05|| Kepercayaan yang Hilang ☀
Jangan terlalu percaya kepada orang lain, karena terkadang orang yang dipercaya bisa membuat kita kecewa.
☀☀☀
"Fir, kita temenan udah tujuh tahun, lho, Fir. Lo masih mau main rahasia-rahasiaan sama gue?" ucap Emily penuh penekanan.
"Enggak,"
Emily menjitak pelan kepala Fira. "Enggak apanya? Sekarang aja lo diem gini, gua gak tahu lo kenapa?!" kesalnya.
Fira membuang muka ke segala arah yang penting tidak menatap Emily. "Lo enggak akan paham," lirih Fira.
Emily menggeser bokongnya agar dapat melihat Fira dari jarak dekat. "Bagian mana yang enggak gue paham, Fir?" tanyanya.
"Semuanya, Em, semua! Lo enggak paham apapun tentang gue!" ucap Fira penuh emosi.
Emily semakin memajukan tubuhnya, sehingga kini kedua lutut Fira dan Emily saling bersentuhan. "Jelasin, Fir, jelasin!" suara Emily naik satu oktaf karena mendengar ucap Fira beberapa detik lalu.
Fira sempat terkejut karena suara tinggi Emily, namun dengan cepat ia menetralkan dirinya.
Emily menatap lurus ke arah Fira yang terlihat fokus ke menatap kolam ikan buatan. "Fir, lihat gue!" titahnga.
Fira pun menuruti perintah Emily. Ia memutar kepalanya perlahan menatap Emily yang menatapnya dengan tatapan sendu.
"Fir, lu enggak percaya sama gue?" Emily menunduk menatap rumput yang sedang ia duduki.
Fira terbelalak mendengar ucapan Emily. "Percaya," jawabnya.
"Kalau percaya, kenapa lu enggak pernah membuat gue paham sama semua apa yang lu rasain, Fir! Sebenarnya gue itu apa, sih, di hidup lu?! Gue ini cuma kenalan lu aja, iya?! Kalau lu sahabat gue, lu pasti berusaha membuat gue memahami lu, Fir, sama seperti gue yang terus berusaha memahami lu!"
Fira tertegun mendengar kata-kata yang keluar dari bibir Emily. Setahunya tadi hubungan keduanya baik-baik saja, tapi mengapa sekarang mereka terlibat dalam sebuah perdebatan yang sama sekali tidak ingin Fira bahas. Emily diam menunggu jawaban dari Fira, namun yang ia tunggu tidak terjadi. Fira juga terdiam.
"Kenapa sih, Fir? Buat lo percaya sama gue kayaknya susah banget. Lo ingat, enggak? Dulu, sebelum kita kenal sama Mario dan temannya, lo selalu cerita apapun yang lo rasain, lo selalu ngomong banyak sama gua, enggak kayak sekarang," Emily diam dan semakin menunduk, kedua kakinya ia lipat dan dagunya ia letakkan di atas lutut.
"Sekarang, lo beda, lo berubah," gumam Emily pelan.
Mengingat seberapa dekat mereka beberapa tahun lalu, selalu membuat hati Emily tersentuh. Tujuh tahun lalu, saat pertama kali Fira dan Emily bertemu, keduanya enggan untuk bertegur sapa walaupun faktanya mereka adalah tetangga.
Setelah pertemuan pertama, akan selalu ada pertemuan berikutnya. Dan, entah dipertemuan yang keberapa, Fira dan Emily akhirnya saling bertegur sapa. Dari sanalah kisah mereka dimulai, berawal dari tegur sapa sederhana. Sampai akhirnya mereka nyaman satu sama lain.
Dulu, tidak ada Fira yang irit berbicara.
Fira, empat tahun lalu, masih menduduki bangku Sekolah Menengah Pertama. Ia terkenal karena pintar, aktif dan juga karena tampang jutek yang ia miliki namun dibalik itu semua ia mempunyai sisi penyayang yang 'tak pernah kita duga sebelumnya. Fira juga akan terlihat cerewet jika sudah bersama dengan sahabatnya, Emily. Persahabatan mereka hampir membuat siapapun iri.
Mereka, berteman dengan apa adanya.
Tidak peduli seberapa jorok sahabatnya. Tidak peduli seberapa bodoh sahabatnya. Tidak peduli seberapa memalukan tingkah sahabatnya. Tidak peduli apapun itu yang terlihat buruk di mata orang lain.
Bagi mereka, sahabat terbaik tidak akan meninggalkan sahabatnya yang lain. Dan mereka berhasil membuktikan segala ucapan mereka. Mereka tidak pernah meninggalkan sahabatnya yang lain walaupun kelakuan sahabatnya terlihat buruk di mata orang lain.
Tapi prinsip yang selalu Fira pegang teguh, hancur seketika setelah ia mengenal Mario, laki-laki yang dahulu disukai oleh sahabatnya. Fira mengenal Mario karena rasa keingintahuannya yang cukup tinggi akan laki-laki yang disukai oleh sahabatnya. Laki-laki yang selalu membuat Emily ingin terus berlama-lama di balkon kamar Fira. Dan, laki-laki yang selalu membuat Emily tersenyum sendiri.
Semua berawal dari rasa penasaran, hingga akhirnya membuat Fira mempunyai pemikiran untuk membuat Mario menyadari perasaan sahabatnya, dan Fira ingin Mario dan Emily bersama. Tapi ternyata kenyataan berbanding terbalik dengan harapan Fira.
Mario lebih menyukai dirinya.
Flashback on....
"Dik, gue bagi nomor Mario! Kirim ke nomor gua, ya," Fira terlalu antusias saat menyadari Dika sangat dekat dengan Mario, dan Dika mendukung rencana Fira untuk mencomblangkan Mario dengan Emily.
"Lo enggak bawa hp, Fir?" tanya Dika.
Fira langsung menggeleng cepat."Enggak, hp gue lagi disita."
"Oh, oke." ucap Dika lalu ia terlihat sibuk dengan ponselnya, mengirimkan nomor Mario kepada Fira.
"Udah gue kirim, ya," ucap Dika setelah memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celana biru tuanya.
"Oke, makasih Andika kangen band," ucap Fira seraya tersenyum lebar.
Dika terkekeh mendengar panggilan Fira untuknya. "Gue emang ngangenin, tapi gue gak bikin band," ucapnya seraya mengacak-acak rambut Fira yang terkuncir rapih.
Fira menepis tangan Dika kasar. "Ih, berantakan!"
Dika mengelus bagian punggung tangannya yang ditepis oleh Fira. "Sakit lho, Fir."
"Bodo amat!" Fira tersenyum manis.
Tanpa Dika sadari, Mario mengepalkan kedua tangannya karena kesal melihat mereka dari balik pohon dan Fira tersenyum senang melihat ekspresi Mario dari ujung matanya yang tak sengaja menangkap sosok Mario yang bersembunyi 'tak jauh darinya.
Flashback off...
Sejak itu, semuanya berawal. Fira yang terus ingin mendekatkan Emily dengan Mario justru membuatnya menyukai Mario juga. Dan, ternyata rasa suka Mario tidak sebesar rasa suka Fira kepadanya.
"Gue pernah kecewa," gumam Fira pelan.
Emily mendangak dengan mata yang sudah berkaca-kaca. "Sama siapa?"
Fira menghembuskan napas. "Sama Ma---"
"WOI! ADA GOSIP TENTANG MAFIR DI MADING!" teriakan tersebut berhasil memotong pembicaraan Fira dan Emily.
Entah suara tersebut berasal darimana, namun suara tersebut terdengar sangat jelas. Fira dan Emily mengedarkan pandangannya ke segala arah, mencari sumber suara.
"CEPET WOI CEPET SEBELUM KETAHUAN MAFIR!" teriak seseorang dengan suara yang sama seperti tadi.
Emily berdiri, suasana tegang yang sempat melanda keduanya hilang begitu saja. Bahkan Emily melupakan ucapan Fira yang terpotong.
Emily menarik tangan Fira agar segera bangkit berdiri. "Ayo lihat mading, ada gosip apa, sih? Penasaran gue,"
Emily menarik Fira meninggalkan taman belakang sekolah menuju mading. Dengan sangat terpaksa Fira mengikuti langkah Emily. Fira menyempatkan diri untuk menoleh ke belakang dan lagi-lagi ia melihat dia berada di sekelilingnya.
Fira merasa semua usahanya sia-sia, karena sejauh apapun ia melangkah, dia akan selalu menyusulnya dan berdiri di belakangnya. Diam-diam Fira tersenyum tipis ketika menyadari ada sesuatu yang salah di sini.
Mading akan mengalami perubahan setiap Sabtu, sedangkan sekarang, Senin.
☀☀☀
Emily memandangi mading begitu teliti seolah tidak boleh ada kata yang ia lewati. Fira hanya diam memperhatikan kelakuan Emily yang nampak tidak menyadari kejanggalan itu. Emily menatap Fira sekilas lalu kembali menatap mading.
"Enggak ada perubahan," gumamnya.
"Lu ditipu!" ucap Fira tegas lalu melipat kedua tangannya di depan dada. "Gue duluan," pamitnya lalu melangkah meninggalkan Emily yang masih mencerna kata-kata Fira tentang dirinya yang ditipu.
Fira melangkahkan kakinya menuju toilet yang berada di lantai satu. Entah kenapa ia ingin sekali membasuh wajahnya. Banyak siswa-siswi yang berlalu lalang, menyapa Fira dengan ramah. Namun, bukan Fira namanya jika ia membalas sapaan itu, Fira lebih memilih untuk mendiamkan.
Fira sempat ragu untuk masuk ke toilet, perasaannya tiba-tiba saja menjadi tidak enak. Fira bimbang antara ingin masuk atau segera melangkahkan kakinya menuju kelas. Tapi, ketika ia ingin melanjutkan langkahnya, tiba-tiba saja suara dari dalam toilet wanita itu terlalu menarik perhatiannya.
"Gila, Kak Mario bayar kita dua ratus ribu cuma untuk teriak gitu doang!" ucap seseorang di dalam toilet.
"Iya, gue juga enggak nyangka. Padahal jelas-jelas kata Kak Arin, mading diganti setiap Sabtu, tapi kenapa Kak Mario suruh kita teriak di mading ada gosip tentang dia sama Kak Fira, ya?" ucap suara yang berbeda dari suara orang pertama. Dan Fira yakin jika orang yang di dalam sana lebih dari satu.
Tanpa ragu, Fira membuka pintu toilet dan masuk ke dalam. Fira menatap dalam tiga adik kelasnya berdiri di depan kaca sembari menatap uang seratus ribuan di tangan salah satu dari mereka.
"Apa?" tanya Fira menantang.
Ketiga adik kelas Fira hanya mampu saling memandang dengan tatapan bersalah dan tidak ingin disalahkan. Mereka saling mendorong satu sama lain untuk berbicara dengan Fira.
"Tadi ngomongin apa?" tanya Fira pelan namun mampu membuat tiga remaja di hadapannya takut.
Fira membenarkan rambutnya yang sedikit berantakan sembari menatap tiga adik kelas di hadapannya. "Tadi saya dengar kalian ngomongin Mario dan Fira, apakah Fira itu saya?" tanya Fira sinis.
Sebenarnya yang Fira inginkan bukanlah permintaan maaf melainkan sebuah pengakuan. Pengakuan jika dirinya diperbincangkan oleh mereka.
"Gue yang jelasin," ucap seseorang memecah keheningan yang ada di dalam.
Fira menolehkan kepalanya ke belakang. Matanya langsung bertemu dengan netra hijau milik Mario. Siapapun yang menatap mata Mario secara langsung pasti akan merasa damai dan tenang. Tapi untuk saat ini Fira tidak akan hanyut dalam pandangan Mario.
"Kalian boleh ke luar," ucap Mario sembari menggerakkan kepalanya sedikit mengarah ke luar toilet.
Tiga remaja itu takut-takut ingin melangkah sampai akhirnya Mario memaksa masuk ke dalam toilet wanita dan menarik tangan Fira ke luar dari sana. Fira menarik paksa tangannya dari genggaman tangan Mario.
"Lo gila, ya?!" Fira marah dengan perlakuan tidak sopan Mario. "Ini toilet cewek! Lo enggak seharusnya masuk!" Fira menghentakkan kakinya lalu melangkah keluar seorang diri.
Mario langsung mengambil langkah lebar menyusul Fira ke luar dari toilet. Dengan gerakan cepat Mario berhasil menahan tangan Fira. "Lu perlu penjelasan, 'kan?" tebak Mario.
"Enggak! Enggak perlu," ucap Fira malas dan berusaha melepaskan tangan Mario yang memegang lengannya terlalu erat.
Fira benar-benar tidak suka jika harus berdekatan dengan Mario di jarak sedekat ini. Fira sangat tidak ingin berada di sutuasi yang membingungkan seperti ini.
"Oke, setidaknya dengerin penjelasan gue, Fir, gue enggak mau lu salah paham lagi," ucapnya sungguh-sungguh.
Fira sempat mencari kesungguhan di mata Mario beberapa detik dan Fira menemukannya. Fira memejamkan matanya dan mulai menghitung sampai hitungan ketiga berusaha meredakan emosinya yang mendadak menggebu-gebu. Tepat dihitungan ketiga, Fira membuka mata dan menurunkan tangan Mario sampai terlepas dengan tangan Fira.
"Cukup, Mar. Dengan lu berbuat seperti ini, itu membuat gue semakin benci," tegas Fira lalu melangkah melewati Mario begitu saja.
Mario lagi-lagi memilih untuk mengalah. Ia tahu, Fira terlalu menjaga jarak dengannya. Ia tahu, Fira risih jika berada di dekatnya. Ia tahu, Fira masih menyimpan benci untuknya.
Mario lagi-lagi hanya mampu menelan pahit-pahit kenyataan itu.
Mario diam menatap koridor kosong di depannya dan membiarkan Fira melangkah ke arah berlawanan dengannya. Entah sampai kapan mereka mempertahankan diri mereka untuk selalu saling bertolak belakang tanpa ingin saling berhadapan ataupun satu arah.
Mario terkekeh beberapa detik ketika ia menyadari Fira tidak akan berlari ke arahnya. Dan Mario terkekeh lagi, untuk kedua kalinya, begitu menyadari kejadian tadi pagi hanyalah sebatas kejadian yang akan langsung dilupakan oleh Fira.
☀☀☀
Kekecewaan bisa hadir kapan saja dan dari siapa saja. Bahkan tidak menutup kemungkinan bahwa orang terdekat kita akan mengecewakan kita. Maka berhati-hatilah dalam memilih orang yang dapat dipercaya:')
19 Oktober 2017
20 Januari 2018
-Fan-
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top