07|| Serpihan Kenangan ☀

Benci dan cinta itu beda tipis, kenali secara mendalam tentang perasaanmu.

☀☀☀

Fira duduk di lantai, tubuhnya menyandar ke pagar besi yang mengelilingi balkon. Fira membenamkan wajahnya di sela-sela lipatan tangannya yang ia letakkan di atas lutut yang menekuk. Fira berusaha menahan air matanya yang mendesak ingin keluar.

Fira mulai menghitung mundur dalam hati, berusaha menenangkan hatinya. Fira akan terus melakukan ini sampai hatinya merasa tenang. Dan Fira gagal menenangkan hatinya hanya dengan hitungan mundur yang biasa ia lakukan.

Fira memeluk tubuhnya sendiri lalu meremas baju di bagian dada dan menunduk dalam. Fira tidak bisa menahan sesak di dadanya lagi, ia membiarkan tangis mengekspresikan kesakitannya lagi. Fira memukul-mukul dadanya berharap rasa sesak itu perlahan menghilang, namun yang ia rasakan maka semakin sesak dan sakit.

Tangan Fira mulai diam dan membiarkan air matanya terus membasahi kedua pipinya. Fira dengan gerakan perlahan menolehkan kepalanya ke belakang, menatap rumah Emily dari sela-sela pagar besi. Fira dapat melihat jelas telapak tangan Mario yang diperban dari atas sini.

Hatinya nyeri mengingat wajah khawatir Mario saat membuka pintu kamar mandi di sekolah tadi. Hatinya sakit begitu Mario menyalurkan kekesalannya dengan menyakiti diri sendiri. Fira tidak bisa terus melihat Mario seperti itu.

Fira bangkit berdiri dan langsung masuk ke dalam kamar, melewati pintu kaca dengan terburu-buru. Fira langsung menutup pintu kaca yang menghubungkan bagian dalam dan luar kamar Fira. Tangan Fira bergerak menutup gorden.

Fira membalikkan tubuhnya menatap ranjang lalu ia bergerak mundur bersandar di pintu kaca yang sudah tertutup gorden. Isak tangis Fira semakin terdengar semakin memilukan. Fira beringsut turun dan menyandarkan kepalanya ke pintu kaca.

"Sakit, 'kan, Mar?! Kenapa lo harus ngelakuin itu semua, sih, Mar?!" lirih Fira di sela-sela isak tangisnya.

Fira menghentikan tangisannya karena ia merasa itu semua sia-sia ia lakukan. Fira menghapus jejak air matanya dan bangkit berdiri. Fira membuka gorden dan juga pintu kaca. Fira memberanikan diri ke luar kamar dan berdiri di balkon kamarnya.

Fira terkejut begitu ia melihat ke depan gerbang rumahnya. Mario duduk di motornya dan menatap rumah Fira dengan tangan yang mengepal. Fira langsung bergerak mundur berharap Mario tidak melihatnya.

Fira berusaha menepis berbagai pemikiran yang tiba-tiba saja memenuhi kepalanya. Fira merasa ini semua salah, tidak seharusnya Fira dan Mario mengikis jarak yang sudah tercipta. Ini semua salah Fira karena hari ini berada di area yang sama dengan Mario dalam waktu yang cukup lama.

Fira mengembuskan napas perlahan, lalu memasuki kamarnya kembali.

☀☀☀

Mario berkali-kali membuang napas kasar. Ia sudah berusaha meredam kemarahannya hari ini. Tapi, semua yang ia lakukan sia-sia.

Segala perlakuan Fira kepadanya sama sekali tidak dapat ia terima. Baginya, Fira hanya membuang-buang waktu. Tapi, Mario tidak dapat menyangkal semua keputusan Fira.

"Lu kalau mau marah, ya, marah aja, sih, Mar. Lagipula, dia udah keterlaluan," ucap Andre sembari bermain PS dengan Dika.

"Enggak mungkin gue marah, gue aja enggak tahu, kenapa gue memilih untuk menyusul dia tadi," jawab Mario masih asik menatap langit yang dipenuhi ratusan bintang.

Dika tertawa keras mendengar kata-kata Mario. "Itu juga yang dari tadi gue pikirin, sebenarnya, lu ngapain nyusul Fira ke kamar mandi?" tanyanya bingung.

"Nah itu," sahut Mario. "Gue tadi khawatir dia sakit, terus pingsan di kamar mandi,"

"Tapi kenyataannya, enggak pingsan, 'kan?" sahut Andre.

"Enggak," jawab Mario.

Dika mematikan game yang sedang ia mainkan. Tubuhnya berputar menatap Mario. "Terus dia ngapain di kamar mandi lama banget?" tanyanya.

"Dik, kok, dimatiin, sih?!" ucap Andre tidak terima.

"Sssstttt... Gue mau dengerin penjelasan Mario, kasihan gue sama dia, selama ini penjelasannya enggak pernah mau didengerin sama doi, hahaha...." ucap Dika setengah meledek setengah benar.

Mario yang mendengar gelak tawa Dika lantas memutar tubuhnya menghadap dua sahabatnya yang asik tertawa di ranjangnya. Mario dengan kesal melemparkan kulit kacang yang berada di meja ke arah dua sahabatnya. Dan kulit kacang tersebut tepat mengenai kening Dika.

Dika mengaduh kesakitan karena timpukan Mario yang cukup keras. "Duh! Sakit, Yo!" teriaknya.

Andre hanya tertawa melihat teman di sampingnya kesakitan. Mario yang awalnya kesal mendadak tertawa begitu ia menyadari sesuatu.

"Tapi, ucapan lu benar juga, sih, Dik!" ucap Mario lalu tertawa lagi.

"Mar, sini, deh, Mar!" seru Andre sembari menepuk kasur di sampingnya.

Mario menggeleng tidak mau.

"Mario menertawakan dirinya sendiri, Bung!" seru Dika kencang di samping telinga Andre.

Andre yang terkejut sampai mengusap-usap telinganya. "Teriak di kuping orang itu, enggak baik, Andika!" kesalnya.

"Biarin, sih," balas Dika.

"Kuping gue pengang, nih," ucap Andre sembari terus mengelus kedua telinganya.

"Bodo," balas Dika cepat.

Mario yang sudah teramat kesal dengan perdebatan mereka akhirnya memilih melangkahkan kakinya mendekat ke arah mereka. Mario tiba-tiba saja membanting dirinya ke ranjang dan ia berada di sela-sela antara Dika dan Andre.

"Ye, nyempil aja lu!" ucap Dika sebal.

"Ssstttt... ngantuk gue, mau tidur, kalian pulang sana!" ucap Mario seraya memejamkan matanya.

"Lah, lu ngusir kita, nih?" Andre menatap bingung Mario.

"Tadi yang nelpon kita untuk ke rumah lu, siapa, ya, Mar? Yang katanya lagi galau gitu," sambung Dika.

"Bukan gue," jawab Mario santai.

Andre dan Dika saling memandang satu sama lain lalu menatap Mario. Keduanya tersenyum licik lalu Dika dengan suara nyaringnya berkata, "Gue telepon Fira, ah...." ucap Dika berupa ancaman.

Mario langsung membuka matanya dan terduduk. Tangan Mario bergerak meraih ponsel Dika yang sudah menempel di telinganya. Dika yang menyadari pergerakan Mario langsung memilih bangkit berdiri.

Andre menahan tubuh Mario dengan kedua tangannya begitu melihat kode yang dilemparkan oleh Dika.

"Diam!"

Bukan Mario namanya jika menjadi sosok penurut. Mario terus berusaha lepas dari dekapan Andre tapi Andre tidak akan mau dengan Mario. Andre mendekap Mario lebih erat lagi.

"Yah, enggak diangkat," tutur Dika lemas sembari mendudukkan dirinya di atas ranjang Mario.

Mario berhenti bergerak dan Andre melepaskan dekapannya. Mario terkekeh untuk beberapa saat, lalu ia kembali nerebahkan dirinya di kasur. Mario lagi-lagi harus merasa ditampar oleh sebuah kenyataan pahit.

Tembok itu terlalu sulit untuk dihancurkan.

☀☀☀

"Em, Mario yang mana?" tanya Fira kepada Emily.

Emily menolehkan kepalanya ke samping lalu kembali melahap roti bakar di hadapannya. "Enggak ada," jawab Emily.

Fira mengulas senyum tipis menanggapi jawaban Emily. Fira pun kembali melahap roti bakar cokelat kesukaannya. Sedangkan matanya bergerak ke sana ke mari mencari seseorang yang bertubuh tinggi, dan bahu yang cukup besar.

Tiba-tiba saja Fira tersedak roti di mulutnya begitu melihat anak laki-laki mengendarai sepeda hitam berhenti di depan kumpulan remaja yang biasa disebut AMAPA. Mereka nampak berkumpul di sebarang Ran's Resto. Fira meneliti penampilan laki-laki itu sekali lagi, ia berusaha menegaskan apa yang ia lihat.

Samar-samar Fira mendengar gelak tawa laki-laki tersebut yang entah mengapa mampu membuatnya menarik sebuah senyuman tipis. Emily memperhatikan Fira yang sejak tadi menatap ke arah luar, dan Emily terkejut beberapa saat begitu menyadari siapa yang sedang ditatap oleh Fira.

Dia adalah Mario, salah satu murid kelas VIII-2 di sekolahnya. Dan dia adalah laki-laki yang Emily sukai saat itu.

"Fir, ngelihatin siapa, sih?" tanya Emily pura-pura tidak tahu.

"Itu yang tinggi, naik sepeda, siapa?" tutur Fira seraya menyeruput jus lemon.

"Mario," jawab Emily.

Fira terdiam beberapa detik, lalu kembali melahap roti bakarnya lagi. "Oh... jadi dia cowok yang lu suka," ucap Fira.

"YO! Ada yang suka sama lo, nih!" seru seseorang di balik punggung Fira dengan suara keras dan tangan melambai ke arah kumpulan remaja AMAPA.

Fira terkejut begitu laki-laki yang bernama Mario menolehkan kepalanya. Ia langsung menatap layar ponselnya berusaha mengabaikan percakapan yang akan terjadi antara laki-laki di balik punggungnya dan Mario. Sedangkan Emily yang duduk di seberang Fira hanya mampu menahan senyum malu-malunya.

Mario terlihat menghampiri meja yang Fira dan Emily tempati. "Siapa?" tanya Mario yang berdiri di samping Fira.

Dika diam-diam melirik ke meja Fira dan Emily. Mario mengikuti arah pandang Dika bahkan ia sampai menundukkan kepalanya agar dapat melihat wajah Emily dan Fira secara bergantian. Fira yang ditatap begitu intens oleh Mario, menaikkan sebelah alisnya dan tangan kanannya bergerak menusuk roti bakar di hadapannya lalu memasukkannya secara paksa ke mulut Mario.

"Apa lo liat-liat?!" seru Fira dengan tegas.

Mario yang terkejut hanya berusaha mengunyah apa yang masuk ke dalam mulutnya beberapa detik lalu tanpa berniat membuangnya. "Galak amat, neng," ucap Mario setelah menelan potongan roti.

Emily di seberang Fira langsung menendang tulang kering Fira dari bawah meja. Emily sangat gugup berada di dekat Mario. "Pulang, yuk!" ajaknya kepada Fira.

Fira mengangguk lalu bangkit berdiri, sebelum ia melangkah meninggalkan mejanya, ia terlebih dulu menatap meja itu memastikan tidak ada yang tertinggal. "MBAK SHANTI, FIRA PULANG, YA!" teriak Fira menarik perhatian semua pengunjung.

Beberapa pengunjung mungkin merasa biasa saja mendengar suara remaja SMP berteriak di dalam mini cafe tersebut, karena itu adalah yang biasa ditemukan ketika kita memasuki area Ran's Resto. Tapi, untuk para pengunjung baru, mereka merasa perlakuan tersebut sangat tidak baik.

Fira menoleh ke arah Mario yang kini sudah berdiri tegak menghadapnya. "Ngapain lo masih di sini?!" sinis Fira.

Mario terkekeh. "Yang ini, Dik?" Mario mengabaikan ucapan Fira dan memilih bertanya dengan Dika.

"Dik, mulut lu comel banget, sih," kesal Emily sembari mencubit lengan Dika.

Dika mengaduh kesakitan dan mengusap-usap lengannya yang sakit. "Bukan yang itu, tapi yang ini," tutur Dika sembari melirik Emily di akhir kalimatnya.

Emily yang menyadari ucapan Dika langsung berlari keluar Ran's Resto menyusul Fira yang entah sejak kapan melangkah keluar.

"Gue kira perasaan gue terbalaskan," gumam Mario pelan.

Dika terkekeh. "Sabar, Bro! Fira itu susah dideketin, tapi setidaknya lu udah berhasil bikin dia kesal, 'kan? Sampai disuapi roti pula," ucap Dika lalu terkekeh.

Emily bangun dari tidurnya dengan napas terengah-engah. Entah mengapa mimpinya beberapa detik lalu begitu terasa nyata baginya. Tanpa sadar air mata membasahi pipinya sampai bantalnya basah.

Apakah Mario telah menyukai Fira selama itu? Apakah mimpi itu nyata?

Emily tiba-tiba saja meyangkan hubungan dekat Fira dan Mario yang sejak lama terputus.

☀☀☀

20 Oktober 2017
21 Januari 2018
-Fan-

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top