUIN DRE! ANJIR NGAKAK GUA!" teriak Dika tak kuasa menahan tawa.

Emily tidak marah ataupun malu diperlakukan seperti itu di depan gebetan oleh Fira. Karena baginya kejadian seperti ini adalah kunci eratnya sebuah persahabatan.

Karena persahabatan tidak selalu soal cerita, berbagi masalah, tapi juga harus berbagi kesenangan, dan berbagi penderitaan.

"Sini gue bantu bersihin," tawar Andre sembari membawa satu bungkus tissue dan duduk di samping Emily yang saat ini sudah mendaratkan bokongnya di jalan aspal.

"ANJIR! KENAPA LO JADI UNTUNG, EM!" teriak Fira heboh saat Andre membersihkan wajah Emily begitu telaten.

Mario terkekeh lalu berjalan menghampiri Fira yang berdiri menatap kedua sahabatnya yang sedang pendekatan.

"Mau dibersihin juga? Sini gue bersihin, muka udah kayak bocah main tanah aja lu ah, bedanya tanahnya dari jelly kalo lu mah;"

Fira tersenyum kala mengingat kejadian tersebut. "Em, ternyata Andre dari dulu manis, ya," gumam Fira.

Emily melotot tajam saat mendengar gumaman Fira. "ANJIR! LO MAU NIKUNG GUE?!" teriak Emily karena terkejut.

Fira terkekeh. "Enggak," jawabnya kembali ke sifatnya, cuek.

"TERUS KENAPA ABIS BENGONG LO NGOMONG KALO ANDRE DARI DULU MANIS, HAH?! WAH LO PASTI ABIS FLASHBACK KAN? TERUS ENGGAK DENGERIN CERITA GUE,"

"ENGGAK USAH TERIAK!"

"BODO! TAPI GUA BENER, 'KAN? LO HABIS FLASHBACK?" Emily terus saja menyudutkan Fira yang tertangkap basah habis mengenang masa lalu.

"IYA GUA FLASHBACK. PAS BAGIAN ANDRE CHAT-AN SAMA GUA TENGAH MALEM!"

Jleb.

Emily diam, hatinya tiba-tiba saja merasa sesak mendengar Fira dan Andre chatting tengah malam. Terlebih lagi, tadi Fira mengatakan Andre manis.

"HAHAHAHA! MUKA LO! ASEM! HAHA!" tawa Fira pecah dan begitu menggema di lapangan indoor.

Emily melirik sinis ke arah Fira.

"ANJIR! SINIS BANGET! HAHAHA!" Fira terus saja tertawa melihat respon yang Emily berikan karena ucapannya.

Fira tertawa sampai memegangi perutnya, ia benar-benar merasa bahagia saat ini, melihat Emily yang begitu patah hati.

"LO PERCAYA SAMA OMONGAN GUA?!"

Emily melirik lagi ke arah Fira yang duduk tepat di sampingnya lalu kembali menatap kursi penonton yang mengelilingi lapangan.

"ANJIR, EM! LO PERCAYA?!"

Emily mendengus. "BACOT, ANYING!"

"HAHAHA! PINTER DASAR!" Fira kembali tertawa melihat tingkah sahabatnya yang ternyata masih saja lemot kuadrat seperti dulu.

"Emang lo bohongin gua?"

Nahkan.

Benar kata Fira, Emily itu lemot kuadrat.

"ENGGAK!" jawab Fira cepat, Fira diam menunggu reaksi Emily selanjutnya.

Emily menunduk menatap roknya dan tangannya bergerak memilin roknya. "Jadi lu deket juga sama Andre?" pertanyaan itu keluar dari mulut Emily.

Fira melotot sempurna saat menyadari sahabatnya benar-benar menanggapi ucapan Fira dengan serius.

"ENGGAK, EM! BUSET DAH! ENGGAK DEKET GUA!"

"Tadi katanya enggak bohong, berarti deket beneran dong,"

"AMPUN DEH AH! MANA ADA SIH GUA CHATTAN SAMA ANDRE SAMPE TENGAH MALEM? MAU DI GANGBANG DIA SAMA MARIO?"

"Oiya, yak! Mario, 'kan gak mungkin biarin Andre sama Dika chat lu yak!" ucap Emily seakan sadar akan kebodohannya.

"HAHAHA! ANJIR! Pinter banget, ya, gue," tawa Emily meledak saat benar-benar menyadari kebodohannya.

"Memang, Em!" Fira sudah 'tak sanggup tertawa lagi, perutnya terasa kram karena terlalu banyak tertawa.

"ASIK BANGET KETAWANYA! AJAK KITA DONG!" teriak seseorang dari balik punggung Fira dan Emily.

Keduanya menoleh ke belakang secara bersamaan dan mata mereka melebar sempurna saat melihat Mario, Andre dan Dika menduduki bangku penonton yang berada di belakang mereka.

Keduanya langsung kembali menghadap depan, rasanya malu dan ingin sekali melenyapkan diri dari muka bumi ini.

"Tetep jadi Fira yang gue kenal ya!" celetuk Mario.

"TETEP JADI FIRA YANG KITA SAYANG YA EH YANG MARIO SAYANG MAKSUD GUA!" teriak Dika begitu menggema di lapangan indoor.

Beruntung lapangan indoor kedap suara, jadi tidak akan ada seorang pun yang mendengar teriakan Dika.

"Tetap kayak gini, ya, Fir, jangan cuek-cuek," bisik Emily kepada Fira.

Fira terkekeh, ia sendiri tidak dapat menjanjikan hal tersebut. Karena sebenarnya Fira sudah nyaman dengan dirinya yang sekarang.

"Gua udah baca tulisan lu, dan gua udah maafin lu, kok," ucap Mario begitu lantang.

Fira menegang, baca tulisan? Tulisan itu? Ada di tangan Mario? Fira merogoh saku rok dan saku bajunya berusaha menemukan selembar kertas yang sempat ia buat menjadi satu gumpalan. Namun, hasilnya nihil.

"Kertasnya ada di tangan gue!"


'Mampus gue.'

☀☀☀

Terima kasih banyak untuk kalian yang masih setia nungguin Speranza update. Serius aku gak nyangka dapet pesan dari kalian yang berisikan kalimat penyemangat untuk aku, supaya aku terus nulis cerita ini😭 sumpah terharu😭😭 aaaa pokoknya makasih banyak yang udah baca cerita aku, udah vote and comment💙💙💙💙😘😍


23 Oktober 2017
22 Januari 2018
-Fan-

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top